
KABARMUH.ID, SURAKARTA – Sampah masih menjadi persoalan yang seolah tiada habisnya. Di Indonesia, ihwal sampah belum sepenuhnya tertangani. Padahal ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah.
Setidaknya ada dua langkah yang jamak digunakan untuk menyelesaikan bab sampah di Indonesia, yakni eco-enzyme dan biopori. Eco-enzyme adalah cairan alami hasil fermentasi sampah organik.
Sementara biopori adalah lubang dalam tanah untuk menampung sampah organik. Lubang ini juga digunakan untuk menyerap air hujan sekaligus membuat pupuk kompos.
Dua jenis pengolahan sampah inilah yang coba diperkenalkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) melalui program Desa Binaan 2025. Program itu merupakan bagian dari Penelitian dan Pengabdian Ormawa 2025 yang digelar di Desa Ketoyan, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Ketua Pelaksana Desa Binaan 2025 Maulana Bayu mengatakan pengenalan eco-enzyme dan biopori itu dilakukan agar masyarakat Desa Ketoyan mampu mengolah sampah organik secara mandiri.
“Kami mengajak warga untuk langsung mempraktikkan cara membuat eco-enzyme dari limbah organik rumah tangga serta lubang biopori untuk mengurangi genangan air dan sampah organik,” ujar lelaki yang akrab disapa Bayu itu, Jumat (10/10).
Selama sosialisasi dilakukan, warga diberi kesempatan untuk mempraktikkan langsung pembuatan dan pemasangan biopori. Warga juga berkesempatan membuat eco-enzyme langsung dengan memanfaatkan sampah organik rumah tangga.
Bayu menjelaskan penggunaan eco-enzyme dan biopori memiliki manfaat tambahan selain mengatasi persoalan sampah. Kedua benda itu turut mendukung penanganan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Ketoyan. Pemanfaatan sampah organik ini akan mengurangi sarang jentik nyamuk Aedes aegypti alias nyamuk demam berdarah.

Steering committee Desa Binaan 2025 Aulita Keisya Darmawan mengatakan program ini berangkat dari keprihatinan BEM Fakultas Farmasi UMS terhadap tingginya kasus DBD di Desa Ketoyan.
“Diharapkan dengan inovasi yang sederhana dan murah, warga mampu menerapkan kebiasaan baru yang bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya,” harap Aulita.
Kegiatan di Desa Ketoyan, lanjut Aulita, dilakukan selama dua hari, yakni 23 Agustus dan 20 September 2025 yang diikuti sebanyak 28 warga. “Terdiri dari ibu-ibu PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), kader posyandu, dan karang taruna,” imbuhnya.
Program bertajuk “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan Demam Berdarah melalui Pemanfaatan Eco Enzyme dan Biopori” ini menjadi langkah BEM Fakultas Farmasi UMS untuk mendorong masyarakat Desa Ketoyan agar lebih peduli dengan kesehatan dan lingkungan.
Kehadiran program ini diharapkan dapat menjadi contoh inspiratif bagi organisasi mahasiswa lainnya di UMS untuk memberdayakan masyarakat berbasis lingkungan dan kesehatan. (Gede/Humas)
editor: unaise albunayya



