Oleh : Rahiman Agus Salim

Mahasiswa Magister Manajemen (S2) Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Fakultas Ekonomi Bisnis dan Politik

Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi agaknya merupakan opsi terakhir pemerintah dalam mengantisipasi jebolnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang berpotensi mengguncang perekonomian nasional.

Kalau kita lihat dari beberapa sumber yang ada, alasan pemerintah menaikkan harga BBM dipicu oleh semakin besarnya beban subsidi yang ditanggung APBN karena selisih harga minyak dunia dengan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia semakin besar. Kemudian nilai tukar rupiah atau kurs pun sudah melemah, bahkan sudah mencapai menjadi Rp15.272/US$ per 29 September 2022. Selain itu, meningkatnya mobilitas masyarakat akibat pemulihan ekonomi juga telah mendorong peningkatan volume konsumsi BBM, ditambah lagi ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM yang banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat ‘mampu’ serta industri berskala besar. Sehingga, keputusan pengurangan subsidi BBM nampaknya tidak bisa dihindarkan lagi, demi meringankan tanggungan APBN.

Sebagai solusi untuk tetap menjaga daya beli masyarakat dengan dinaikkannya harga BBM, pemerintah menyiapkan bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT) bagi warga miskin untuk menekan dampak inflasi jika harga BBM subsidi naik. BLT BBM tersebut akan diberikan untuk 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (PKM) dan 16 juta pekerja. Selain itu juga, pemerintah memberikan bantuan transportasi untuk pengemudi ojek dan nelayan serta tambahan bansos dari 2% dana alokasi umum dan bagi hasil.

Tentu, pemerintah tidak bisa sepenuhnya hanya bergantung dengan tiga bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai tersebut dalam memberikan solusi kepada masyarakat. Mengingat dampak kenaikan BBM ini tidak sebanding dengan BLT yang akan diterima masyarakat. Yang mana tidak hanya terbatas menimbulkan inflasi saja, tetapi juga akan menimbulkan pengangguran yang terjadi karena banyak pelaku usaha yang akan terbebani biaya produksi. Kemudian dengan adanya pemberian bantuan langsung tunai, bukan tidak mungkin akan memicu terjadinya peningkatan konsumsi masyarakat yang selanjutnya berpotensi menyulut pelaku usaha untuk menaikkan harga barang dan jasa yang di pasok, tentu sebagai kompensasi akibat kenaikan harga BBM saat ini. Maka dengan demikian Inflasi bukan malah terjaga, tetapi justru meningkat.

Pemerintah memang dihadapkan dengan persoalan sulit. Jika tidak menaikkan harga BBM, keadaan pun akan lebih sulit. Tinggal bagaimana ke depannya pemerintah harus memonitor bantuan langsung tunai dapat terdistribusi tepat sasaran atau barangkali perlu adanya peninjauan kembali terhadap keputusan dan solusi yang diberikan.

Tak bisa dipungkiri bahwa asumsi kemampuan pemerintah untuk menyediakan harga BBM yang sangat terjangkau menjadi salah satu bukti kesuksesan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi masyarakat. Dan kaitannya dengan dalam hal ini dapat dilihat dari seberapa besar subsidi diberikan. Maka jika pemerintah melihat subsidi sebagai sebuah beban, tentunya memang akan terasa memberatkan. Namun, jika subsidi dipandang sebagai bentuk usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka subsidi tidak akan lagi menjadi sebuah beban, tapi sebuah keharusan yang layak untuk diperjuangkan. Karena masyarakat akan melihat dan menilai sejauh mana kemajuan pencapaian kinerja ekonomi pemerintah itu dari seberapa besar subsidi yang diberikan, termasuk seberapa banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dan disiapkan. disinilah perlu ada sinergi yang berimbang antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat sehingga tercipta kesepakatan dan keselarasan langkah dalam menyukseskan pencapaian perekonomian nasional yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dampak Keputusan

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif dari beberapa alternatif yang ada, untuk kemudian digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah. Dan pastinya, sebuah keputusan akan memberikan dampak, baik terhadap pemberi ataupun penerima keputusan. Hal itu juga akan berlaku dengan keputusan pemerintah yang telah memutuskan untuk menaikkan harga BBM. Secara, BBM merupakan komoditas yang sangat vital dan memegang peranan penting sebagai penggerak roda perekonomian, bahkan mengambil peran hampir di semua aktivitas ekonomi masyarakat. Oleh karenanya kita sudah bisa melihat dan merasakan dampak tersebut pada semua sektor. Baik dari meningkatnya harga barang dan kebutuhan pokok, suku bunga acuan semakin tinggi, sampai pada potensi akan meningkatnya angka pengangguran karena beratnya beban operasional yang akan ditanggung para pelaku usaha dan perusahaan, sehingga akan menekan biaya operasional dengan menghentikan perekrutan karyawan baru dan sampai pada melakukan pemutusan hubungan kerja.

Hal inilah yang kemudian menjadi pemicu penolakan, kritik, protes dan kekecewaan dari elemen masyarakat di berbagai daerah dengan menggelar unjuk rasa menolak keputusan.

Bagaimana menyikapinya?

Tentu kita tidak ingin berlarut-larut dalam kondisi seperti ini. Sebagai masyarakat yang baik, kita harus berupaya untuk ikut serta membantu meringankan beban dengan tidak menambah beban. Kita bisa memberikan masukan, menyumbangkan pemikiran, membantu dalam memberikan edukasi terhadap masyarakat dan hal lainnya sebagai upaya untuk memecahkan persoalan dan menjaga ketentraman. Maka alangkah baiknya, kenaikan harga BBM ini tidak terus menutup sebelah mata kita tentang dampak positifnya.

Dengan adanya pengurangan subsidi BBM, tentu akan menurunkan defisit anggaran, karena menurunnya pengeluaran negara yang selama ini dikeluarkan untuk kebutuhan subsidi BBM. Dengan terus menurunnya defisit anggaran ini, akan membuat sistem keuangan negara menjadi lebih baik dan berkelanjutan. Selain itu anggaran subsidi yang tadinya diperuntukkan bagi BBM, bisa dialihkan untuk membiayai sektor lain yang lebih produktif seperti pertanian, perikanan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lain sebagainya. Apalagi jika mengingat hajat besar negara dalam mewujudkan suksesnya pembangunan dan pemindahan ibu kota negara (IKN) indonesia yang baru, yang pastinya membutuhkan banyak suntikan dana.

Momentum kenaikan harga BBM ini juga dapat mendorong masyarakat untuk lebih berhemat dalam mengonsumsi BBM, seperti menghidupkan kembali budaya sehat berjalan kaki dalam rangka mengurangi polusi udara sebagai upaya menjaga lingkungan yang lebih sehat.

Dan pula dapat dijadikan momentum yang tepat untuk memacu langkah bagi beberapa perusahaan seperti Pertamina, Electrum, Gesits, Gogora dan Gojek, yang tempo lalu sudah melakukan kerja sama untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia yang nantinya membuat masyarakat sudah tidak ragu lagi ketika mau beralih ke kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan, bisa mengurangi pencemaran udara dan tentunya tenaga listrik bisa dihasilkan dari sumber energi terbarukan yang selalu bisa diperbaharui. Berbeda dengan bahan bakar bensin yang diambil dari minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui dan jumlahnya terus berkurang. Maka jangan sampai hal ini hanya wacana semata, karena kurangnya dukungan dan regulasi yang baik dari pemerintah. Pemerintah juga seharusnya sudah dapat melirik potensi dan pengembangan energi alternatif dengan menggandeng para pelajar, mahasiswa, ilmuan oerganisasi dan elemen masyarakat lainnya untuk menemukan dan mengembangkan energi alternatif, layaknya biofuel atau bahan bakar nabati atau energi alternatif lainnya yang dapat menjadi solusi di masa mendatang.

Editor : ARM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here