KABARMUH.ID, Jakarta – Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional dihadapkan pada tantangan serius karena kurangnya upaya yang sungguh-sungguh dalam menyebarluaskan, menginternalisasikan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Meskipun Pancasila diakui sebagai falsafah dan pondasi keindonesiaan, penerapannya belum menjadi kebiasaan yang mewujud dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan perilaku publik, serka kebijakan kelembagaan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila belum terintegrasi secara sistemik dalam struktur politik, hukum, dan ekonomi pemerintahan, dan secara kultural di lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi keagamaan. Kondisi ini juga terjadi pada generasi muda yang sering disebut sebagi milenial, termasuk mahasiswa.
Akibatnya, sebagian mahasiswa mencari arah atau pandangan alternatif di luar kerangka Pancasila, percaya bahwa hal tersebut dapat mengembalikan integritas dan kedaulatan penyelenggara negara yang dianggap telah gagal menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini memberi celah bagi kelompok-kelompok ekstrem dan intoleran, serta ideologi takfiri, untuk dengan mudah mempengaruhi dunia pendidikan dengan menyebarkan doktrin ideologi alternatif yang dianggap sebagai solusi atas berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan negara.
Menyaksikan carutmarut permasalahan ini, Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBPS UMS) berupaya menguatkan kembali ideologi Pancasila dalam kesadaran berbangsa dan bernegara, melalui jalan kultural dan pedagogis. Hal ini diwujudkan melalui pendalaman konsep Pancasila dalam tiga dimensi, yaitu pengetahuan, keyakinan dan penghayatan, serta praktik hidup, bagi para dosen pengampu dan mahasiswa yang mengikuti mata kuliah wajib Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat perguruan tinggi. Ketiga dimensi ini oleh PSBPS UMS dituangkan dalam program dengan tajuk “Revitalisasi, Institusionalisasi, dan Standardisasi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Indonesia” (RISP3TI).
Program ini telah dilakukan sejak 2019 dengan dukungan HARMONI-USAid. PSBPS UMS bekerjasama dengan Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU) UMS yang bertanggung jawab atas pengelolaan mata kuliah Pancasila di UMS. Pada saat program ini dijalankan, LBIPU terlibat baik secara substantif maupun teknis dalam melaksanakan program (penyusunan modul & LMS, advokasi kebijakan, dan pelatihan). PSBPS UMS juga menjalin kerjasama dengan Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah dan BELMAWA Kemendikbudristek DIKTI untuk review modul ajar “Pancasila Sebagai Laku”, desain Learning Management System, advokasi kebijakan, pelatihan para dosen dan mahasiswa penggerak, serta praktik belajar-mengajar di kelas.
Tahun 2024 ini, PSBPS UMS memperluas jangkauan geografis Pelatihan Nasional RISP3TI, dari target awal 24 mitra perguruan tinggi suasta dan negeri di Jawa pada 2023, menjadi 50 universitas dari berbagai penjuru Indonesia. Penyelenggaraan pelatihan ini dilakukan di 6 hub wilayah: DKI Jakarta dan sekitarnya, Kalimantan, Sumatera, Jawa Timur dan Indonesia Timur, Jawa Tengah, dan Papua. Pelatihan pertama diadakan pada tanggal 23-25 April 2024 untuk daerah hub Jawa Barat dan Jakarta di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Yayah Khisbiyah, Direktur Eksekutif PSBPS UMS dalam sambutan untuk pelatihan pertama menyatakan memilih revitalisasi dan institusionalisasi Pendidikan Pancasila di lingkungan universitas sebagai strategi transformasi sosial berjangka Panjang dan berkesinambungan. PSBPS UMS beserta mitra-mitra kolaborasi berusaha memastikan bahwa materi pembelajaran Pendidikan Pancasila yang disampaikan dalam program ini relevan dengan perkembangan sosial-politik mutakhir, berpendekatan inklusif dan inovatif.
Di tengah kemunduran demokrasi, menurunnya keteladanan kepemimpinan nasional, dan berbagai pelanggaran terhadap azas Pancasila, program ini diharapkan membentuk pola pikir kritis-konstruktif mahasiswa, agar memahami, meyakini, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila yang oleh persyarikatan Muhammadiyah dijunjung sebagai darul ahdi wal syahadah. Tujuan akhir dari program ini adalah perubahan sosial positif dalam memperbaiki tata kelola negara dan mendorong pembangunan bangsa yang damai-inklusif, berkeadilan dan berkeadaban.
Mohammad Thoyibi, mewakili LBIPU UMS, memaparkan tentang temuan hasil survey bahwa materi pembelajaran Pendidikan Pancasila dipersepsikan kurang kontekstual, metode pembelajarannya membosankan, dan capaian pembelajaran pada ranah afektif dan perilaku masih terbatas. Melalui pelatihan ini, diharapkan metode pembelajaran reflektif-interaktif dan andragogi dapat diimplementasikan, melalui pemberdayaan kompetensi dosen dalam memandu mahasiswa mengartikulasikan pemikiran kritis, dan meningkatkan relevansi materi dengan kasus-kasus aktual di masyarakat. Metode pembelajaran yang cenderung tradisional satu-arah dinilai tidak memadai dalam memfasilitasi partisipasi aktif mahasiswa serta pengembangan ranah afektif dan konatif mereka.
Kemudian, Prof. Ma’mun Murod, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam sambutannya menyoroti pentingnya memahami Pancasila sebagai falsafah tengahan yang bersifat wasathiyah, bukan ekstrem. Pancasila adalah hasil dialektika antara berbagai perspektif tentang dasar negara, menciptakan sintesis yang sejalan dengan nilai-nilai fundamental dalam Islam. Lebih lanjut, Prof. Murod merekomendasikan Pancasila sebagai alat kritik terhadap berbagai penyimpangan dan pelanggaran demokrasi yang terjadi saat ini. Ia menggarisbawahi bahwa pemahaman yang mendalam tentang Pancasila sebagai falsafah tengahan dapat membantu mencegah polarisasi dan ekstremisme di masyarakat. Dengan memahami bahwa Pancasila adalah sintesis yang memperhitungkan berbagai perspektif dan nilai, diharapkan generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik.