Oleh: Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Alhamdulillah, membersamai teman-teman di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dalam Seminar bertajuk, “Risalah Islam Berkemajuan dalam Dakwah dan Pendidikan, Rabu, 31 Mei 2023 yang lalu. Hadir menyampaikan pidato kunci Prof. Dr. Sofyan Anif (Rektor), dan Prof. Dr. M. Abdul Fattah Santoso, sebagai narasumber.
Beberapa catatan dan pokok pikiran yang sempat saya sampaikan sebagai berikut:
1) KH Ahmad Dahlan lebih mempresentasikan sosok “man of action” daripada “man of thought”. Kisah pengajaran surah Al-Ma’un berbulan-bulan sampai menjadi “tafsir ‘amali” menjadi bukti nyata. Menjadikan Al-Qur’an sebagai aktivitas (praksis-sosial), dan tak semata-mata sebagai kata-kata suci. Beliau berhasil memadukan secara indah antara teosentrisme dan aktivisme social kemanusiaan. Hal ini memerlukan etos kerja dan mobilitas sosial yang berorientasi menebar manfaat dalam amal-amal sosial yang kongkret (al-itsar; altruistik); “membumikan Islam”, dan bukan slogan hampa.
2) KH Ahmad Dahlan mendirikan “voluntary association” agar dakwah tidak terpusat dan tergantung pada tokoh sentral, tetapi sistem. Selain itu beliau mengajarkan makna “ijtihad” : the idea of progress, sejarah yang selalu bergerak maju. Semuanya dalam bingkai “tajdid” : keseimbangan antara purifikasi (tsawabit) dan dinamisasi (mutaghayyirat).
3) Rasionalisasi yang dikembangkannya tak lain dari kritik terhadap nativisme yang tidak sesuai dengan ajaran Wahyu, serta bertentangan akal sehat manusia. Sebab itu pula, Sang Kiai melakukan “demistifikasi” dalam makna mengutamakan akhlaq karimah daripada klaim kesucian manusia yang hampa seperti pengakuan sepihak “oknum” aliran tasawuf yang menyimpang.
4) Dengan demikian, narasi dan praksis gerakan Kiai Dahlan sangatlah “Quráni”; dan murni digerakkan oleh spirit Wahyu; bukan filsafat, dan tidak pula ideologi pembebasan sekuler, meskipun dalam perjalanan sejarah gerakan pembaharuan ini sangat kaya dengan dinamika dan dialektika pemikiran.
5) Inti dari narasi yang digagas dan dilaksana- kan dalam praksis gerakan Kiai Dahlan dapat diringkas dalam satu kata “kemaju- an” (taqaddum ílmiy; hadlârah), lawan kata “kemunduran” (takhalluf/badâwah).
6) Pandangan hidup yang berhadap- hadapan dengan ruh tauhid, ilmu pengetahuan, dan kemajuan disebut sebagai “jahiliyah”, nisbah kepada karakter kejahilan permanen yang dimaknai sebagai suatu realitas buruk yang menghegemoni kehidupan masyarakat pra-kenabian berupa kejahilan manusia tentang ketuhanan Allah Taála, dan kebodohan mengenai the way of life para Rasul álaihimussalam.
7) Dalam Al-Qurán, terdapat empat makna yang terkandung dalam kata “jahiliyah”: a) “Dhannul jāhiliyah” [Ālu ‘Imrān:154]. Dimaknai sebagai kerancauan epistemologis; framework pemikiran spekulatif, skeptik; b) “Hukmul jahili- yah” [Al-Maídah:49-50] yaitu kejahiliahan dalam sistem politik dan pranata hukum; c) “Tabarrujul jahili- yah” [Al-Ahzab:33] sebagai kejahiliahan sistem sosial dan tradisi sekularistik; d) Hamiyyatul jahili- yah” [Al-Fath:26] sebagai watak kesombongan dan rasialistik.
8) Aspek terpenting dari peradaban Islam bahwasanya ia tegak di atas konsep dan praktek keimanan yang holistic; di mana tauhid tidak semata-mata dan ekslusif tentang persoalan langit (transcendental), tetapi juga ia termanifes- tasikan dalam pengalaman nyata keberagamaan sehari-hari; tauhid merupakan esensi peradaban; prinsip sejarah; prinsip ilmu pengetahuan; prinsip tentang perkara ghaib (eskatologis); prinsip akhlaq, etika, dan moralitas; prinsip social, politik, dan ekonomi; prinsip kehidupan global; termasuk pula prinsip estetika, seni, dan segala macam keindahan dalam kehidupan ini.
9) Pandangan hidup Islam seperti ini hanyalah dapat diterima dalam suatu ekosistem kehidupan yang “ilmiyah”, yang menicayakan masyarakatnya memiliki kebudayaan dan tradisi kehidupan yang bermutu tinggi, dan bervisi kemajuan yang melampaui realitas zamannya; tidak terkekang dengan kekinian (kontemporer) semata, dan tidak pula kedisinian (kontekstual). Dari sini kita pahami secara seksama perintah pertama kepada Nabinya ‘alaihissalam “iqra bismi Rabbikalladzi khalaq”.
Sumber: Instagram fathurramankamalofficial