EsaiInspirasi

Menilik Religiusitas Organisasi Mahasiswa Islam

KABARMUH.ID, – Organisasi mahasiswa seperti pisau bermata ganda, bisa membuat grow up iman, tapi juga bisa dengan atau tanpa sadar membuat down grade iman. Beberapa mahasiswa yang mungkin idealis saat menjadi maba pada kenyataannya jika pondasi tak kuat, akan terbawa arus dengan sendirinya. Bertemu segala bentuk manusia, campur baur terus menerus, berbagai perkaderan yang diikuti baik formal maupun non formal perlahan merubah pola pikir, ada sebagian ke arah yang baik, namun tak sedikit ke arah yang buruk.

Segala yang baik pasti bisa dirasakan, namun tetaplah yang buruk akan terus menjadi sorotan. Begitulah kenyataan, cara manusia biasa memandang.

Organisasi mahasiswa adalah ruang bagi mahasiswa berekspresi dari berbagai latar belakang yang berbeda. Namun tak jarang ada sebagian budaya buruk menjamur di ruang yang seharusnya bersih. Dan pada akhirnya budaya atau kebiasaan buruk itu menyebabkan downgrade iman.

Contohnya budaya menunda sholat ketika rapat, ini contoh yang sering ditemui. Pertanyaannya, manakah yang lebih penting, panggilan dari Tuhanmu atau rapatmu yang full duniawi itu? Oke iya, tidak full duniawi, tapi memikirkan kemaslahatan umat, tapi sadarlah Tuhan saja kau sepelekan. Lebih lucu lagi ketika organisasi mahasiswa yang berlandaskan Islam tapi masih menyepelekan hal seperti ini. Tak jarang ditemui dari tingkat bawah sampai atas melanggengkan budaya seburuk ini.

Ada pula budaya buruk yang lain. Organisasi mahasiswa adalah ruang paling rentan terjadinya ikhtilat. Campur baur ikhwan dan akhwat tanpa kepentingan syar’i. Entah sudah budayanya dari dulu seperti itu atau memang zamannya mudah sekali menormalisasi hal-hal demikian. Kebiasaan ini outputnya tak jarang adalah cinlok di organisasi. Dan output paling sial bagi organisasinya adalah ketidakprofesionalan saat menjalankan amanah. Ini sering ditemukan diberbagai organisasi, dan sungguh akan lebih ironi jika terjadi di organisasi mahasiswa Islam.

Sebagian menganggap hal seperti ikhtilat adalah bentuk perkaderan non-formal yang paling efektif dilakukan untuk mempertahankan ghiroh berorganisasi para kader-kadernya. Padahal ada banyak teknik menaikkan ghiroh dan semangat kader tanpa harus melanggar syari’at Islam. Misal pimpinan akhwat berbaur mengkader secara non-formal kepada kader-kader yang juga akhwat, dan sebaliknya. Sehingga tidak menimbulkan fitnah dan bentuk upaya dari menjalankan misi sebagai hamba yang taat juga bentuk implementasi dari visi religiusitas yang dibawa.

Dengan beberapa contoh ini, dapat dilihat bahwa tak jarang religiusitas yang diangkat dalam visi organisasi mahasiswa berlandaskan Islam tak sejalan pada implementasinya.

Solusi paling relevan dari fenomena ini adalah, sejatinya para kader yang tergabung dalam organisasi tersebut menguatkan pondasi keimanan terlebih dahulu sebelum terjun lebih jauh ke dalam organisasi yang diikuti, agar ketika nanti didepan sana ada arus tak terduga kamu tak terseret jauh.

Dan bagi yang sudah jauh di dalam sana, mulailah untuk merenungi visi atau arah gerakan organisasi yang diikuti, kembali pada tujuan awal, bukan malah terlena oleh budaya-budaya buruk yang semakin dilanggengkan semakin lama membuat downgrade iman. Jika kamu sebagai kader menyadari hal tersebut, tetaplah sadar dan bangunkan mereka yang tak sadar. Jangan malah ikut tertidur pulas sambil puk puk kemunduran.

Kontributor: Rahma Aprilia Sari

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button