Tafsir falsafi menjadi corak penafsiran yang berkembang pada pertengahan periode dimulai dengan munculnya produk penafsiran yang sistematis dalam bentuk buku atau terkodifikasi dengan baik dan sekilas menggunakan teori filsafat dalam interpretasi Al-Quran.

Adapun filsafat adalah hasil aktivitas berpikir manusia yang radik hingga ke akar-akarnya, rasional serta komprehensif. Dalam perkembangannya ada beberapa aliran yang lahir, yakni ada dua aliran besar, materialisme dan idealisme.

Bertrand Russel  menjelaskan bahwa filsafat merupakan jenis pengetahuan yang memberikan kesatuan dan sistem melalui pengujian kritis terhadap dasar-dasar keputusan, prasangka prasangka dan kepercayaan.

Hal ini disebabkan pemikiran filsafat bersifat mengakar yang mencoba memberikan jawaban menyeluruh dari A-Z, mencari yang sedalam dalamnya sehingga melintasi fisik dan non fisik.

Dalam sudut pandang seorang beragama, dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui hal yang berkenaan dengan manusia dibutuhkan pengetahuan dari pencipta yang maha mengetahui melalui wahyu, karena memang manusia adalah satu satunya makhluk yang diciptakan atas peta gambaran tuhan yang dihembuskan kepadanya ruh ciptaanya. Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia,bahkan manusia adalah makhluk pertama yang telah disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama.

Tafsir falsafi  dalam Tafsir Al-Mizan Fii Tafsir Al Quran adalah bagaimana para filsuf membawa pemikiran pemikiran filsafat dalam memahami ayat ayat al quran. Tafsir falsafi adalah penafsiran yang menggunakan pisau filsafat dalam membedah ayat Al-Quran.

Tokoh-tokoh filsafat muslim diantaranya Al Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd. Diantara gagasan asing telah dipaksakan ke dalam Al-Qur’an oleh para filsuf Muslim, dapat dilihat dalam penjelasan mereka mengenai kebangkitan manusia di akhirat kelak.

Tafsir Falsafi juga kategori Tafsir Tahlili

Jika ditinjau dari segi kecenderungan para penafsir. Tafsir falsafi termasuk kategori tafsir tahlili, yakni salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat ayat Al-Quran dari seluruh aspeknya. Tafsir falsafi muncul  setelah filsafat berkembang pesat di dunia Islam.

Kelompok yang menolak ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan para filsuf. Mereka tidak mau menerima filsafat karena mereka menganggap bahwa filsafat bertentangan dengan agama, maka mereka melarang orang untuk
mempelajarinya.

Dari pembahasan tentang tafsir falsafi dapat ditarik satu konklusi bahwa tafsir falsafi yang lebih berkembang serta dapat di telusuri interpretasi ayat ayat qauliyah lebih cenderung pada penafsiran pemikiran filsafat atau teori filsafat yang dijadikan sebagai bahan untuk menafsirkan dan memahami ayat Al-Quran. Jika ditelusuri dari karya tafsir pada mufassir tidak ada satu karya lengkap yang bercorak tafsir murni. Oleh sebab itu, interpretasi filosofis didominasi oleh para filsuf yang benar benar memahami seluk beluk dunia filsafat sebagai pisau untuk menghasilkan interpretasi filosofis.

Hal di atas adalah salah satu faktor berkembangnya corak tafsir falsafi. Faktor lain yang menyebabkan kurang berkembangnya adalah kurang adanya keberanian umat muslim saat itu yang kompeten dalam bidang tafsirul quran untuk menginterpretasi ayat al quran dengan pisau filsafat.

Ciri-ciri Tafsir Falsafi

Setiap corak ataupun metode dalam penafsiran Al-Qur’an, memiliki ciri masing-masing. Muhammad Ali ar-Ridhā’ȋ al-Isfāhani memberikan karakteristik tafsir falsafi sebagai berikut.

  1. Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berhubungan dengan wujud Allah dan sifat-sifat-Nya.
  2. Memperhatikan ayat-ayat mutasyābihāt.
  3. Menakwilkan zahir Al-Qur’an dan merekonsiliasikan antara pendapat filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, serta mengambil ayat-ayat yang sesuai dengan filsafat.
  4. Memanfaatkan akal dan bukti (burhan) dan mengadopsi pendekatan ijtihad dan rasional dalam tafsir.

Motif untuk interpretasi adalah pertahanan pandangan filosofis dan teori-teori filsafat pada khususnya.

Kita harus paham bahwasannya yang menjadi ciri khas dari kajian tafsir falsafi adalah penafsirannya yang dominan terkait wujud dan sifat Allah melalui pendekatan filsafat. Selain itu tafsir falsafi cenderung menjelaskan penafsiran dari ayat-ayat mutasyābihāt, menakwilkan zahir ayat-ayat Al Qur’an, dan merekonsiliasikannya dengan filsafat.

Artinya, penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an harus sejalan dan sealur dengan filsafat. Dengan demikian, pendekatan ini mutlak memanfaatkan akal serta mengadopsi pendekatan ijtihad dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Hal yang menarik untuk dikritisi dari ciri yang diberikan ar-Radha’i di atas adalah motif interpretasi dengan pendekatan filasafat adalah untuk mempertahankan pandangan filosofis dan teori-teori filsafat pada khususnya.

Ciri-ciri tafsir falsafi yang telah dikemukan oleh ar-Radhā’ȋ, sesuai dengan yang disebutkan oleh Al-Dzahabi. Al-Dzahabi mengatakan bahwa tafsir falsafi menggunakan pentakwilan terhadap nushus al-diniyah dan hakikat syariah, menyesuaikan dengan pemikiran filsafat, dan atau menggunakan pendekatan filsafat dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Editor: Najih

Penulis: Tiffani Lovely

Mahasiswi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UMS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here