Oleh : Indri Awy Prathiwi (202110230311008)

Saat ini Indonesia sedang sampai pada titik menentukan berhasil atau tidaknya cita-cita yang terkandung dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Yaitu cita- cita untuk memajukan kesejahteraan Bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Namun meskipun sudah berdiri selama 76 tahun Pendidikan di Indonesia masihlah kurang dan perlu banyak perbaikan. Tenaga pendidik di Indonesia juga belum merata, kebanyakan dari mereka akan memilih untuk bekerja didaerah perkotaan, hal tersebut menyebabkan beberapa daerah kekurangan guru yang berkualitas. Kurikulum yang masih bersifat teoritis membuat beberapa sekolah jarang mengadakan praktikum atau membekali murid dengan soft skill dan hard skill. Penyebaran sarana Pendidikan juga masih belum merata, banyak daerah-daerah terpencil yang belum memiliki sarana Pendidikan yang baik, sehingga para murid dan guru kekurangan peralatan sekolah dan tempat yang memadai.

Sejak dulu banyak tokoh-tokoh Pendidikan yang muncul dengan ide-ide mereka, salah satunya adalah Paulo Freire. Masyarakat Indonesia sudah mulai banyak mengetahui tentang pemikiran dan karya-karya Paulo Freire. Salah satunya adalah buku berjudul ‘Pendidikan Kaum Tertindas’. Buku ini ditulis oleh Paulo Freire dari hasil pengamatannya selama enam tahun dalam pengasingan politik dan dari berbagai kegiatan Pendidikan yang dilakukan Freire di Brazil.

Paulo Freire lahir pada 19 September 1921 di Recife, dari pasangan suami istri Joaquim Temistocles Freire dan Edeltrus Neves Freire. Paulo Freire adalah ahli di bidang Pendidikan yang memiliki peran sangat penting bagi system Pendidikan dunia. Paulo Freire sempat merasakan kelaparan karena adanya krisis ekonomi di Amerika Serikat pada 1929 melanda Brazil. Karena kejadian itu Freire bertekad untuk mengabdikan diri dan kehidupannya pada perjuangan melawan kelaparan agar anak-anak yang lain tidak sampai merasakan kesengsaraan yang dia pernah rasakan. Setelah menikah dengan Elza Maia Costa Oliviera pada 1944 dan dikaruniai oleh tiga orang putri dan dua orang putra, perhatiannya mengenai teori-teori Pendidikan mulai tumbuh.

Menurut Freire Pendidikan adalah jalan untuk mencapai pembebasan dan humanisasi adalah hal yang harus diperjuangkan. Karena sejarah menunjukkan bahwa humanisasi dan dehumanisasi merupakan alternatif yang nyata. Di dalam perjuangan humanisasi tersebut, manusia yang tertindas tidak boleh berbalik menjadi penindas. Oleh karena itu perjuangan kaum tertindas juga merupakan perjuangan untuk membebaskan kaum yang menindas. Keinginan untuk bebas harus datang dari kaum yang tertindas, karena kalaupun penindas memiliki maksud untuk menghargai hak-hak kaum yang tertindas, biasanya hal itu hanya akan terwujud karena adanya sikap murah hati yang palsu. Kemurahan hati seperti itu bukan pembebasan bagi manusia, karena manusia yang tertindas hanya akan mengemis belas kasih saja. Pembebasan yang sejati akan terjadi jika tangan yang mengemis itu dapat diubah menjadi tangan-tangan manusiawi yang dapat mengubah dunia.

Namun sayangnya  sampai saat ini masih banyak penindasan yang terus dilakukan bahkan dalam dunia Pendidikan. Seperti penindasan senior-junior di sekolah-sekolah. Contohnya pada tanggal 18 November 2021 ada mahasiswa yang meninggal karena penindasan yang dilakukan oleh seniornya.  Penindasan dapat membuat murid yang tertindas menjadi penindas, karena hal seperti ini sering melahirkan dendam. Maka dari itu Pendidikan kaum tertindas harus diciptakan Bersama dan bukan untuk kaum tertindas. Freire mengajak kita untuk memiliki kebebasan karena pada dasarnya kebebasan merupakan hak manusia. Freire ingin kesadaran bagi generasi penerus untuk tidak menjadi kaum yang menindas.

Paulo Freire menganggap bahwa Pendidikan lama merupakan pendidikan bank. Dalam Pendidikan ini murid hanyalah celengan kosong dan hanya guru yang dianggap memiliki pengetahuan. Maksudnya adalah guru hanya menjelaskan kepada murid mengenai pengetahuan dan mengarahkan murid untuk mencatat, hal tersebut membuat murid menjadi pasif dikarenakan tidak adanya komunikasi antara guru dan murid. Murid hanya mencatat dan menghafal materi yang diberikan oleh guru. Pendidikan semacam ini merupakan bentuk penindasan yang ada di masyarakat.

Karena hal tersebut Freire menciptakan sebuah system Pendidikan baru yang dinamakan Pendidikan hadap masalah atau problem-polsing education. Sistem Pendidikan ini merupakan sistem Pendidikan yang dekat dengan realitas. Dalam sistem ini guru dan murid berpikir bersama-sama, dan dialog merupakan unsur yang sangat penting dalam pendidikan. Seperti saling berdiskusi mengenai pelajaran dan saling memberikan pendapat. Hal ini dapat membuat murid berpikir secara kritis. Hal ini membuat guru dan murid saling mengajar satu sama lain. Namun sayangnya, sistem Pendidikan ini masih belum berkembang dalam sistem pendidikan di Indonesia. Meskipun sudah beberapa kali mengganti kurikulum. Dikarenakan guru masih menganggap dirinya merupakan penguasa kelas. Dan menganggap muridnya sebagai objek yang harus diatur agar sesuai dengan norma-norma yang ada. Murid yang kurang memahami materi dianggap bodoh, murid yang mencoba untuk berpendapat dianggap tidak sopan. Hal ini telah menciptakan suatu penindasan dan tidak sesuai dengan hakikat bahwa pendidikan adalah alat untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan.

Dialog adalah unsur dari sistem pendidikan hadap masalah atau problem-polsing education dan hakikat dari dialog adalah kata. Menurut Freire kata memiliki dua dimensi yaitu refleksi dan tindakan. Jika sebuah kata tidak ada refleksi dan Tindakan maka hanya akan menjadi pengorbanan Tindakan atau verbalisme, dan jika tidak ada Tindakan di dalamnya hanya akan menjadi pengorbanan refleksi atau aktivisme. Dialog tidak akan ada di antara manusia yang menyangkal hak untuk berpendapat. Dan dialog juga tidak akan terjadi di antara manusia yang hak berbicaranya dirampas. Dialog membuat kita dapat belajar dari orang lain dan keberanian untuk terlibat dengan orang lain. Dialog akan terjadi jika ada rasa cinta, kerendahan hati dan keyakinan serta harapan. Dialog merupakan sarana seseorang untuk memperoleh makna sebagai manusia.

Kemudian Freire menyadari bahwa teori Pendidikan dialogik  bertentangan dengan teori Tindakan antidialogik. Tindakan dialogik bersifat kooperatif, di mana manusia berkumpul dan bersatu kemudian bekerja sama saling bahu membahu untuk mengubah dunia, sedangkan tindakan antidialogik yang bersifat ingin menguasai manusia. Tindakan antidiologik ditandai dengan adanya penaklukan dalam hubungan di antara manusia yang satu dengan manusia lain.

Buku berjudul ‘Pendidikan Kaum Tertindas’ karya Paulo Freire bukanlah buku yang mudah untuk dibaca. Perlu ketekunan dan kesabaran dalam membacanya agar dapat mengerti maksud dari Freire. Namun buku ini merupakan buku yang menarik untuk dibaca, apalagi jika tertarik dengan dunia pendidikan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here