
KABARMUH.ID, SURAKARTA – Ditengah hiruk-pikuk dinamika politik di Indonesia dan nilai-nilai hukum yang semakin mengikis. Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) Pondok Hajjah Nuriah Shabran menawarkan solusi, dengan menggelar Seminar Kebangsaan bertemakan “Revitalisasi Nilai Kebangsaan: Telaah Kritis Politik Hukum di Indonesia” pada Selasa (21/10), di Ruang Pascasarjana UMS.
Kegiatan ini sebagai ajang edukasi kepada mahasiswa agar melek terhadap isu-isu politik dan dinamika pemerintahan di Indonesia. Karena mahasiswa merupakan Agent Of Change, yang tak bisa luput dari isu-isu yang marak, untuk menjadi solusi atas problematika bangsa dan negara.
Dalam Sambutannya, Oyan Sugianto, Selaku ketua panitia, membedah tema yang diusung pada seminar kebangsaan ini “Revitalisasi Nilai Kebangsaan: Telaah Kritis Politik Hukum di Indonesia”.

“Revitaslisasi Nilai Kebangsaan sebagai bentuk ikhitar atau upaya untuk terwjudnya eskalasi pemahaman-pemahaman ideologi kebangsaan. Sedangkan Telaah Kritis Politik Hukum di Indonesia untuk memahamkan bahwa pada abad ke-15 ada istilah bahwa politik adalah ilmu tertinggi dari segala ilmu, sehingga banyak kebijakan-kebijakan hukum yang keluar atas dasar kepentingan-kepentingan politik sendiri,” terangnya. Selasa, (21/10).
Selaras dengan itu, Ketua Umum PK IMM Pondok Hajjah Nuriah Shabran, Muhammad Fikri Azka, menjelaskan bahwa banyak kader-kader IMM atau Muhammadiyah yang berdiaspora ke dunia perpolitakan dan pemerintahan, sehingga harus dijadikan teladan dan acuan untuk lebih melek terhadap dunia politik dan dinamika pemerintahan.
“Banyak dari kader-kader IMM atau Muhammadiyah yang sudah berkcimbung di dunia politik, sehingga bisa berdiaspora di pemerintahan. Maka langkah-langkah ini harus menjadi acuan bagi para kader IMM saat ini, agar lebih melek terhadap dinamika politik dan pemerintahan bangsa ini,” pungkasnya.

Dalam pemaparan materinya, Zia Khakim, S.H., M.H. menyampaikan kritik terhadap kondisi politik di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa demokrasi di Indonesia masih belum matang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Buya Syafi’i Ma’arif yang menilai bahwa ketidakmatangan demokrasi di Indonesia disebabkan oleh kualitas politisi yang belum ideal serta maraknya praktik politisasi agama yang justru merusak nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Sebagai solusi atas persoalan tersebut, Zia menegaskan pentingnya keterlibatan langsung generasi muda, khususnya mahasiswa, dalam dunia politik. Ia menekankan bahwa mahasiswa memiliki peran sebagai agent of control pengawas jalannya kekuasaan. Dengan terlibat langsung dan berada dekat dengan pusat kekuasaan, maka akses untuk menyuarakan kebenaran akan lebih terbuka dan aspirasi masyarakat bisa lebih mudah didengar.
Zia mencontohkan sosok Din Syamsuddin sebagai tokoh yang aktif mendorong perubahan dengan menempatkan kader-kader umat di posisi strategis melalui program kaderisasi, guna mencetak individu yang berwawasan global dan berdaya saing tinggi.
Senada dengan itu Anas Asy’ari Nasuha, S.H selaku pemateri yang kedua juga menjelaskan politik hukum di Indonesia sebagai refleksi kebangsaan
“Indonesia adalah negara hukum yang artinya ketika kita ingin menumbukan sebuah kebijakan atau menyuarakan suara yang menyangkut hak orang lain ada satu yang paling mahal yaitu tanda tangan karena berfungsi sebagai persetujuan dan bukti otensitas dokumen,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anas menyampaikan bahwa hukum di Indonesia sering kali tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
“Hukum cenderung lemah terhadap rakyat kecil namun tegas terhadap pihak pemegang kekusaaan. Saya juga menyoroti bahwa banyak kebijakan hukum diwarnai oleh kepentingan politik. Oleh karena itu, menurut saya, aktivis mahasiswa perlu memahami kondisi dan arah politik di Indonesia agar bisa bersikap kritis dan tepat dalam menyikapi berbagai isu.” Tutupnya.
Harapan diadakannya seminar kebangsaan ini, agar para mahasiswa, yang sejatinya adalah seorang aktivis, tidak buta akan dunia politik. Karena dengan memahami dunia politik kita bisa tahu kebijakan-kebijakan nyeleneh yang dibuat oleh pemerintah, dan tugas kita sebagai mahasiswa adalah meluruskan kebijakan tersebut.
Kontributor: Muhammad Farhan
Editor: Dwi Kurniadi



