KABARMUH.ID, YOGYAKARTA – Mempelajari tentang arah kiblat memang ada dua segmen yang penting dalam arah kiblat itu sendiri. Satu, mengetahui konsep arah kiblat dan perhitungannya, lalu yang kedua, pengukuran arah kiblat di lapangan, yang mana pengukuran ini perlu teori dan praktiknya. Prolog ustadz Oman Fathurrahman memulai penjelasannya terkait Arah Kiblat dan Metode Hisab Kiblat pada kajian Islamic Course di sore hari menjelang buka puasa hari Selasa (12/03).

Salah satu ayat Al-qur’an yang menjelaskan tentang arah kiblat ialah surah Al-baqarah ayat 144. Dalam ayat ini diterangkan bahwa; “Sungguh, kami sering melihat mukamu menengadah ke langit”.

Adapun yang dimaksud dengan kata “muka” adalah kepala Rasulullah SAW saat menengadah ke langit. Beliau berdoa meminta kepada Allah SWT agar kiblat dipindahkan ke Makkah atau ke Ka’bah, yang mana arah kiblat pada waktu itu masih berpusat di Masjidil Aqsha, Yerusalem, Palestina sekarang. Masjidil Haram atau Ka’bah sering disebut dengan qiblatain, masjid yang memiliki dua kiblat. Akan tetapi, makna sebenarnya disini “bukan dua kiblat” tapi karena orang-orang terdahulu melakukan shalat pertama menghadap ke utara Masjidil Aqsha lalu berbalik ke masjid selatan Ka’bah.

Hal ini menurutnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW, bahwa arah kiblat itu menghadap ke Ka’bah. Meskipun dari segi ilmu fiqih para ulama berbeda pendapat, tetapi untuk kepentingan bersama, ilmu falak lebih baik digunakan untuk menetapkan arah kiblat.

“Karena dengan menghadap Ka’bah berarti sudah menghadap Masjidil Haram. Namun jika menghadap ke Masjidil Haram belum tentu menghadap Ka’bah. Sebab Masjidil Haram itu lebih luas daripada Ka’bah, dan Ka’bah berada di dalam Masjidil Haram. Berdasarkan nas-nas Syar’i, bisa disimpulkan bahwa kiblat itu adalah Ka’bah, dan ini merupakan argumentasi yang jelas bahwa menghadap Ka’bah berarti menghadap Masjidil Haram.” Tegasnya.

Dalam konsep ilmu falak, menentukan arah kiblat adalah menentukan dua titik di permukaan bumi. Titik pertama Ka’bah, lalu titik yang kedua tempat shalat ataupun sebaliknya. Dengan perkembangan ilmu yang pesat saat ini, sudah bisa mendeteksi arah kiblat itu sendiri. Contohnya di Indonesia, shalat dengan arah kiblat ke Ka’bah cukup dengan menghadap ke barat saja.

Kemudian, Oman sampaikan ada tiga teori untuk menentukan arah kiblat. Pertama, teori geografi, yang mana sesuai dengan apa adanya bentuk bumi. Kedua, menggunakan  teori ilmu ukur bola. Jika kita mengukur arah dengan teori bola ini, maka bentuk bumi dianggap bulat sempurna.  Lalu yang ketiga, teori navigasi, teori ini biasa digunakan oleh para pelayar kapal api misalnya dari satu tempat menuju ke tempat lain. Teori navigasi ini tidak mencari arah yang terdekat, karena jika mengikuti arah terdekat, maka ia harus mengubah atau memutar setirnya setiap saat. Dari ketiga teori di atas, yang umum digunakan untuk kepentingan bersama, yakni mengukur arah kiblat, biasanya menggunakan teori bola, sehingga buminya dianggap bulat sempurna dan ini cukup akurat dengan ukuran-ukurannya.

Lalu arah kiblat berpatokan pada titik pusat, dan titik di tengah-tengah bumi yang dianggap bulat inilah yang disebut dengan titik pusat bumi. Jarak titik pusat ke semua arah di permukaan bumi adalah sama.

Konsep dalam bola ada yang dinamakan lingkaran besar ada lingkaran kecil. Arah pada permukaan bola atau bumi adalah busur lingkaran terpendek atau speris yang menghubungkan titik atau tempat-tempat di permukaan bola atau bumi.

Sebenarnya, arah yang ditunjukkan oleh lingkaran besar itu menghubungkan ka’bah dengan tempat shalat adalah yang jaraknya terpendek. Itulah yang dimaksud dengan arah kiblat. Maka, arah kiblat jika definisikan, adalah arah yang ditunjuk oleh busur lingkaran besar terpendek pada permukaan bumi yang menghubungkan letak geografis tempat shalat dengan letak geografis Ka’bah. Tuturnya.

Sebelum menutup kajian Islamic course, Dia memberikan kesimpulan singkat terkait pembahasan arah kiblat dan metode hisabnya;

“Jadi konsepnya seperti itu, sehingga nanti yang kita hitung atau yang kita cari dalam hisab arah kiblat itu adalah mencari lingkaran, mencari busur-busur yang menghubungkan tempat shalat dengan busur lingkaran besar, nah jarak yang terpendek itulah yang dicari. nanti mencarinya pakai ilmu ukur bola atau lebih khusus lagi segitiga bola, ilmu ukur segitiga bola bahasa kerennya itu spherical trigonometri,” tutupnya.

Kontributor: Siti Kamaria

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here