BeritaFeaturedJakartaPersyarikatan

Saad Ibrahim: Di Atas Literasi Ada Teologi, Dakwah Digital Harus Berakar pada Tauhid

KABARMUH.ID, Jakarta – Dunia digital bukan hanya soal teknologi, tapi juga tentang kesadaran spiritual. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. H. Sa’ad Ibrahim, MA dalam sambutan lanjutan kegiatan Akademi Dai Digital Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PP Muhammadiyah di Aula Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sabtu-Ahad, 21–22 Juni 2025.

Menurutnya, kehadiran akademi ini adalah bagian dari pengingat bagi seluruh kader bahwa perjalanan dakwah belum usai. Tugas Pimpinan Pusat bukan semata-mata mengelola organisasi, tetapi menyadarkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan. Jika tidak, berarti dakwah berhenti.

“Digital itu bukan makhluk dari langit, bukan pula tumbuhan yang tumbuh sendiri. Itu adalah karya manusia, hasil dari amal manusia, ciptaan manusia,” ungkapnya.

Karena itu, lanjutnya, dunia digital perlu dipahami bukan hanya sebagai perkembangan teknologi, tapi juga sebagai bagian dari hasil perpaduan ilmu pengetahuan dan kreativitas manusia. Maka dalam konteks dakwah, penting bagi para dai untuk memahami teknologi sebagai sarana, bukan tujuan.

Saad Ibrahim menegaskan bahwa umat Islam tak hanya dituntun untuk menghadapi manusia, tapi menghadapi dunia literasi—sebuah ranah yang melibatkan kombinasi antara science dan technology. Namun, yang lebih penting dari itu adalah kesadaran bahwa di atas literasi ada teologi.

“Ayat pertama yang turun adalah Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Ini bukan sekadar perintah membaca. Tapi membaca dengan menyebut nama Tuhan. Artinya, literasi dalam Islam harus berlandaskan tauhid,” tegasnya.

Dalam konteks penciptaan manusia, beliau mengutip peristiwa dialog malaikat saat Allah hendak menciptakan manusia. Malaikat mempertanyakan potensi kerusakan yang akan ditimbulkan oleh manusia. Namun Allah menjawab singkat: “Inni a’lamu maa laa ta’lamuun”—Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.

“Manusia itu makhluk baru, tapi diberi Allah ilmu. Maka kekuatan manusia bukan pada fisiknya, tapi pada isi dari fisik itu: ilmu. Dan hari ini, kekuatan itu tampil dalam bentuk perpaduan antara ilmu dan teknologi,” jelasnya.

Karena itu, dalam menghadapi era digital, para da’i Muhammadiyah harus memiliki landasan teologis yang kuat, wawasan keilmuan yang luas, dan keterampilan teknologi yang mumpuni. Bukan untuk menjadi pengikut tren, tetapi untuk mengarahkan arus zaman kepada nilai-nilai Islam yang mencerahkan.

“Kalau dakwah kita hanya mengejar popularitas atau follower, maka kita kehilangan arah. Tapi jika dakwah kita dibangun atas dasar tauhid dan ilmu, maka itu akan menjadi kekuatan perubahan yang sejati,” pungkasnya.

Akademi Da’i Digital Muhammadiyah menjadi ruang penggodokan kader da’i muda agar tak hanya mampu menembus platform digital, tetapi juga menjelma sebagai Aamir yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar—berpijak pada ilmu, bergerak dengan hikmah, dan menyebar cahaya tauhid ke seluruh penjuru dunia maya.

Kontributor: Ain Nurwindasari

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button