Oleh: Najihus Salam, Kader IMM Shabran UMS
Setelah mengamati dan banyak mendengar sambutan para orang-orang yang memiliki posisi sentral di struktural Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), khususnya IMM Jawa Tengah, ditambah kami cukup rutin mendiskusikan posisi ikatan pada saat ini. Subjektif saya menilai, IMM Jawa Tengah khususnya saat ini terkesan kehilangan kompas, tidak punya arah pergerakan.
Ketika saya mengikuti Lokakarya Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman (TKK) IMM se-Jawa Tengah di Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP) tanggal 20-21 Januari 2024, IMMawan Untung selaku Ketua Umum menyampaikan sambutan seakan-akan IMM Jawa Tengah per hari ini adalah IMM yang unggul dalam menunggangi TRIKODA IMM, religiusitas, intelektualitas dan humanitas.
Intelektual yang Menggemaskan
Dimulai dengan intelektualitas, ia mengklaim kegiatan “International Conference” yang diadakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta tanggal 17 Januari 2024 lalu adalah salah satu upaya untuk membantu gerakan internasionalisasi Muhammadiyah melalui jalan intelektual. Hal ini bagi saya adalah statement yang menggemaskan dan sangat lucu, karena mendefinisikan intelektual dengan sangat sempit. Saya memahami intelektual dari pemaknaan Cak Nur, bahwa intelektual bukan hanya sekadar memperkaya diskursus keilmuan, tapi harus responsif terhadap dinamika dalam masyarakat dan perkembangan zaman. Muncul pertanyaan besar, dimana posisi IMM Jawa Tengah saat ini dalam merespon dinamika yang ada dimasyarakat?.
Jika ditelisik pun, seberapa banyak kader IMM yang mengikuti konfrensi internasional tersebut? Ketika saya melakukan pencarian di google dengan pencarian diksi “IMM Jawa Tengah”, ternyata IMM Jawa Tengah satu tahun belakangan ini tidak ada sama sekali karya intelektual yang dilahirkan, justru yang saya temukan hanya berita-berita pelantikan dan sambutan. Sungguh miris IMM yang dikatakan Ayahanda Prof. Dr. Haedar Nashir sebagai kader muda intelektual muhammadiyah saat sambutan pembukaan Muktamar di Palembang lalu, tetapi tidak memiliki kontribusi gagasan yang bisa merangsang pemikiran melalui ruang-ruang digital.
Tabligh hanya Mengejar Tren Semata
Lokakarya Bidang TKK IMM se-Jawa Tengah pun, saya menilai gagasan pemikiran yang ditawarkan didalamnya bukan berdasar kepada kebutuhan dan kesadaran, justru subjektif saya menilai agenda tersebut hanya dilaksanakan agar terlaksananya program kerja dan eksistensi semata. Saya menilai demikian, karena jelas ketika stadium general, Ayahanda Drs. H. Jumari selaku Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah menyampaikan bahwa banyak saat ini masjid-masjid Muhammadiyah justru kader-kader IMM tidak muncul batang hidungnya di masjid.
Ayahanda Jumari sebenarnya menyarankan hal yang simple saja, bahwa kader-kader IMM harusnya ikut bahkan jadi aktor yang memakmurkan masjid, bukan menjadi pemain cadangan apalagi tidak kelihatan di masjid. Muncul pertanyaan besar sekaligus sebagai refleksi kita bersama, jika melihat masjid-masjid, khususnya masjid yang ada dikampus Muhammadiyah, terlebih IMM memiliki posisi istimewa dikampusnya sendiri. Namun, seberapa banyak kader IMM yang mengisi ruang-ruang sebagai aktivis masjid kampus sendiri? Mari berfikir reflektif.
Saya mengikuti Lokakarya TKK kemarin di UMPP, utusan para TKK setiap cabang pun kurang responsif terhadap apa yang menjadi keresahan ayahanda, justru diskusi lokakarya tersebut yang diperdebatkan bukan yang sifatnya substansial. Tidak ada sama sekali yang mengarah bahwa hadirnya TKK di IMM salah satu nya bertujuan untuk memakmurkan masjid, khususnya masjid kampus muhammadiyah.
Mengingat Kembali Orientasi Ikatan
Begitupula saya rasa dengan masalah-masalah didalam internal ikatan yang lain dan begitu kompleks saat ini. Apakah kondisi IMM saat ini benar-benar mampu mengaktualisasikan tujuannya? Meminjam istilah Ayahanda Ahmad Norma Permata bahwa IMM adalah pasukan elit Muhammadiyah, mampukah menyelesaikan problem-problem yang begitu kompleks saat ini?.
Dengan pendefinisian IMM sebagai pasukan elit Muhammadiyah, saya rasa kader IMM memiliki tugas besar. Sudah seharusnya IMM hari ini kembali kepada orientasi pergerakan mengapa ia lahir.
Jika membaca sejarah, rahim IMM Jawa Tengah banyak melahirkan pasukan inti Muhammadiyah, seperti Prof. Zakyuddin Baidhawi, Dewan Pakar MPKSDI PP Muhammadiyah yang memiliki kefokusan akademik dan rutin menulis setiap pekan disolopos, Dr. Syamsul Hidayat yang sekarang sebagai Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ul Haq, sebagai LKKS PP Muhammadiyah dan masih banyak kader-kader jebolan IMM Jawa Tengah yang tidak disebutkan.
Djazman Al-Kindi selaku Ketua Umum Pertama sekaligus Pendiri IMM saya rasa IMM dulu tidak serat dengan kepentingan-kepentingan seperti saat ini, apalagi hampir dalam segala aspek dikaitkan dengan politik yang kurang sehat. Kader IMM rasanya perlu kembali membaca pemikiran-pemikiran senior sendiri.
Pemikiran pendiri IMM saya rasa perlu diviralkan kembali untuk menjaga orientasi pergerakan IMM, dalam bukunya “Amal Ilmiah, Ilmu Amaliah” saya berasumsi Djazman Al-Kindi menginterpretasikan ulang pemikiran K.H Ahmad Dahlan dengan slogan amal ilmiah, ilmu amaliah, bahwa manusia ketika melakukan sesuatu memiliki landasan yang kokoh, dan ketika memahami sesuatu dan mendapatkan pengetahuan, itulah yang kemudian diamalkan. Maka, saya berasumsi dari hal tersebutlah bahwa sosok kader IMM harusnya bukan hanya menjadi manusia amal, tetapi juga sebagai manusia pemikir. Sebagaimana seperti dua tokoh besar itu.
Sebaiknya kader IMM bisa berfikir reflekif dan menghadirkan kesadaran sejarah. Saya rasa kita perlu kembali membaca sejarah mereka, bukan untuk terjebak dan berkutat serta larut dalam romantisme sejarah. Namun, untuk kembali mengambil semangat zaman yang diharapkan bisa dikontekstualisasikan dengan perjuangan kita sekarang.
IMM sekarang Kehilangan Arah
Saya mengamati IMM perhari ini, terlebih di Jawa Tengah, tidak memiliki arah yang jelas. Memahami dari Prof. Dr. Haedar Nashir bahwa organisasi itu seperti ikan, dan ikan itu busuk dari kepalanya, ketika busuk kepalanya, maka seluruh badan yang lain pun dalam waktu dekat akan ikut busuk.
Saya berasumsi ada beberapa hal yang menyebabkan ketidakjelasan arah pergerakan perhari ini. Salah satunya yaitu tidak konsisten merawat perkaderan. Maksudnya yaitu tidak fokus terhadap tanggungan dan tuntutan masalah. Sebagai contoh agenda Lokakarya TKK IMM Jawa Tengah kemarin, sampai sekarang tidak ada follow up atas tanggungan bahwa kader IMM harus hadir memakmurkan masjid. Tidak ada tindak lanjut dari kegiatan tersebut. Sangat disayangkan hampir disetiap perkaderan di IMM lupa untuk di tindak lanjut lagi, kemudian proses tindak lanjut itu, diperhatikan lagi apakah membawa perubahan yang baik atau tidak.
Kemudian faktor selanjutnya, yaitu sibuk mencari ketenaran semata diruang digital. Alhasil, perkaderan-perkaderan yang ada hanya sebatas seremonial sesuai kebutuhan digital. Kader-kader pun ketika perkaderan sibuk untuk berfoto-foto dan melupakan tuntutan dan tindak lanjut perkaderan.
Asumsi saya selanjutnya yang menjadi masalah adalah tidak ada kolaborasi perkaderan. Perkaderan perhari ini saya melihat mengejar eksistensi masing-masing padahal memiliki tujuan yang sama, semisal di cabang yang berdekatan tetapi mengadakan perkaderan yang sama dalam waktu dekat, mungkin baik saja sebagai kebutuhan kader mereka. Akan tetapi, menurut hemat saya akan menjadi lebih baik ketika perkaderan itu dikolaborasikan, bukan hanya menambah khazanah pemikiran, tetapi juga menambah khazanah system perkaderan.
Kemungkinan besar, menurut saya karena ketiga faktor tersebut yang mengakibatkan IMM perkaderannya tidak membuahkan hasil. Selama hal-hal tersebut masih mandarah daging dalam tubuh IMM, maka selama itu pula IMM akan kehilangan arah saya rasa.
Penutup
Begitu banyaknya permasalahan-permasalahan IMM, terlepas dari itu semua, IMM saya rasa masih ditunggu pergerakan oleh masyarapat terlebih oleh ayahanda dipersyarikatan. Akan tetapi, jika masalah-masalah tersebut masih ada dalam tubuh ikatan, sangat disayangkan jika IMM dimasa yang akan datang tidak lagi didambakan, tidak lagi ditunggu pergerakannya.
Menurut saya, sudah seharusnya IMM melakukan evaluasi. Baik evaluasi pergerakan maupun evaluasi perkaderan, mengapa tidak memberi dampak yang nyata? Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan refleksi dan tumbuh kesadaran terhadap pergerakan dan perkaderan yang telah dibangun. Sudah saatnya diwaktu yang tidak muda lagi, IMM memberi dampak yang nyata, memberikan perubahan yang baik. Bukan waktunya lagi mengedepankan ikatan demi eksistensi pribadi maupun organisasi semata.
Mari bergerak dengan kajian yang matang, atas dasar kesadaran. Bukan lagi hanya karena eksistensi semata. Abadi Perjuangan!