Oleh: Fathan Faris Saputro, Anggota MPI PCM Solokuro

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau, hiduplah seorang anak buruh tani bernama Ardi. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan cangkul dan lumpur, membantu orang tuanya di ladang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keluarga mereka hidup sederhana, bahkan untuk makan sehari-hari terkadang harus menahan diri dari membeli kebutuhan yang tidak terlalu penting. Namun, di balik semua keterbatasan itu, Ardi selalu memendam mimpi besar untuk bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi.

Seiring berjalannya waktu, Ardi menyadari bahwa pendidikan adalah satu-satunya cara untuk mengubah nasibnya. Ia belajar dengan giat, meski harus mengerjakan tugas sekolah di bawah penerangan lampu minyak pada malam hari. Ketika teman-temannya bersenang-senang setelah pulang sekolah, Ardi memilih mengulang pelajaran sambil membayangkan masa depan yang lebih baik. Dukungan dari orang tua yang selalu memberi semangat, meski dalam kesederhanaan, menjadi bahan bakar semangatnya setiap hari.

Saat lulus SMA, Ardi dihadapkan pada pilihan sulit. Melanjutkan kuliah atau bekerja di sawah membantu orang tua. Dengan berat hati, ia memilih bekerja terlebih dahulu, menabung sedikit demi sedikit dari hasil keringatnya di ladang. Namun, impiannya tidak pernah pudar; ia terus mencari informasi tentang beasiswa, berharap ada jalan yang bisa membawanya melangkah lebih jauh.

Kesempatan itu akhirnya datang. Setelah beberapa kali gagal, Ardi berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di salah satu universitas negeri. Perjuangannya tak berhenti di sana, karena ia harus beradaptasi dengan lingkungan akademik yang jauh berbeda dari dunia sawah yang selama ini dikenalnya. Setiap hari terasa berat, namun Ardi selalu ingat pesan orang tuanya, “Kita mungkin orang kecil, tapi mimpi kita tidak boleh kecil.” Kalimat itu selalu menguatkannya di setiap langkah.

Selama di kampus, Ardi sering merasa rendah diri karena latar belakangnya yang berbeda dari kebanyakan teman-temannya. Mereka datang dari keluarga yang lebih mapan, sementara Ardi harus bekerja paruh waktu untuk membayar kebutuhan sehari-hari. Namun, ia tidak membiarkan hal itu menghentikannya. Ia justru semakin termotivasi untuk menunjukkan bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi.

Setelah melalui perjuangan panjang, Ardi akhirnya berhasil menyelesaikan sarjana dengan nilai yang membanggakan. Tapi, impiannya tidak berhenti di situ. Ia bermimpi bisa melanjutkan ke jenjang magister, meski lagi-lagi keterbatasan finansial menjadi tembok besar di hadapannya. Namun, tekadnya yang kuat dan kepercayaan pada diri sendiri membuatnya terus mencari peluang, hingga ia kembali mendapatkan beasiswa untuk studi lanjut.

Di bangku magister, tantangannya semakin berat. Materi kuliah semakin sulit dan tekanan semakin tinggi, namun Ardi tidak pernah menyerah. Ia selalu ingat perjuangannya selama ini, betapa jauh ia telah melangkah. Setiap hari adalah pertarungan, tetapi ia yakin bahwa kesulitan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan. Dengan tekun, Ardi melewati setiap rintangan yang datang menghadangnya.

Akhirnya, pada suatu hari yang ditunggu-tunggu, Ardi berdiri di atas panggung dengan toga di kepalanya. Ia bukan lagi anak buruh tani yang bekerja di ladang, tetapi seorang magister yang telah membuktikan bahwa mimpi besar bisa diwujudkan. Melihat senyum bangga di wajah orang tuanya di antara kerumunan, Ardi tahu bahwa semua jerih payahnya terbayar. Ia telah melangkah keluar batas, mengatasi segala rintangan, dan membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan besar.

Kisah Ardi adalah bukti bahwa keberanian untuk melangkah keluar batas, meski dengan segala keterbatasan, bisa mengubah takdir seseorang. Tidak ada yang mustahil jika kita berani bermimpi dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Hidup mungkin tidak mudah, tetapi dengan semangat yang tak pernah padam, setiap batasan bisa dilewati. Bagi Ardi, langkahnya keluar dari zona nyaman adalah kunci untuk membuka pintu-pintu kesuksesan yang sebelumnya tampak mustahil.

Setelah lulus magister, Ardi tidak berhenti belajar. Ia sadar bahwa di dunia ini, perubahan terjadi begitu cepat, dan untuk tetap relevan, seseorang harus terus mengembangkan diri. Ardi pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya, kali ini sebagai pengajar di kampus tempat ia dulu berkuliah. Ia ingin membagikan kisah perjuangannya kepada para mahasiswa lain, berharap mereka dapat terinspirasi untuk berani bermimpi besar, meski berasal dari latar belakang yang sederhana.

Hari pertama mengajar adalah momen yang tak terlupakan bagi Ardi. Di hadapannya duduk puluhan mahasiswa yang penuh dengan antusiasme, persis seperti dirinya beberapa tahun yang lalu. Ketika Ardi bercerita tentang pengalamannya, kelas menjadi hening. Setiap kata yang diucapkannya membawa mereka menyelami perjuangan panjang seorang anak buruh tani yang kini berdiri sebagai seorang magister. Mahasiswa-mahasiswa itu mulai melihat bahwa kesuksesan bukanlah milik mereka yang dilahirkan dalam kemewahan, tetapi juga milik mereka yang tak kenal lelah berjuang.

Semakin lama, Ardi menyadari bahwa tugasnya sebagai pengajar bukan sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga membimbing mahasiswa untuk menemukan potensi terbaik dalam diri mereka. Ia sering mengadakan diskusi setelah kelas, mendengarkan keluh kesah dan mimpi-mimpi mereka. Banyak dari mereka yang merasa tak percaya diri, merasa bahwa dunia kampus terlalu besar untuk mereka yang datang dari desa atau keluarga sederhana. Di momen inilah, Ardi mengingatkan mereka bahwa ia pun pernah berada di posisi yang sama.

Tidak hanya di ruang kelas, Ardi juga terlibat aktif dalam program pemberdayaan masyarakat di desanya. Ia tahu bahwa banyak anak-anak muda di desanya yang memiliki mimpi besar namun terhambat oleh keterbatasan ekonomi. Ardi bersama teman-temannya merancang program beasiswa lokal yang membantu anak-anak desa melanjutkan pendidikan. Baginya, membantu orang lain melangkah keluar batas adalah bentuk terima kasih atas semua kesempatan yang telah ia terima.

Dalam perjalanannya yang penuh liku, Ardi belajar bahwa melangkah keluar batas bukan hanya soal prestasi akademis atau karier yang cemerlang. Melangkah keluar batas juga berarti melawan ketakutan, meruntuhkan dinding-dinding mental yang sering kali membatasi kita. Bagi Ardi, kesuksesan sejati bukanlah saat ia meraih gelar magister, melainkan ketika ia bisa membantu orang lain meraih mimpi mereka. Kegigihan dan keberaniannya adalah sumber inspirasi yang tak pernah padam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here