Oleh: Muhammad Ibnu Masngud
Kader IMM Pondok Hajjah Nuriyah Shabran UMS

Hari Esok Yang Mencemaskan

Dalam hidup ini ada yang disebut dengan hari kemarin, hari esok, dan hari ini. Hari kemarin dengan segala peristiwanya terkadang menimbulkan kesedihan, itulah masa lalu. Hari esok dengan segala misterinya terkadang melahirkan kecemasan, itulah masa depan. Sedangkan hari ini adalah apa yang ada di hadapan. Tidak seorangpun yang tahu secara pasti bagaimana hari esok akan terjadi, itulah sebab timbulnya kekhawatiran dan kecemasan.

Dalam bidang psikologi belakangan populer istilah Quarter Life Crisis (krisis seperempat abad). Istilah ini digunakan untuk menggambarkan fenomena krisis mental yang dialami seseorang pada kisaran usia 20-30 tahun. Pada kondisi ini seseorang mencemaskan masa depannya secara berlebihan sebab ketidakpastian akan hidupnya kelak. Jika dibiarkan begitu saja kondisi ini akan berpotensi mendatangkan dampak negatif yang bisa merusak masa depan. Diantara contoh dampaknya adalah depresi, tidak percaya diri, implusif, dan sulit mengambil keputusan.

Upaya Meredam Kecemasan

Islam memberikan panduan hidup bagi pemeluknya dalam segala aspek kehidupannya, termasuk permasalahan psikis. Lalu apa yang Islam tawarkan untuk mengatasi fenomena diatas?. Untuk menghadapi fase Quarter Life Crisis, penulis mencoba mengemukakan setidaknya tiga hal yang merupakan hasil inspirasi dari ajaran Islam serta perkataan para ulama dan ilmuwan.

Husnuzan

(أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِ بِيْ، إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ، وَ إِنْ شَرًّا فِشَرٌّ  ) “Aku sesuai dengan prasangka hamba kepada-Ku, Jika prasangka itu baik maka kebaikan baginya, dan jika prasangka itu buruk maka keburukan baginya”. Begitulah yang disampaikan Allah Swt sang penentu masa depan setiap manusia. Selain menjadi kewajiban bagi setiap muslim, prasangka atau pikiran yang positif juga membuat kondisi psikis menjadi lebih baik. Pikiran menjadi lebih fokus, hati tentram, dan energi tidak terbuang sia-sia.

Terus Bergerak

Salah satu perkataan Imam Syafi’ yang populer (إِنِّيْ رَيْتُ وُقُوْفَ المَاءِ يُفْسِدُهُ, إِنْ سَالَ طَابَ, وَ إِنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ) “Aku melihat diamnya air merusak dirinya sendiri, jika ia mengalir maka ia menjadi jernih, dan jika dia menggenang maka ia menjadi keruh”. Semakin deras aliran air, kerjernihan dan manfaatnya akan makin bertambah. Begitu juga hidup, semakin keras perjuangannya semakin berarti dan berguna hidupnya. Disadari maupun tidak, terkadang manusialah yang merusak dirinya sendiri dengan tidak melakukan apa-apa dan menyia-nyiakan waktunya yang begitu berharga.

Banyaknya waktu kosong yang tidak dimanfaatkan dengan kegiatan positif juga akan membuat pikiran melayang kemana-mana. Kondisi demikian berpotensi menjadikan seseorang semakin tenggelam dalam kecemasannya. Manusia perlu terus bergerak serta beraktivitas untuk bertahan hidup dan mencegah pikiran-pikiran yang negatif. “Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving (hidup ini seperti mengendarai sebuah sepeda, untuk menjaga keseimbanganmu, kamu harus tetap bergerak)”. Begitu kata Albert Einstein.

Fokus Pada Hari Ini

Hari ini adalah hasil dari perjuangan di hari kemarin, sedangkan hari esok adalah hasil dari perjuangan di hari ini. Seseorang yang menghabiskan energi dan waktu hanya untuk mencemaskan hari esok sejatinya ia justru sedang merusak masa depannya. Aaidh Al-Qarni dalam bukunya La Tahzan mengatakan “Tak usah risau akan hari esok, fokuslah dengan perjuangan hari ini, karena hari esok akan baik-baik saja jika engkau bisa melewati hari ini dengan baik”. Jadi hari ini adalah kunci sekaligus penentu hari esok.

Kesimpulan

Masa depan dengan segala misterinya di bawah ketentuan Allah Swt sepenuhnya. Namun bukan berarti manusia hanya pasrah dan tidak melakukan apapun. Karena Allah Swt dengan segala kebijaksanaan-Nya menentukan masa depan manusia berdasarkan jerih payah mereka. Memang tidak ada manusia yang dapat memastikan bagaimana hari esok terjadi. Namun masa depan manusia bisa diprediksi dan tergambarkan dengan bagaimana ia melewati hari ini.

 Point-point yang penulis utarakan juga sebagai ikhtiar untuk menggapai masa depan yang baik dan meredam kecemasan terhadapnya. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَ الْحَزَنِ)) “Ya Allah, hamba berlindung pada Engkau dari kecemasan (terhadap masa depan) dan kesedihan (Terhadap masa lalu)”. La haula wala quwwata illa billah. Wallahu a’lam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here