BeritaInspirasi

Antara Rasa Memiliki dan Beban: Mari kita merefleksikan Perjalanan Kita dalam Ber-IMM

Oleh Noval Sahnitri

Pada umumnya, sebagian besar ataupun kecil mahasiswa di kampus dalam berorganisasi pasti ada yang malas dan bosan dalam menjalankan roda kepemimpinan. Sama halnya dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau dengan sapaan singkatannya yakni IMM, baik di perguruan tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah ataupun yang ada di dalam negeri itu juga terjadi dengan hal yang serupa.

IMM sebagai organisasi otonom menjadi salah satu kepanjangan tangan dari Muhammadiyah yang dimana ia dikatakan dalam lagu Mars IMM sebagai pemegang tampuk pimpinan masa depan.

Dalam perjalanannya, IMM dimanapun berada pada tingkat pimpinan masing-masing mempunyai cerita tersendiri dalam pergerakan dinamikanya. Diantaranya, dari sekian banyak dinamika yang telah terjadi yang menjadi beberapa sorotan adalah dalam ber-IMM sebenarnya kita itu memang merasa memiliki atau justru kita merasa terbebani dalam menjalaninya. Silakan tanyakan pada diri Anda masing-masing. Hayo, sudah tahu penjelasannya atau apa yang belum?

Mari kita bahas bersama-sama, pada prinsipnya secara umum ber-IMM itu pasti akan memberikan dampak yang baik terhadap diri kita masing-masing. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan direfleksikan.

Pertama, Kebiasaan yang dibangun oleh IMM harus positif.

Secara sadar ataupun tidak, semua kebiasaan yang ada di IMM secara organisasi maupun personalianya ini akan menjadi pengaruh besar terhadap lingkungan kader IMM itu sendiri. Kebiasaan-kebiasaan yang ada di IMM tentu harus disaring dengan baik. Kebiasaan secara organisasi dalam melakukan kegiatan tentu ini harus dipertimbangkan dengan melihat apa yang menjadi kebutuhan atau keresahan kader IMM. Kebiasaan berkegiatan positif dengan rutin ini juga perlu dikemas dengan baik dan terus di evaluasi. Apakah benar-benar memberikan dampak yang baik bagi kader IMM atau sebaliknya. Mengadakan kegiatan terus-menerus yang positif saja terkadang masih banyak yang komplain, apalagi jarang ada kegiatan tentu akan bertambah menjadi polemik. Maka level IMM manapun harus punya kebiasaan-kebiasaan kegiatan positif yang berkelanjutan seperti, diskusi rutin di kafe, olahraga seru, lapak baca, pesta rujak dan lain sebagainya dengan syarat di bungkus dengan semenarik mungkin sesuai inovasi dan kreasi masing-masing.

Kemudian, kebiasaan secara personalia ini juga menjadi hal penting. Paling sederhana adalah membuat forum sendiri-sendiri dalam satu pimpinan atau bahasa lainnya yaitu lingkaran. Pertanyaan apakah boleh?, boleh saja jika mau punya forum sendiri, akan tetapi jangan dibawa atau sering melakukannya dalam kegiatan IMM. Belajarlah untuk membuka dialog dengan yang lain, cobalah untuk bertim dengan yang lain. Persoalan cocok atau tidak urusan nanti yang terpenting kita sudah sama-sama belajar untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama. Ketika ada masalah cari solusinya bersama-sama karena di Muhammadiyah sudah diajarkan namanya Kolektif Kolegial. Sudah tau apa itu kolektif kolegial?, jika belum silahkan dicari sendiri bahan bacaannya.

Kedua, IMM harus ada waktu yang serius tapi harus banyak hal yang menyenangkan.

IMM sering rapat, demo ataupun aksi-aksi yang lainnya. Dalam pelaksanaannya tentu saja hal itu serius. Misalnya demo dan rapat ini harus dilakukan secara serius, apakah boleh dibuat menyenangkan?, boleh tapi tidak seharusnya.

Muncul pertanyaannya lagi, apakah semua suka demo dan rapat? Silahkan jawab sendiri-sendiri. Maka IMM tentu harus memberikan kegiatan dengan bungkusan semenarik mungkin dan tentunya harus menyenangkan, supaya kader IMM ataupun pelajar lainnya tertarik dengan IMM. Konsep harus dibuat dengan serius tetapi pelaksanaannya harus menyenangkan.

Ketiga, IMM perlu keluwesan dalam melakukan pergerakan.

Dalam pelaksanaan menentukan program kerja atau pelaksanaanya IMM nampaknya perlu melakukannya dengan sikap luwes yakni membuka ruang diskusi yang terbuka bukan dengan hal yang kaku. Jika IMM melakukan pendekatan dengan kaku tentu berisiko akan membuat IMM itu sendiri menyebabkan kehilangan daya tarik bagi pelajar. Maka dari itu IMM perlu melihat serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman. IMM juga tidak boleh terjebak pada gerakan yang monoton bahkan eksklusif kepada siswa. IMM harus terus membangun sinergi dengan siapapun tanpa memandang bulu selama itu hal kebaikan terutama kepada kader IMM itu sendiri. Dengan keluwesan dalam melakukan pergerakan, IMM akan semakin kuat, inovatif dan responsif terhadap perubahan zaman.

Keempat, Basis utama IMM adalah mahasiswa.

IMM dengan basis masanya yaitu mahasiswa ini harus menjadi titik fokus dalam pergerakan IMM karena perlu ditekankan sekali lagi basis IMM yang utama adalah Mahasiswa. Bukan berarti melupakan hal lain, karena ketika siswa sudah mulai tertata maka hal lain akan menyusulnya sendiri. Contoh yang sering terjadi berapa banyak kader IMM yang kuliahnya belum selesai.

Pimpinan IMM harus memperhatikan kader IMM yang kuliahnya tak kunjung selesai, berikan motivasi dan solusi serta pendampingan supaya marwah kader IMM yang dikatakan sebagai kader intelektual itu bisa bermakna, salah satunya dengan menyelesaikan kuliahnya. Buatlah apa yang memiliki intelektual yang tinggi akan tetapi proses dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi belum selesai. Bukan bermaksud menyindir, tetapi ini harus menjadi garapan yang serius oleh IMM. Selain itu IMM juga perlu melihat dari hal lain, misalnya mengapa ada yang tiba-tiba putus kuliah atau punya masalah dalam biaya hidup keseharian, IMM tampaknya juga perlu hadir untuk ikut mencari solusi yang terbaik. Maka kedepannya IMM perlu melakukan penelitian atau observasi tentang apa yang menjadi penelitian dan kebutuhan mahasiswa.

Pada prinsipnya IMM sebagai kepanjangan tangan Muhammadiyah yang diharapkan menjadi agen perubahan dalam ranah utamanya adalah Mahasiswa. Maka IMM saat ini dan kedepannya perlu melakukan refleksi dalam perjalanannya. Setidaknya tiga hal diatas itu menjadi bahan renungan kepada kader IMM dimanapun berada. Memang benar persoalan diluaran sana sangat banyak, namun apa salahnya kita memperhatikan kader kita sendiri, dengan hal tersebut insyaallah IMM akan lebih mudah melakukan gerakan apapun. Maka yang namanya punya rasa memliki atau beban itu yang menentukan sejatinya adalah IMM di pimpinan masing-masing.

Redaksi : Al Fadhlil Raihan Yunan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button