Oleh: Ulinnuha Ardhaniswari*
Perkaderan merupakan suatu hal yang tidak luput dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), bahkan tidak bisa dilepaskan ketika kita ber-IMM atau masuk ke dunia IMM. IMM sendiri adalah organisasi mahasiswa islam yang menaungi di dalam tiga ranah gerak atau yang biasa disebut dengan ‘Trilogi IMM’. Trilogi IMM adalah keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan seperti yang tertuang dalam identitas IMM dan nilai dasar ikatan.
Namun, hakikatnya IMM tidak akan dapat menjalankan ketiga ranah gerak tersebut apabila tidak terdapat sumber daya untuk melakukan pergerakan, seperti subjek, objek, landasan, dan sistem didalamnya. Maka atas dasar itu, DPP IMM menerbitkan buku sistem perkaderan IMM (SPI) guna menjadi dasar berlangsungnya perkaderan ikatan yang akan menyalakan api estafet pergerakan IMM pada tiga ranah geraknya.
Perkaderan ialah proses pembelajaran terus menerus kader ikatan untuk membentuk sumber daya ikatan yang memadai dalam hal ideologis maupun kesiapan diri untuk regenerasi kepemimpinan IMM dalam tingkatannya masing-masing, yang mana perkaderan IMM dalam SPI disebutkan bahwa perkaderan diarahkan pada upaya transformasi ideologis dalam bentuk pembinaan dan pengembangan kader, baik kerangka ideologis maupun teknik manajerial. Dimana sejatinya perkaderan adalah hal yang dapat dilakukan oleh pelaku perkaderan ikatan atau yang biasa disebut sebagai instruktur.
Pemaknaan dan Peran Instruktur
Instruktur adalah salah satu bagian dari instrumen pendukung perkaderan. Dimana pemaknaan umum mengenai instruktur adalah orang yang dapat membimbing, mengajar, melatih, membangun, bahkan mendesain suatu objek yang dituju. Namun, dalam SPI dijelaskan bahwa instruktur dalam IMM adalah kader IMM pilihan yangtelah mengikuti perkaderan khusus dan memiliki komitmen untuk menjalankan tugas melakukan pembinaan ideologi dan kompetensi kader yang sedang menjadi objek perkaderannya.
Beberapa pengerucutan fungsi instruktur IMM adalalah; pertama, instruktur sebagai pendiagnosa. Dimana instruktur harus mampu melakukan diagnosa mengenai kebutuhan, potensi, masalah kader, ataupun urusan organisasi gunaaktualisasi diri kader tersebut di dalam ikatan. Kedua, instruktur sebagai perencana. Dalam penyusunan kegiatan, instruktur dapat menggunakan analisis 5w+1h, kemudian dengan membuat analisis kebutuhan, merumuskan referensi pelaksanaan, hingga menyusun agenda kegiatan dengan memuat strategi, langkah, hingga metode penilaian atau evaluasi. Ketiga, instruktur sebagai fasilitator.
Dimana instruktur dapat mendampingi peserta perkaderan dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukan pemahaman, pemberian keputusan, hingga pemberian tindakan. Keempat, instruktur sebagai pendidik. Dimana instruktur tidak hanya memberikan transfer pengetahuan saja, melainkan melakukan transfer nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada peserta perkaderan. Kelima, instruktur sebagai motivator. Dalam hal ini, instruktur dapat memberikan dorongan kepada peserta perkaderan untuk memantik potensi peserta perkaderan agar muncul secara perlahan dan meningkatkan kepercayaan diri peserta perkaderan dengan suasana postif yang dibangun oleh instruktur. Keenam, instruktur sebagai manajer.
Untuk hal ini peran instruktur adalah dengan membangun hubungan interpersonal kepada peserta perkaderan untuk pengaturan, pengarahan, hingga pembagian tugas. Ketujuh, instruktur sebagai pelaku riset. Riset ini terdiri dari tiga komponen yaitu, untuk memahami peserta perkaderan, untuk prediksi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap peserta perkaderan, dan untuk mengontrol proses perkaderan yang sedang berjalan.
Berangkat dari narasi panjang diatas, peran instruktur dalam perkaderan sangatlah penting. Namun, ketika peran tersebut tidak teraktualisasikan dengan baik maka yang akan terjadi adalah penurunan kualitas kader, berkurangnya minat serta gairah kader dalam ber-IMM, dan kemungkinan terburuknya adalah kuantitas kader yang semakin turun grafiknya akan berpengaruh pada estafet kepemimpinan IMM di masa yang akan datang, bukan mengejar kuantitas namun jika tidak adanya keberlanjutan kepemimpinan maka pertanyaannya siapa yang akan melanjutkan perjuangan pergerakan ini?
Melihat pun merasakan kehadiran instruktur yang terkesan hanya formalitas belaka, ada ketika Darul Arqam Dasar (DAD) dimulai, hilang setelah DAD berakhir, bahkan terkadang agenda follow-up dari DAD pun instruktur tidak mendampingi.Daricontohrealita yangterjaditersebut,membuatkadertidakmerasakan kehadiran instruktur yang narasinya adalah pelaku perkaderan. Lalu, bagaimana sebenarnya pengaplikasian SPI bagi instruktur? Iya, memang tervalidasi bahwa instruktur memahami apa dan bagaimana isi dalam SPI, namun sejauh ini belum ada dorongan untuk melakukannya secara all out.
Di era sekarang, kader memerlukan hal yang fresh namun tetap tidak meninggalkan segala dasar agama maupun organisasi. Maka dari itu, peran instruktur harus dimainkan secara baik dan tepat dalam kasus ini dengan cara membuat perkaderan menjadi sesuatu yang menggembirakan. Perkaderan yang menggembirakan sendiri adalah dimana ketika instrumen perkaderan saling berkesinambungan dan menciptakan inovasi baru dalam pembentukan ideologis kader yang sesuai perkembangan jaman sehingga dapat menumbuhkan kembali semangat pergerakan kader IMM yang mulai lesu dan monoton.
Kemudian, apa yang dapat dilakukan instruktur untuk mewujudkan perkaderan yang menggembirakan sebagai jawaban atas perubahan yang terjadi? Langkah yang pertama dapat dilakukan adalah, instruktur update mengenai perkembangan kader dan lingkungannya melalui monitoring dan evaluasi, ciptakan branding instruktur yang kekinian namun tetap memiliki batasan jelas. Update yang dimaksud adalah tidak ketinggalan mengenai isu-isu terkini di kalangan milenial, dimana isu-isu tersebut dapat diangkat dan dibaurkan dalam agenda diskusi yang mungkin tengah diadakan agar terjadi pemecah suasana yang akan lebih membuat kader tertarik karena instruktur dianggap satu frekuensi atas update-nya mengenai isutersebut.
Kedua, instruktur mengupayakan pemberian napak tilas mengenai sejarah muhammadiyah atau IMM secara langsung dengan mendatangi lokasi yang sekiranya masih memungkinkan dijangkau oleh kader atau pemberian forum bedah film sejarah namun setelah melakukan sesi nonton bareng. Karena, tidak dapat dipungkiri lagibahwa cukup sulit menerapkan budaya membaca buku saat ini di kalangan milenial, apalagi buku bacaan sejarah atau ideologi.
Dengan inovasi ini dimungkinkan dapat menggeser sedikit pola monoton pada pengenalan sejarah melalui perintah membaca buku-buku sejarah yangdimana budaya membaca buku hampir punah di kalangan kader karena rasa malas ataupun lebih nyaman melalui digital. Tidak perlu sealu memaksa bahwa kader harus selalu membaca buku tebal-tebal itu, jangan buat mereka merasa tertekan atau tidak bebas atas dirinya. Ketiga, karena instruktur dianggapsebagai tokoh yang berperan tegas, kaku, cuek, sinis, dan terkadang memberikan kesan menyebalkan di beberapa agenda perkaderan seperti DAD misalnya. Maka, branding seperti itu akan membuat kader tidak dekat dengan instruktur, dampaknya pun instruktur akan sulit melakukan pendekatan dengan kader karena kader sudah merasa tidak nyaman terlebih dahulu.
Instruktur seharusnya tampil menyenangkan untuk kader-kader milenial saat ini, dengan memberikan perhatian-perhatian kecil tentang hobi kader mungkin, tentang kesibukan kader, atau hal-hal yang membuat kader merasa mereka dianggap dan diingat serta diperhatikan oleh instrukturnya. Maka jadilah instruktur yang kader-friendly agar dianggap menyenangkan dimata kader. Keempat, tentunya setelah pendekatan dan lain hal instruktur memiliki data-data kebutuhan kadernya, yang selanjutnya harus diolah dengan baik dan tepat sasaran. Umumnya, instruktur hanya memberikan apa yang sudah ditetapkan sebelumnya atau sarkasnya formalitas untuk menggugurkan kewajiban bertugas menjadi seorang instruktur.
Melihat pun merasakan hal tersebut, alangkah baiknya instruktur mampu memberikan dan menjawab kebutuhan kader sesuai kebutuhannya. Jangan memberikan stigma bahwa kader harus menguasai semua ranah, biarkan kader bereksplorasi ranah mana yang akan ditekuni. Karena ketika instruktur memaksakan sesuatu yang tidak kader suka, maka suatu hal itu tidak akan masuk kedalam pikiran kader atau bahkan kedalam diri kader itu sendiri, bahkan kader akan merasa tertekan dan kebebasannya dirampas.
Instruktur Bertugas Menggunakan Hati
Jadilah instruktur yang mengerti dan memahami kebutuhan kadernya, berikan apa yang dibutuhkan kader bukan hanya yang menggugurkan kewajiban sebagai instruktur saja. Menjadi instruktur yang menyenangkan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan mengikuti perkembangan isu-isu milenial terutama sehingga dianggap satu frekuensi dengan kader, berikan jelajah sejarah dengan napak tilas langsung selama lokasinya bisa dijangkau, tidak perlu memaksa kader untuk terus membaca buku-buku tebal itu, berikan saja inovasi pembelajaran melalui napak tilas atau bedah film sejarah atau lainnya.
Ciptakan branding instruktur yang kader-friendly dengan memberikan notice baik mengenai hal-hal yang sedang disukai oleh kader atau hal-hal yang menarik perhatian kader saat ini, berikan juga kebebasan pada kader atas pilihan dirinya untuk menekuni ranah apa yang mereka suka. Terakhir, jadilah instruktur yang bertugas dengan hati karena kader akan bisa merasakan ketulusan cinta IMM melalui instruktur yang sepenuh hati menjalankan amanahnya. Karena dari instruktur yangmenyenangkan perkaderan akan terasa sangat menggembirakan.
*Penulis adalah Kader IMM Kota Surakarta