KABARMUH.ID, Ponorogo – Griya Qur’an Al-Inayah terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan seiring dengan semakin meningkatnya jumlah santri yang menimba ilmu di griya. Salah satu prasarana yang ditingkatkan adalah pembangunan asrama.

Untuk itu, Griya Qur’an Al-Inayah Pulung Ponorogo mengadakan kegiatan launching asrama lantai 2 asrama dan mushola santri VIP class 1 asatidzah/pendamping yang dirangkai dengan tausiyah yang dihadiri oleh Drs. Muh Syafruddin, MA Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ponorogo, Jumat (29/3/24).

Kegiatan ini sukses dilaksanakan, pasalnya selain diikuti para santri, kegiatan ini juga dihadiri wali santri, para tokoh Muhammadiyah dan Aisyiyah serta pejabat pemerintahan Pulung.

Dalam tausiyahnya, Drs Muh Syafruddin MA menyampaikan tentang menyelami ilmu Al-Qur’an. Al-Quran merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ini adalah sumber ilmu dan hukum. Oleh karena itu, mengetahui dan memahaminya adalah suatu keniscayaan.

“Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia, sebagai pedoman hidup (way of life) yang dengannya dijamin akan keselamatan di dunia dan akhirat,” ujarnya.

Selain itu Al-Quran merupakan sumber inspirasi dan Ilmu Pengetahuan bagi umat Islam, didalamnya terdapat berbagai informasi tentang ilmu alam, sains, peradaban, dan teknologi. Karena itu Al-Quran perlu dieksplorasi dan digali.

“Semakin kita memiliki ilmu yang canggih dan komplit maka kita akan mendapatkan nikmat Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai hidayah untuk manusia”, kata Drs Muh Syafruddin MA

Ada tiga pemahaman Al-Qur’an yang biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan “membaca”, yaitu: qira’ah, tartil, dan tilawah sebagaimana tercantum dalam tiga surat berikut:

• Al-‘Alaq (iqra’ bismi rabbik) = bacalah dengan nama Tuhanmu,
• Al-Jumu’ah (yatlu ‘alaihim ayatina) = membacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, dan
• Al-Muzzammil (wa rattilil Qur’ana tartiila) = dan membacalah Al-Qur’an secara perlahan-lahan).

Secara umum, menerjemahkan bahasa ketiga tersebut sebagai “membaca” memang tidak salah, namun kurang lengkap dan belum sempurna . Dalam penggunaan bahasa Arab maupun Al-Qur’an sendiri, ketiganya bisa saling menggantikan. Namun, dengan penelitian kamus-kamus dan kitab-kitab tafsir, akan terlihat jelas bahwa kata “membaca” dalam bahasa Indonesia tidak mampu mewakili makna asli dari qira’ah, tartil dan tilawah secara sempurna. Mau tidak mau kita harus menganalisis ketiganya secara lebih rinci jika ingin memahami maksudnya secara utuh.

Makna Qira’ah. Asalnya, kata ini berarti menyatukan huruf atau kalimat dengan selainnya dalam suatu bacaan. Makna Tartil Arti dasar tartil adalah sesuatu yang terpadu (ittisaq) dan tersistem secara konsisten, yaitu melepaskan kata-kata dari mulut secara baik, teratur, dan konsisten.

Makna tilawah awalnya adalah mengikuti secara langsung dengan tanpa benang, yang secara khusus berarti mengikuti kitab-kitab Allah, baik dengan cara qira’ah atau menjalankan apa yang terkandung di dalamnya.

Ia juga menambahkan bahwa ketiga macam metode membaca Al-Qur’an ini, yakni qira’ah, tartil, dan tilawah, masing-masing memiliki fungsi yang khas. Fungsi-fungsi tersebut harus diseimbangkan secara proporsional agar pengaruh ayat-ayat Al-Qur’an benar-benar meresap dan membekas dalam perilaku serta karakter seorang muslim.

Kontributor: Dita Fitria Wati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here