Oleh : Tegar Lesmana, Aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah
Politik saat ini sedang berada di titik nadir, beberapa waktu yang lalu Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza melakukan kegiatan simbolik dengan membawa Ketua Umum sebelumnya Abdul Musawir Yahya kehadapan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep. Tindakan yang dilakukan oleh DPP IMM telah menunjukan sebuah wajah baru politik bagi IMM, proses politik yang dilakukan oleh Ketua Umum DPP IMM memberikan gambaran tentang tindakan yang memilukan sebab kehadiran DPP IMM yang selama ini diharapkan sebagai kompas moral untuk setiap kader, justru menggadaikan diri kepada gelanggang kekuasaan, agar lebih jelas ketua PSI merupakan anak kandung Presiden Joko Widodo dan juga adik kandung dari Wakil Presiden terpilih 2024-2029, gelagat gerakan yang dilakukan oleh Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza tidak menggambarkan High Politics yang dicanangkan oleh Muhammadiyah. Kerangka moral pemikiran politik Muhammadiyah tidak lagi menjadi rujukan kader, seperti Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza.
DPP IMM saat ini hanya merupakan bentuk dari batu loncatan agar kedepannya. Kader-kader yang telah berada di dalam struktural DPP IMM dapat dilirik oleh petinggi-petinggi politik. Hal ini dapat meningkatan tingkah laku yang buruk dalam upaya untuk menjaga nilai-nilai perjuangan IMM, ciri-ciri kader IMM yang seharusnya menjadi cendekiawan islam yang selalu mengutamakan umat, justru telah pelan menuju kearah pragmatism yang membabi buta, mengamankan kepentingan individu dan kepentingan kelompok sendiri.
Tragisnya, tindakan yang dilakukan oleh DPP IMM tampak dibiarkan begitu saja oleh kader dan bahkan beberapa justru mendukung penuh, dengan argumentasi bahwa sudah seharusnya IMM mengisi pos-pos strategis, argumentasi yang permisif ini menunjukan bahwa sebagian dari kader IMM memiliki kelakar yang menghalalkan tindakan nir moral. Selaras dengan upaya menidurkan perilaku kritis dari kader. Nilai moral pelan. Namun, pasti telah menuju pada ujung kematian saat ketika kader tidak mampu lagi untuk berpikir secara rasional dan kemudian mengkultuskan personalia seseorang tokoh politik
Menilik dari perilaku Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza dapat digelarkan pula pada dirinya sebagai the root of evil (akar kejahatan) hal ini berkesinambungan dengan upaya-upaya politik pragmatis Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza, beradasarkan rekam jejak yang dapat disaksikan secara vulgar oleh setiap kader.
Realisme politik tanpa memperdulikan etika dan moral, telah menjadi konsumsi yang lumrah di negara Indonesia, dikarenakan percontohan dari rezim saat ini, DPP IMM tanpa terkecuali juga ikut serta mengaminkan tindakan-tindakan binal. Riyan Betra Delza menjadi sebuah simbol sosok penjilat kekuasaan.
Politik balas budi menjadi faktor, mengapa kemudian Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza menggadaikan diri dan membawa ikatan kehadapan politisi dengan mengantarkan Mantan Ketua Umum DPP IMM Abdul Musawir Yahya. Terpilihnya sosok Riyan Betra Delza tidak lepas dengan tangan besi elite-elite IMM yang salah satunya adalah Abdul Musawir Yahya, upaya mobilisasi massa yang besar untuk mendukung Riyan Betra Delza, maka peringai untuk membalas budi tersebut dengan menggunakan IMM sebagai lokomotif Abdul Musawir Yahya untuk menunjukkan diri kepada Ketua Partai PSI Kaesang Pangarep.
Kebenaran yang telah hilang digantikan oleh, akomodasi kepentingan material, telah menjadi aktor utama proses-proses politik yang brutal dan bengis kali ini, karakteristik perpolitikan tidak hanya memengaruhi para petinggi partai, akan tetapi telah meracuni banyak elemen masyarakat, dan DPP IMM telah terjangkit penyakit tersebut. Menghadapkan diri kepada seorang sosok yang melanggengkan politik dinasti, memberikan petanda bahwa secara perlahan DPP IMM akan membuat kader tidur dengan musuh (sleeping with the enemy).
Upaya menemukan kembali arah gerakan IMM menjadi tajuk utama kedepannya kader-kader, kiranya sosok pemimpin yang kerdil menciptakan benih-benih kekuataan, dari sebuah keterpurukan. Congkak perlawan yang sudah menjadi tanggung jawab moral kader dalam melihat fenomena tingkah laku petinggi-petinggi IMM, dapat diibaratkan sebagai wacana politik yang menginginkan kembalinya DPP IMM ke jalan yang lurus.
Wacana politik saat ini yang telah menjerumus pada tata kelola yang sifatnya hanya bicara tentang materialism tidak lagi bicra mengenai esensi. Wacana high politics Muhammadiyah yang menjadi rujukan oleh kader-kader terutama pada tataran mahasiswa, telah di kotori oleh kekerdilan jiwa yang dimiliki nahkoda Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza. Ketua Umum sudah seharusnya menjadi Uswatun Hasanah sebagai percontohan bagi yang dibawah, iklim yang dibangun oleh Ketua Umum DPP IMM Riyan Betra Delza merendahkan martabat dan kedudukan IMM yang telah di bangun dengan besar oleh tokoh-tokoh sebelumnya.
Nurani ikatan menjadi corak utama agar rasa keinginan untuk melakukan ikhtiar bersama dalam rangka mengkritisi tindakan yang merusak nilai-nilai ikatan, sekalipun kader perlu untuk mawas diri terhadap perilaku-perilaku yang sekiranya menyeleweng dari yang sebenarnya. “Buta terburuk adalah buta politik”. Kata Bertolt Brecht.