EsaiInspirasiJateng

Dari Ayunan Hingga Mihrab: Implementasi Pedagogik Al-Qur’an dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Oleh : Amtsal Ajhar, KABID MEDKOM PK IMM Shabran

Dalam setiap ayunan yang bergoyang, tersimpan potensi jiwa yang akan menentukan masa depan umat. Pendidikan anak usia dini merupakan fondasi pembentukan karakter manusia berkualitas, sebuah proses transformasi dari innocence menuju wisdom. Masa golden age  bagaikan tanah subur yang menentukan perkembangan akhlak dan spiritualitas anak sebagaiama menurut suyadi dalam bukunya yakni Psikologi Pendidikan Anak Usia Dini  (Suyadi, 2019) bahwa periode ini sangat kritis dalam pembentukan karakter. Al-Qur’an memberikan arahan jelas tentang pentingnya pendidikan, sebagaimana QS. Luqman ayat 13 yang menekankan tauhid sebagai inti pendidikan (Shihab, 2020).

Di tengah pusaran globalisasi yang membawa tantangan moral kompleks, pendidikan berbasis Qur’ani menjadi mercusuar spiritual yang menerangi jalan menuju akhlak mulia. Nugraha dalam bukunya yakni “Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Neurosains” (Nugraha, 2018) menegaskan bahwa pada masa kritis ini, otak anak mengalami perkembangan pesat dan mampu menyerap informasi optimal. Fenomena degradasi moral yang melanda generasi muda menunjukkan urgensi kembali kepada nilai-nilai fundamental Al-Qur’an, sebagaimana diungkapkan Mansur melalui karyanya yaitu Pendidikan Karakter di Era Globalisasi: Menjawab Tantangan Moral Generasi Milenial” (Mansur, 2021) tentang kompleksitas tantangan moral di era modern.

Landasan Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an

1. Tauhid Sebagai Fondasi Pendidikan

Dalam dialog abadi antara Luqman dan anaknya, terpancar hikmah tentang prioritas pendidikan. QS. Luqman ayat 13 menjadi rujukan utama: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Ayat ini menunjukkan bahwa pendidikan pertama dan utama adalah pengenalan dan penanaman keyakinan kepada Allah SWT.

As-Suyuthi (2018) dalam Tafsir Al-Jalalain menjelaskan bahwa Luqman mendidik anaknya dengan pendekatan penuh kasih sayang namun tegas dalam menyampaikan prinsip-prinsip ketauhidan. Pendidikan tauhid bukan sekadar pengenalan konsep ketuhanan, melainkan penanaman nilai-nilai moral yang bersumber dari keyakinan kepada Allah  merupakan sebuah transformasi dari knowing menuju being.

2. Tanggung Jawab Orang Tua

  1. At-Tahrim ayat 6 menegaskan dengan tegas: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Ayat ini menunjukkan kewajiban orang tua sebagai arsitek jiwa yang merancang blueprint karakter anak. Hamka (2020) dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa memelihara keluarga mencakup pendidikan akhlak, ibadah, dan akidah yang dimulai sejak dini.

Tanggung jawab ini bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan amanah sakral yang menentukan masa depan peradaban. Orang tua bertanggung jawab tidak hanya terhadap kebutuhan fisik, tetapi juga spiritual dan moral yang membentuk karakter anak – sebuah investasi untuk kehidupan dunia dan akhirat.

3. Berbakti Kepada Orang Tua

  1. Al-Isra’ ayat 23-24 mengajarkan filosofi kehidupan yang mendalam: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu.” Ar-Razi (2019) menegaskan bahwa setelah ketauhidan, nilai fundamental adalah berbakti kepada orang tua. Quthb (2021) menjelaskan bahwa penanaman nilai ini sejak dini membentuk karakter yang menghormati hierarki kehidupan dan memahami esensi continuity dalam hubungan manusia.

Penanaman Akhlak Mulia dalam Pendidikan Anak Usia Dini

1. Ahlak Kepada Allah

Penanaman akhlak terhadap Allah merupakan prioritas utama, sebuah proses membangun vertical connection yang menjadi sumber energi spiritual. Al-Ghazali (2018) menegaskan bahwa hal ini mencakup pengenalan sifat-sifat Allah, pembiasaan ibadah, dan penanaman rasa syukur. Anak diajarkan mengenal Allah melalui ciptaan-Nya, sehingga tumbuh rasa kagum dan cinta kepada Sang Pencipta.

Nata (2019) menjelaskan bahwa secara praktis, dilakukan melalui pembiasaan doa sehari-hari, pengenalan Asmaul Husna, dan pengembangan sikap tawakal. Pembiasaan ini membentuk kepribadian anak yang senantiasa ingat dan bergantung kepada Allah dan merupakan sebuah proses internalisasi nilai yang mengubah ritual menjadi spiritualitas.

2. Ahlak Terhadap Sesama

  1. Al-Hujurat ayat 11 mengajarkan filosofi kesetaraan manusia: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.” Shihab (2020) menekankan bahwa ayat ini mengajarkan toleransi, menghormati perbedaan, dan tidak merendahkan orang lain.

Zainuddin (2018) menjelaskan bahwa penanaman akhlak terhadap sesama meliputi pengembangan empati, kemampuan berbagi, sikap tolong-menolong, dan menghormati hak orang lain. Anak diajarkan bahwa setiap manusia memiliki kedudukan sama di hadapan Allah  sebuah pemahaman tentang universal brotherhood yang melampaui batasan fisik dan sosial.

3. Ahlak Terhadap Lingkungan

Islam mengajarkan menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Nasr (2017) menegaskan bahwa konsep khalifah fil ardh mengajarkan bahwa manusia bertanggung jawab menjaga ciptaan Allah. Sardar (2020) menjelaskan bahwa pendidikan lingkungan dalam konteks Qur’ani bersifat tidak hanya praktis tetapi juga spiritual.

Implementasi dilakukan dengan edukasi menjaga kebersihan sekolah, tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi sampah plastik, dan menanam tanaman. Pendidik harus memberikan contoh sebagai sosok yanng berintegritas sebuah manifestasi dari kesadaran Ekologis yang dimulai dari diri sendiri.

Implementasi dalam Pendidikan Anak Usia Dini 

  1. Metode Pembelajaran yang Menyenangkan

Implementasi pendidikan berbasis Qur’ani memerlukan metode sesuai karakteristik anak usia dini. Madyawati (2019) menekankan bahwa metode bercerita dengan tokoh-tokoh Al-Qur’an menjadi sarana efektif menanamkan nilai moral. Cerita Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, atau Luqman dan anaknya dapat menjadi media pembelajaran yang transformatif.

Sujiono (2021) menjelaskan bahwa penggunaan lagu, permainan edukatif, dan aktivitas seni juga efektif. Melalui pendekatan menyenangkan, anak menyerap nilai-nilai Qur’ani tanpa merasa terbebani – sebuah proses pembelajaran yang mengubah education menjadi edutainment dengan substansi spiritual.

2. Keteladanan dari Pendidik

Keteladanan merupakan metode pendidikan paling efektif membentuk karakter anak. Ahmad (2018) mengutip hadis Rasulullah SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Hadis ini menunjukkan keteladanan dalam akhlak merupakan inti pendidikan Islam.

Arief (2020) menegaskan bahwa pendidik PAUD berbasis Qur’ani harus menjadi contoh baik dalam berperilaku, bertutur kata, dan berinteraksi. Keteladanan lebih berpengaruh daripada nasihat, karena anak usia dini lebih banyak belajar melalui observasi dan imitasi – sebuah proses pembelajaran dimana pendidik menjadi living curriculum.

3. Integritas dengan Kurikulum Nasional

Pendidikan berbasis Qur’ani tidak mengabaikan kurikulum nasional. Mulyasa (2019) menjelaskan bahwa nilai-nilai Qur’ani dapat diintegrasikan dalam berbagai aspek pembelajaran: moral-agama, sosial-emosional, kognitif, bahasa, hingga fisik-motorik.

Fadlillah (2018) menekankan bahwa integrasi dilakukan dengan mengaitkan setiap materi pembelajaran dengan nilai-nilai Al-Qur’an yang relevan. Dalam pembelajaran sains, anak diajak mengamati ciptaan Allah dan mengembangkan rasa syukur. Dalam pembelajaran sosial, diajarkan pentingnya berbagi dan tolong-menolong – sebuah synthesis of knowledge yang menyatukan secular dan sacred knowledge.

Kesimpulan

Pendidikan anak usia dini berbasis Qur’ani merupakan investasi jangka panjang membentuk generasi berkarakter mulia dan merupakan sebuah proses transformasi dari innocence menuju wisdom, dari potential menuju actual. Melalui penanaman nilai-nilai tauhid, akhlak kepada Allah, sesama manusia, dan lingkungan, anak akan tumbuh menjadi individu dengan fondasi spiritual kuat dan mampu menghadapi tantangan zaman dengan bijaksana.

Implementasi memerlukan komitmen kuat dari semua pihak: orang tua, pendidik, hingga masyarakat. Dengan metode pembelajaran tepat, keteladanan baik, dan integrasi harmonis dengan kurikulum nasional, pendidikan berbasis Qur’ani dapat menjadi solusi membentuk generasi yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga mulia secara moral dan spiritual.

Dalam setiap langkah dari ayunan menuju mihrab, kita menyaksikan transformasi jiwa yang luar biasa. Mari kita jadikan diri sebagai agen perubahan dalam mewujudkan pendidikan berkualitas dan berakhlak mulia. Dengan kembali kepada nilai-nilai Al-Qur’an dalam mendidik anak, kita berharap melahirkan generasi yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, sesuai misi Rasulullah SAW sebagai rahmatan lil ‘alamin – dari ayunan kecil menuju mihrab kehidupan yang agung.

Editor: Muhammad Farhan

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button