Oleh: Fathurrahman Kamal

Bersama Pak Konjen RI di Jeddah, @yusron_motret (Bapak Yusron B. Ambary) kami turut menyemarakkan Musycab teman-teman PCIM Kerajaan Arab Saudi di Kota Suci Makkah, Jum’at malam, 12/1/2024.

Saya menggarisbawahi tentang visi dakwah kosmopolitan Muhammadi- yah yg tertera pada “Risalah Islam Berkemajuan”, hasil Muktamar Muhammadiyah Ke-48 di Solo.

Diksi “berkemajuan” pada Islam yg diarus-utamakan oleh Muhammadi- yah, bukanlah suatu varian baru, apalagi menyempitkan makna Islam itu sendiri. Tetapi lebih bermakna afirmatif, dan memberi aksentuasi pada langkah-langkah kongkret, serta menyatukan visi membangun masyarakat utama (al-mujtama’ al-fādlil).

Landasan teologisnya, terutama dalam “sīrah nabawiyah” sangat jelas. Realitas masyarakat yang dihadapi oleh Rasulullah ‘alaihissalam diringkas dalam satu istilah “jāhiliyah”: suatu fakta hegemonik pra-Islam yg teridentifikasi dalam dua problem utama; kejahilan tentang Tuhan (Allah), dan kehidupan yg jauh dari the way of life para Anbiyā’. Inilah batasan makna autentik dari “kebodohan” (al-jahl) atau “kemunduran” (takhalluf).

Hanya 4 kali kata jahiliyah terulang dlm Al-Qur’an: “dhannul jāhiliyah” (kejahiliyahan epistemologis/Alu Imran:154); “hukmul jāhiliyah” (sistem hukum & politik/al-Maidah:49-50); “tabarruj al-jāhiliyah” (tradisi & budaya/al-Ahzāb:33), dan “hamiiyat al-jahiliyah” (watak kesombongan- fanatik-rasialistik/al-Fath:26).

Kontra narasi dari tradisi “jāhiliyah” itu ialah ” ‘ālimiyah” (tradisi ilmiah, kemajuan yg holistik). Pandangan hidup Islam seperti ini hanyalah dapat diterima dalam suatu ekosistem kehidupan yang “ilmiah”, yang meniscayakan masyarakatnya memiliki kebudayaan dan tradisi kehidupan yg bermutu tunggi, dan bervisi kemajuan yg melampaui realitas zamannya, tidak terkekang dengan kekinian (kontemporer) semata, dan tidak pula terjebak hanya pada kedisinian (kontekstual).

Sebabnya, dari perspektif tartīb nuzűl al-wahyi, dakwah Islam diawali dengan seruan “membaca” (iqra’) untuk mewujudkan “ummah qāri’ah”; diikuti “al-Qalam” (tradisi menulis), “Al-Muzzammil” (meneguhkan spiritualitas), kemudian “Al-Muddats- tsir” (move on, hijrah, & Allah oriented).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here