KABARMUH.ID, Sulteng – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Provinsi Sulawesi Tengah akan menggelar Musyawarah Daerah (Musyda) pada 19 – 21 Juli 2024 mendatang. Perhelatan dua tahunan ini tentu menjadi momen penting, bukan hanya pergantian kepemimpinan formalitas , melainkan untuk silatulfiqr, bertukar piker dan gagasan.
Musyda ke-XV akan dilaksanakan di Kabupaten Donggala Sulawesi tengah dengna tema “Bersatu Menuju Sulawesi Tengah yang Berdaulat”. Sebagai organisasi otonom yang bergerak di ranah mahasiswa, IMM dengan trilogynya, sudah seharusnya menjadi garda terdepan untuk membentuk kader yang cakap, baik dari segi social, agama dan pemikiran.
Melihat fenomena yang berkembang hari ini yang dalam buku Simpul Romantika Ikatan (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Pondok Shabran UMS) dituliskan bahwa IMM hari ini dengan triloginya bahkan masih belum mampu untuk mengentaskan desakralisasi agama dalam tubuh IMM. Sehingga lanjut penulis, salah satu cara yang dilakukan adalah pengembangan kreatif minority berasis masjid.
Kreatif minority tentu dinilai sangat penting, sebab dengan itu, kerja-kerja ikatan yang universal dapat dengan mudah dipetakan, misalnya dengan membentuk kelompok diskusi filsafat, kelompok media kreatif dan lain sebagainya.
Adityawarman, yang merupakan salah satu calon ketua Umum dalam Musyda ini, turut mendukung kreatif minority ini, diejawantahkan dalam salah satu misinya, “Mengembangkan Intelektual Profetik melalui kreatif minority. Pria kelahiran Desa Bou kecamatan Sojol Donggala itu dalam misinya juga memiliki fokus pada massifikasi perkaderan IMM Sulteng.
Tentu, untuk mewujdkan IMM yang lebih baik lagi, dibutuhkan peran yang kolaboratif, semua berhak untuk berperan. Adityawarman berharap, tidak ada dikotomi kader yang akan menyebabkan IMM bahkan holing arah.
“Walaupun saya kuliah dan mengenyam perkaderan di Universitas Muhammadiyah Makassar, saya orang sulteng dan harus ikut andil untuk memajujan IMM yang ada di Sulawesi tengah,” ujarnya.
IMM untuk semua, jangan sampai ada perpecahan akibat dikotomi wilayah perkaderan hingga akhirnya membuat kader-kader tidak lagi objektif dalam memandang sesuatu,” Tutupnya.