
Oleh : Saarah Salsabil
POSITIVE THINKING, APA ITU?
Membahas tentang positive thinking pastinya tak lepas dari perasaan dan logika manusia yang dapat mencerminkan sikap serta sifat manusia dalam melakukan sesuatu. Secara bahasa sendiri positive thinking dapat di artikan sebagai pola fikir manusia yang diproses secara positif sehingga dapat menghasilkan energi yang positif pula. Apa sih energi positif itu? So, energi positif adalah energi yang akan menghasilkan pemikiran dan sikap baik yang dapat membuat manusia menjadi jauh lebih bersemangat untuk melakukan hal-hal yang benar dan menjadi lebih bahagia.
Menurut Susetyo (1998), arti dari positive thinking adalah kemampuan berpikir sesorang untuk memusatkan perhatian seseorang pada sisi positif dari keadaan diri, orang lain, dan situasi yang sedang dihadapi.
Adapun menurut Norman Vincent Peale penulis dari buku The Power Of Positive Thinking (1992), positive thinking adalah cara seseorang beranjak mengatasi masalah dengan menekankan pada sisi positif dari kekuatan atau diri sendiri.
Ada banyak sekali makna positive thinking yang berpusat pada cara berpikir dengan positif dalam menghadapi masalah dan mengesampingkan negative thinking. Dalam agama Islam pun kita diajarkan untuk senantiasa ber-husnudzan, berprasangka baik terhadap ketentuan dan ketetapan yang diberikan kepada kita.
BUDAYA NEGATIVE THINKING
Manusia identik dengan akal pikiran. Adanya hal tersebut, kadang suka membuat manusia banyak ‘kepikiran’. Setiap tindakan yang dilakukan biasanya akan dipertimbangkan secara matang untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Namun tak jarang, ada orang yang bertindak sesuka hati tanpa memikirkan sebab-akibat yang dapat ditimbulkan.
Budaya negative thinking mulai mengakar kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Contohnya, dalam keadaan bahagia kita masih berpikir negatif, seharusnya keadaan bahagia bisa kita jadikan kesempatan untuk menjernihkan pikiran dari hal negatif. Aspek untuk berpikir positif ini sebenarnya cukup mudah untuk kita terapkan. Namun, kita seringkali memilih meneruskan sebaliknya. Begitu juga ketika kita sedang menghadapi cobaan atau masalah, bahkan lebih banyak peluang untuk berpikiran negatif. Seakan-akan, pikiran positif ini telah tersingkir dari kehidupan kita. Tanpa kemauan yang keras kita tidak akan menemukan apa arti positive thinking di kehidupan.
Pikiran positif juga tak langsung datang secara instan. Memiliki pikiran positif merupakan sebuah keterampilan yang harus diusahakan, karena penerapannya akan sangat sulit dilakukan. Biasanya orang-orang akan lebih memilih mempertahankan pikiran negatif daripada mencoba mendatangkan pikiran positif.
‘Semua hanya soal pembiasaan’
Perlu kita catat, dari pola dan aspek itulah muncul kebiasaan yang mampu menjernihkan pola pikir kita. Hasil dari seorang individu yang tetap mempertahankan pikiran negatifnya, terbukti tidak bisa berpikir secara jernih. Karena pikirannya sudah dipengaruhi oleh hal yang tidak baik.
Aspek berpikir positif inilah yang wajib kita terapkan dikehidupan sehari-hari hingga dapat menjadi sebuah kebiasaan dalam diri. Contoh berpikir positif, yaitu harapan yang positif, afirmasi diri, serta penyesuaian diri terhadap kenyataan. Aspek tersebut harus dilakukan secara bertahap dan berulang tanpa keterpaksaan agar tidak mengarah kembali pada pemikiran yang negatif.
THE EFFECTS AND HOW ABOUT TOXIC POSITIVITY?
Tak mungkin sesuatu terjadi tanpa adanya dampak, terutama dalam masalah pemikiran negatif dan positif baik dampak kecil maupun besar.
Dari pemikiran negatif, kita bisa mempertimbangkan akibat yang terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama daripada pemikiran positif yang kemungkinan hanya bertahan sebentar. Contohnya, kita tak bisa lagi memahami perasaan yang sebenarnya, karena emosi akan membuat diri sulit terkendali dalam menghadapi suatu masalah sehingga segala sesuatu seakan berjalan ditempat dan tujuan yang ingin ditempuh terasa jauh akibat pemikiran negatif.
Sedang, dampak dari pemikiran positif dapat membuat diri lebih mudah merasakan kebahagiaan. Namun, segala sesuatu yang berlebihan pun tidak baik. Pikiran positif yang terlalu ‘positive’ dapat menimbulkan sebuah toxic positivity. Apa itu? Seperti pada materi IPM bidang advokasi yang pernah dibagikan, toxic positivity merupakan kondisi di mana seseorang berambisi membuat seseorang yang tidak baik-baik saja menjadi baik dengan hal-hal yang membuat ‘muak’. Contoh kalimat toxic positivity, ‘Kamu enak masih begini, aku loh begitu’. Ibarat kata, mengadu nasib. Saat seseorang bersedih, ia hanya ingin didengarkan, jika perlu kita beri sentuhan fisik yang menenangkan. Beri ia jeda waktu dalam kesedihan. Jadilah pendengar yang baik.
Well, untuk menghindari sisi gelap toxic positivity adalah kelola emosi negatif. Tetapi jangan menyangkalnya. Tak dikelola pun akan membuat stress, namun jika menyangkalnya kita tak bisa mendapat informasi, hikmah, atau manfaat untuk hidup kita ke depannya. Pula, kita harus bersikap realistis terhadap apa yang kita rasakan. Jika sedang stress atau marah, itu wajar. Buatlah diri kita nyaman dengan emosi negatif tersebut. Jangan terlalu berharap dengan diri sendiri. Fokus pada perawatan diri dalam mengambil langkah untuk memperbaiki situasi.
EKSPEKTASI YANG TINGGI
Manusia cenderung memasang standar yang tinggi terhadap sesuatu. Tentunya, tak ada seseorang yang ingin dikecewakan. Semua inginnya sempurna. Tanpa celah dan salah. Lebih jauh lagi, mari kita telaah, apakah tempat yang kita jadikan pengharapan benar sudah?
“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup. Dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia.” – Ali bin Abi Thalib
Kalimat di atas merupakan sesuatu yang sudah tak asing lagi di telinga kita. Sesekali turunkan ekspektasi kita terhadap manusia. Ekspektasi yang tinggi dapat menjadi boomerang bagi diri kita. Terlalu yakin akan mencapai sesuatu tanpa kesulitan yang pada akhirnya berujung pada ketidaksesuaian, pastinya menyakitkan. Benar, bukan?
Singkatnya, jangan berharap lebih.
SELALU ADA SISI BAIK
Setiap permasalahan, selalu ada sisi baik. Tanamkan di diri kita bahwa segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Dan ingat, ada sutradara sempurna yang telah menetapkan takdir kita sedemikian rupa.
Hal yang membuat kita sering menyalahkan keadaan dan kondisi adalah ketika hati dan pikiran kita mulai tertutupi oleh cahaya kebaikan. Meski untuk kebaikan kecil sekalipun, dapat membantu kita membangun aspek-aspek positif di dalam diri kita.
Emosi negatif dan positif haruslah saling melengkapi. Seperti kata Fiersa Besari, ‘Kita perlu kecewa, untuk tahu bahagia’. Kendalikan diri, tetap sesuai dengan porsi. Jangan sampai kedua hal ini menghalangi kita untuk maju kedepan melakukan hal sesuatu yang baru atau bisa saja sampai menghalangi kita mencapai kesuksesan atau jalan yang ingin kita tuju.
* Penulis merupakan jurnalis yang aktif di Muju.com (Mujahidin Journalist Community)
Ed : ARM