Bullying Bukan Bakat, Tapi Perilaku yang Dipelajari: Sebuah Tinjauan Behavioristik

Oleh: Annisa Nur Rohmah, Mahasiswa Aktif Magister Sains Psikologi UMS
Di balik senyum anak yang terlihat datar, sering kali menyembunyikan luka yang mendalam akibat terjadinya bullying. Hal tersebut memang tidak selalu terlihat secara fisik namun meninggalkan luka yang tidak dapat terlihat oleh kasat mata pula, meskipun hal ini dapat lebih menghancurkan psikologis anak melalui mental dan emosional. Karakteristik penting dari bullying merupakan adanya kesenjangan posisi dan kekuasan (power) antara korban dan pelaku bullying. Hal ini yang membedakan perilaku bullying dari perselisihan yang biasa, serta bullying dapat bersifat sosial, psikologis, verbal maupun fisik.
Fenomena ini masih terus menerus terjadi di berbagai generasi, yang meliputi generasi z hingga gerenasi alpha. Perilaku bullying sangat memberikan dampak yang negatif terhadap kesejahteraan psikologis diri. dalam beberapa hari yang lalu, banyak kasus menunjukkan bahwa bullying tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial dan proses akademik anak namun memiliki konsekuensi yang serius terhadap kesehatan mental mereka. Bullying dapat muncul dari suatu perilaku yang ditiru, kemudian disimpan dalam pikiran, serta dipicu oleh emosi sehingga menjadi suatu pembalasan. Dengan adanya hal tersebut maka menunjukkan bahwa bullying dapat disebabkan oleh pengalaman psikologis, sosial, serta emosional yang terserap tetapi belum terselesaikan.
Bullying yang paling umum terjadi saat ini adalah secara verbal. Namun bullying verbal sering diremehkan, padahal dampaknya sangat signifikan terhadap kesejahteraan individu mereka. Banyak orang yang mengganggap bahwa ketika tidak ada luka fisik maka belum dianggap serius atau tidak berbahaya. Bullying secara verbal dapat berupa dengan kata-kata, tidak sedikit pula kata-kata tersebut yang meninggalkan luka secara mendalam dan memiliki memori jangka panjang terhadap psikologis anak. Tindakan perilaku bullying ini dilakukan baik secara sadar dan disengaja. Perlu diketahui bahwa dalam hal ini pelaku sering memiliki motivasi tertentu dalam melakukan hal tersebut. Salah satu faktor terjadinya bullying selain faktor sosial yakni adanya faktor individu pula.
Terkadang memang anak-anak yang memiliki kurangnya rasa empati terhadap orang lain akan menyebabkan individu tersebut memiliki perasaan tertutup, serta ketidakmampuan individu dalam melawan guna pembelaan diri akan memicu adanya rasa dendam yang berpotensi terjadinya pembullyan. Di sisi lain, individu yang pernah menjadi korban bullying maka akan rentan pula menjadi pelaku billying. Hal tersebut sering terjadi di lingkungan pendidikan maupun lingkungan sosialnya.
Lingkungan pendidikan memang memiliki peran krusial dalam kasus bullying. Namun tidak hanya lingkungan pendidikan yang memiliki dampak terhadap perilaku bullying. Faktor-faktor di luar lingkungan pendidikan juga turut berperan, yang meliputi adanya perbedaan budaya, sosial, kepribadian antara diri pribadi nya dengan orang lain, lingkungan keluarga hingga pola asuh. Hal ini lah yang menjadi tantangan serius dalam psikologi terkait merancang intervensi yang efektif. Karena dampaknya yang sangat mendalam terhadap kesejahteraan mental anak.
Merujuk pada aliran psikologi yang mempelajari perilaku manusia yakni teori behavioristik. Pada teori tersebut menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan atau pengaruh eksternal. Dalam kerangka behavioristik bullying dilihat sebagai hasil dari proses pembelajaran dimana perilaku diperkuat oleh respon lingkungan. Respon tersebut dapat memiliki dampak yang negatif yakni berhasilnya menghindari tekanan sosial namun juga dapat memberikan dampak yang positif seperti hal nya dukungan dari teman sebaya.
Dalam hal ini pendekatan behaviorisme dapat menjadi menjadi dasar intervensi dalam mengubah konsekuensi terhadap perilaku bullying. Perlu kita ketahui pula, bahwa pendekatan ini ketika diterapkan secara interdisipliner maka akan dapat memberikan solusi jangka panjang untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari bullying.
Sependapat dengan pemikiran teori behavioristik yang menekankan bahwa perilaku bullying terbentuk dan dipertahankan melalui proses penguatan dan hukuman dari lingkungan. Maka solusi terhadap perilaku bullying dapat dilakukan dengan literasi dan edukasi hukum untuk menyadarkan anak stop melakukan tindakan bullying.
Dengan demikian, beberapa hal perlu diterapkan dalam rangka mewujdkan lingkungan yang sehat dan bebas bullying dengan menggunakan pendekatan behavioristik. Pertama, melakukan pendekatan behavioristik dengan teknik diskusi. Hal tersebut melalui penyampaian materi terkait bahaya bullying terhadap kesejahteraan mental korban dan juga pelaku yang dapat mengakibatkan konsekuensi hukum.
Kedua, menerapkan teknik behavior modification dengan melakukan konseling behavior. Hal ini guna merubah perilaku individu yang tidak diinginkan menjadi perilaku yang lebih baik dengan prinsip belajar yang meliputi penguatan positif, hukuman dan juga belajar dengan meniru perilaku orang lain yang baik.
Ketiga, membangun lingkungan yang inklusif dan mendorong perilaku positif. Dengan adanya lingkungan yang inklusif akan menciptakan suasana yang positif seperti menghargai satu sama lain dan juga saling bekerja sama.
Nah, dari berbagai solusi diatas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan teori behavioristik maka lingkungan pendidikan dan lingkungan sosial akan mendorong perilaku yang positif dan menghilangkan perilaku bullying.
Bullying merupakan perilaku yang dipelajari dan didukung oleh lingkungan sekitar. Dengan demikian bullying dapat dicegah dan diubah, hal tersebut dapat dilakukan dengan korban yang memiliki keberanian untuk berbicara, pelaku menyadari konsekuensi dari tindakannya, serta saksi memiliki keberanian dalam memperingatkan pelaku bahwa perilaku yang dilakukan tersebut salah. Namun bullying juga merupakan kebiasaan yang tidak disadari. Seperti hal nya peraturan yang memiliki kelonggaran, individu yang memberikan kebebasan dalam suatu tindakan, dan juga pengawasan yang kurang memadai.
Dengan membangun lingkungan yang mendorong keberanian dalam bersuara, maka dapat menghilangkan perilaku bullying dan meningkatkan budaya saling menghargai dengan orang lain. Demikian adanya tulisan ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran kita semua tentang bahaya bullying dan pentingnya menciptakan lingkungan yang sehat agar dapat memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan mental dan emosional kita.