Oleh : Dwi Ananda Nurmaulydina (202110230311027)
Pendidikan merupakan wadah yang sangat penting yang menjadi titik pembentukan mental, spititual, sekaligus intelektualitas bagi generasi bangsa. Jika berbicara mengenai pendidikan yang ada di Indonesia memang tidak ada habisnya. Mulai dari prestasi-prestasi anak didik di tingkat nasional maupun international hingga rendahnya kualitas pendidikan di daerah terpencil. Masih kurangnya sarana dan prasarana dan kualitas pendidiknya yang pas-pasan menjadi salah satu mengangkat masalah ini dikarenakan menjadi pondasi penting untuk membangun sumber daya manusia bukan hanya daerah perkotaan tetapi kita juga harus melihat potensi sumber daya manusia pada daerah terpencil atau terpelosok. Hal ini harus menjadi perhatian penting dikarenakan peran pemuda untuk memajukan Indonesia di masa yang akan datang.faktor penyebab pendidikan di daerah terpencil terkesan tertinggal. Minimnya tenaga pendidik di pedalaman karena sulitnya mencari pengajar yang mau mengajar di daerah terpencil dan sangat jarang sekali seorang sarjana mau menyumbangkan jasanya untuk mengajar didaerah pedalaman. Umumnya para guru enggan untuk ditempatkan di daerah pedalaman karena medan yang berat dan gaji yang sering terlambat. Kurangnya perhatian dari pemerintah itu mengesankan bahwa pemerataan pendidikan. Masing-masing orang memiliki hak untuk berpendidikan.
Contohnya seperti yang ada di daerah pelosok yang jauh dari ibukota yang memperoleh pendidikan yang layak merupakan sesuatu yang seharusnya didapatkan sebagai sesama warga Negara Indonesia. Namun pemerintah kurang peduli akan keberadaan genarasi bangsa di daerah yang masih primitif yang jauh dari akses transportasi dan komunikasi. Fakta yang diungkapkan oleh Nurdiani (2012) seperti di Nagari (desa adat) Ulang Aling Selatan, Kecamatan Sangir Batang Hari, Solok Selatan, Sumatera Selatan yang merupakan daerah sangat terpencil dikabupaten itu, untuk mencapainya menempuh jalan tanah sekitar tujuh kilometerdan menggunakan mesin tempel yang berjarak sekitar 230 kilometer dari Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat. Jauhnya jarak daerah terpencil tersebut dari ibukota menyebabkan pemantauan perkembangan pendidikan di daerah tersebut kurang intensif. Hal ini adalah salah satu penyebab pendidikan di daerah pedalaman terkesan tertinggal.
Masalah pendidikan yang ada di Indonesia lainnya adalah diskriminasi terhadap difabel di dunia pendidikan. Penolakan pada difabel yang akan masuk sekolah atau perguruan tinggi dengan alasan-alasan yang secara substantif bertentangan dengan Undang-Undang adalah satu dari sekian potret diskriminasi yang dirasakan difabel di lembaga pendidikan. Masalah selanjutan ketika difabel ditolak masuk di sekolah atau perguruan tinggi, mereka harus hidup sebatang kara dan tidak memiliki cukup pengetahuan untuk berkembang di masa depan. Terputusnya akses untuk pendidikan mengakibatkan difabel semakin tersisih dari pentas dunia ketenagakerjaan dan selalu menjadi bagian dari penyandang masalah kesejahteraan sosial. Masalah lainnya ketika difabel diterima di lembaga pendidikan, banyak hambatan yang terjadi, mulai dari sarana prasarana sekolah yang tidak aksesibel, cara mengajar guru yang tidak tepat karena tidak adanya profil yang cukup memadai, kurikulum yang tidak dijalankan sesuai profil assessment, serta sebutan dan stigma negatif kerap dilontarkan oleh pihak-pihak yang ada dalam lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, langsung atau tidak langsung anak didik difabel biasa menjadi korban kekerasan dan hak-hak yang melekat pada harkat dan martabatnya sebagai manusia tercerabut sedemikian rupa.
Pada kenyataannya di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 sudah mengamanatkan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan dan memfasilitasi pendidikan untuk penyandang disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai kewenangannya. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 juga mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Selanjutnya, dalam aturan turunannya yakni. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 juga diatur tentang akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam mendapatkan pendidikan inklusif.
Pada buku kaum tertindas yang saya baca, menceritakan tentang perjalanan hidup yang dilewati seorang pemuda yang bernama Paulo Freire. Yang awalnya pernah merasakan masa-masa krisis, merasakan kelaparan di masa kecilnya, lalu Paulo Freire pun mengabdi pada dirinya sendiri ingin memperjuangkan kelaparan agar anak-anak lain tidak mengalami kesengsaraan yang tengah dialaminya saat itu. Paulo Freire pun juga berjuang untuk pendidikan layak tanpa adanya penindasan.
Pada buku kaum tertindas Paulo Freire membahas tentang humanisasi. Humanisasi merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan. Dehumanisasi tidak hanya mewarnai mereka yang kemanusiaanya dirampas, tetapi juga mereka yang merampasnya. Bagaimanapun juga, dalam perjuangan humanisasi itu manusia tertindas tidak boleh berbalik menjadi penindas.
Paulo Freire menyebutkan tentang pendidikan lama sebagai pendidikan dengan “sistem bank”. Yang di maksudnya adalah pendidikan dengan guru yang merupakan sebuah subjek yang memiliki pengetahuan yang diisikan kepada muidnya. Sedangkan murid adalah semata-mata merupakan sebuah objek. Yang dimana dalam sistem tersebut tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya antara guru dan murid.
Paulo Freire pun merontokan pendidikan “sistem bank” tersebut dan menggantinya dengan sistem ciptaannya sendiri yang dinamakan “roblem-posing education” atau yang disebut “pendidikan hadap masalah”. Pada sistem tersebut guru dan murid bersama sama menjadi subjek dan disatukan oleh objek yang sama. Tidak ada lagi yang memikirkan dan yang hanya tinggal menelan ilmu, tetapi mereka berpikir bersama. Pengetahuan yang sebenarnya menuntut adanya penemuan penemuan dan dalam penemuan akan mengadakan penyelidikan terus menerus tentang apa yang ada di dunia ini. Guru dan murid harus memiliki kekompakkan dalam sistem pendidikan sebagai guru dan murid.
Paulo Freire juga menguraikan dialog sebagai unsur pendidikan kaum tertindas. Dialog adalah kata, dengan tujuann setiap orang mempunyai hak untuk berbicara ataupun berpendapat. Dialog tidak mungkin timbul di antara manusia yang menyangkal hak untuk bebicara dan tidak mungkin pula terjadi di antara manusia yang dirampas haknya untuk ber-“kata”. Selain dialog ada juga antidialogik. Tindakan antidialogik ditandai dengan usaha menguasai manusia, membuat manusia tunduk, pasif, menyesuaikan diri dengan keadaan, sehingga tetep tingak tertindas. Karena antidialogik ini menghambat pemilihab seseorang dan menciptakan rasa rendah diri dengan adanya dialogik saling bertukar pikiran dan pendapat antar masyarakat dan pemimpin.
Pada kurangnya tenaga pendidik di daerah pedalaman berkaitan dengan yang ada di buku karena kurangnya tenaga kerja guru untuk muridnya untuk mendapatkan ilmu yang lebih nampaknya pengetahuan yang berada di pedalaman dengan yang di kota beda itu salah satu penindasan mengapa tidak dikasi fasilitas yang sama seperti yang ada di kota.
Minoritas pada difable berkaitan dengan yang ada di buku tentang humanisasi, dehumanisasi dan dialog pendidikan disabilitas yang terjadi sekarang juga mengalami penindasan dan haknya pun telah dirampas untuk berpendidikan dan saat mereka membuka mulut pun tidak didengarkan. Freire menegaskan pentingnya pendidikan bagi kaum tertindas karena usaha untuk mengembalikan fungsi pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dari bentuk penindasan dan ketertindasan. diskriminasi terhadap disabilitas yang dimana pemerintah kurang memberikan fasilitas kepada anak disabilitas yang juga membutuhkan pendidikan.