KABARMUH.ID, Surakarta – Pengaruh iklim telah menjadi isu global yang mendesak, membutuhkan tindakan kolektif untuk mengatasinya. Untuk menggali lebih dalam pemahaman akan implikasi yang dihadapi, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bekerjasama dengan BEM Fakultas Agama Islam (FAI) UMS mengadakan acara pemaparan yang berjudul “Bahas Tuntas Isu Pengaruh Iklim dan Membangun Kesadaran Publik Atas Perubahannya.” Acara ini dijadwalkan berlangsung pada tanggal 15 Maret 2024, dari pukul 15.30 hingga 17.00 di Hall Fakultas Geografi, lantai 4.
Diskusi ini dimeriahkan dengan kehadiran dua narasumber kunci yang memiliki pengalaman dan wawasan mendalam dalam isu-isu terkait. Salsabila Andhini Kuncoro, yang menjabat sebagai Gubernur BEM Fakultas Geografi, menjadi salah satu pemantik, membawa perspektif dan wawasan dari sudut pandang mahasiswa geografi. Bersanding dengan Andhini adalah Muhammad Ibnu Masngud, ketua Bidang Pengembangan Intelektual dan Keislaman BEM FAI, yang akan memberikan wawasan yang berharga dari perspektif agama terkait tanggung jawab moral dalam menjaga bumi.
Perubahan iklim bukanlah isu yang bisa diabaikan. Dengan adanya diskusi ini, diharapkan mampu membangun kesadaran publik yang lebih kuat tentang urgensi tindakan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Pemaparan pertama di sampaikan oleh Muhammad Ibnu Masngud. “ Faktor krisis iklim yang kita ketahui yakni terbagi menjadi dua, yang pertama disebab kan oleh perilaku manusia dan yang kedua faktor ilmiah yang mana ini mutlak kehendak allah ta’ala” di lanjut pemaparannya mengeluarkan peringatan serius terkait dampak negatif dari pengalihan fungsi hutan yang semakin meningkat.
Dalam pernyataannya, Ibnu menyoroti praktik yang mengubah hutan dari fungsi alaminya sebagai penyerap gas rumah kaca menjadi penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan. Menurut Ibnu, hutan memiliki peran penting dalam menyerap berbagai gas seperti karbon dioksida dan menghasilkan oksigen yang vital bagi kehidupan manusia. Namun, tren penggundulan hutan untuk dijadikan lahan pertanian, pemukiman, atau proyek industri telah mengurangi luas hutan dan mengganggu siklus alamiah ini. “Dengan mengubah hutan menjadi penggunaan lain, kita kehilangan keuntungan yang berharga dari hutan dalam menyerap zat-zat berbahaya di udara dan menyediakan oksigen yang kita butuhkan untuk bernapas,” kata Ibnu.
Perubahan fungsi hutan juga meningkatkan risiko kerusakan lingkungan, termasuk tanah longsor, erosi, dan penurunan keanekaragaman hayati. Ibnu memperingatkan bahwa kehilangan hutan tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini, Ibnu menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung konservasi hutan, pengelolaan yang berkelanjutan, serta upaya untuk menghentikan deforestasi. Ia juga mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan alamiah untuk generasi mendatang.
Ibnu juga mengutip perkataan prof. Haidar Nashir di dalam seminar pra muktamar kemarin
“Sebenarnya kesadaran tentang penyelamatan lingkungan dan alam akibat pembangunan yang sangat kapitalistik itu sesungguhnya sudah dimulai tetapi karena proses modernisasi dan pembangunan yang berjalan secara pragmatis dan instrumental dan alam pikiran manusia termasuk para pengambil keputusan di setiap negara dan di tingkat global itu, juga sisi lain dari penguasaan iptek adalah mereka selalu berpikir instrumental, pragmatis dan oportunistik akhirnya dampaknya adalah pembangunan dan segala kebijakan melahirkan sisi Lain yakni kerusakan alam dan lingkungan”
Dan pemaparannya ditutup dengan penegasannya menggunakan ayat-ayat suci al-quran, ibnu mengutip QS. Al-Baqarah: 30 “Selain diwajibkan untuk beribadah, Allah juga membri kita fasilitas yang bisa kita panen di bumi sebagai bekal hidup. Namun karena karna tadi, keserakahan manusia atas harta benda membuatnya lalai dengan tugas menjaga kelestarian alam”
Dan juga Qs. ar rum 41-42 ” Dalam ayat ini Allah memperingatkan kita untuk kembali tidak merusak alam sesuka hatinya demi menuruti nafsu diri, agar apa yang orang terdahulu alami tidak menimpa pada dirinya,. Berbagai bencana alam berupa kerusakan di darat dan di laut merupakan salah satu akibat dari kejahatan manusia sendiri. Kekeringan, banjir, gunung meletus, badai, semua itu bukan hanya faktor bencana alam, tapi juga akibat dari tangan-tangan manusia” jelasnya.
Di lanjut pemaparan kedua oleh Gubernur BEM Geografi, Salsabila Andhini Kuncoro Mngusung data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak fenomena El Nino diperkirakan terjadi pada bulan Desember dan awal tahun 2024. Dampak dari krisis iklim ini telah terasa, terutama dalam sektor pertanian, dengan terjadinya perubahan pola hujan yang signifikan. Hal ini tercermin dalam peningkatan drastis harga beras, mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah di Indonesia.
Menurut analisis dari BMKG, keadaan cuaca yang tidak menentu yang dipengaruhi oleh El Nino telah menyebabkan gangguan serius terhadap musim tanam dan produksi padi di Indonesia. Kondisi ini memicu kenaikan harga beras yang tajam, memberikan dampak ekonomi yang merugikan bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang bergantung pada beras sebagai sumber pangan utama.
Salsabila Andhini, menggarisbawahi hubungan langsung antara krisis iklim, perubahan pola hujan, dan kenaikan harga beras. Menurutnya, faktor-faktor seperti penurunan kualitas tanah akibat curah hujan yang tidak terduga menjadi salah satu penyebab utama dari krisis pangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini “Saat ini, kita menghadapi krisis iklim yang berdampak langsung pada produksi pangan, khususnya beras. Kenaikan harga beras merupakan cerminan dari ketidakstabilan ekosistem alam akibat perubahan iklim yang semakin nyata,” ujar Salsabila.
Tantangan ini membutuhkan respon yang cepat dan komprehensif dari pemerintah serta semua pemangku kepentingan. Langkah-langkah untuk mengatasi dampak krisis iklim, seperti peningkatan ketahanan pangan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan investasi dalam infrastruktur adaptasi, menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.
Dengan demikian, perlu dilakukan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk merumuskan strategi yang efektif dalam mengatasi dampak krisis iklim terhadap harga beras dan keamanan pangan di Indonesia. Dengan upaya bersama yang komprehensif, diharapkan mampu mengurangi kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim dan membangun ketahanan pangan yang lebih kuat di masa depan.
Melalui pembicaraan yang mendalam dan penyajian data ilmiah, diharapkan peserta dapat memahami dampak nyata yang telah terjadi dan mengenali pentingnya peran individu dalam mitigasi dan adaptasi.
Dalam era informasi yang semakin terhubung, penting bagi masyarakat untuk terus mengikuti perkembangan isu-isu lingkungan dan iklim. Kegiatan seperti diskusi ini memberikan platform yang efektif untuk bertukar informasi dan gagasan, serta memotivasi individu untuk berperan aktif dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.
Melalui kolaborasi antara BEM Fakultas Geografi dan BEM FAI, diharapkan dapat tercipta sinergi yang kuat dalam menggerakkan aksi nyata dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Dengan demikian, kesadaran publik bukan hanya akan menjadi wacana, tetapi juga akan diimplementasikan dalam tindakan nyata untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Kontributor: Syakira