BeritaInspirasiJateng

Mahasiswa UMS Olah Biji Labu Kuning Jadi Sumber Squalene Nabati untuk Kosmetik dan Farmasi

KABARMUH.ID, SURAKARTA – Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang menamakan diri Tim Curbita. Mereka mengusung riset berjudul “Ekstraksi Senyawa Squalene dan Antioksidan dari Cucurbita moschata Duch dengan Bantuan Gelombang Mikro: Optimasi Berbasis Box-Behnken Design”.

Penelitian ini berangkat dari tingginya kebutuhan squalene, senyawa bioaktif yang memiliki sifat antioksidan, antiinflamasi, imunomodulator, dan emolien. Squalene dikenal luas dalam industri kosmetik, pangan fungsional, hingga farmasi, terutama sebagai bahan anti-aging, pelembab, dan pelindung dari radikal bebas.

Selama ini, squalene banyak diperoleh dari hati ikan hiu dengan kadar tinggi mencapai 79%. Namun, eksploitasi berlebih terhadap hiu menimbulkan ancaman serius bagi ekosistem laut. Melihat persoalan tersebut, Tim Curbita menghadirkan alternatif ramah lingkungan dengan memanfaatkan biji labu kuning (Cucurbita moschata Duch.) yang selama ini dianggap sebagai limbah agroindustri.

“Biji labu kuning tidak hanya mengandung squalene, tetapi juga senyawa bioaktif lain seperti tokoferol (vitamin E), fitosterol, asam lemak tak jenuh, dan fenolik. Potensi ini sangat relevan untuk dikembangkan sebagai bahan baku farmasi maupun kosmetik,” jelas salah satu anggota tim, Muhamad Nur Ilham, Senin (6/10).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi labu kuning di Indonesia pada periode 2021–2023 rata-rata mencapai 554.302 ton per tahun. Sekitar 3% dari total produksi berupa biji dengan bobot 60–80 gram per buah, yang sebagian besar hanya dibuang. Padahal, biji tersebut menyimpan senyawa bernilai tinggi dan berpotensi menjadi komoditas baru.

Dalam riset ini, Tim Curbita menggunakan metode Microwave-Assisted Extraction (MAE) yang terbukti lebih efisien dibanding metode konvensional. Jika metode Soxhlet hanya menghasilkan rendemen squalene 1,51% dan Ultrasound-Assisted Extraction (UAE) 1,29%, maka pada kondisi optimum MAE mampu menghasilkan rendemen minyak 24,63% dengan aktivitas antioksidan IC₅₀ sebesar 15,39 µg/mL.

“Temuan ini menegaskan bahwa MAE tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga dapat mempertahankan kandungan squalene dan senyawa bioaktif lain dalam minyak biji labu kuning,” tambah Ilham.

Hasil analisis GC-MS bahkan mengidentifikasi 53 senyawa bioaktif dari minyak biji labu kuning. Squalene terdeteksi sebesar 2,62% dan menempati peringkat ke-6, lebih tinggi dibanding hasil metode Soxhlet maupun UAE. Senyawa dominan lain di antaranya ascorbyl dipalmitate (32,82%), asam oleat (25,42%), dan asam linoleat (11,93%) yang berperan sebagai antioksidan kuat, penurun LDL, imunomodulator, serta fotoprotektan kulit.

Dari sisi optimasi, analisis ANOVA berbasis Box-Behnken Design menunjukkan model regresi yang sangat baik dengan nilai R² = 98,90% untuk rendemen dan R² = 98,99% untuk aktivitas antioksidan. Faktor dominan yang memengaruhi adalah rasio bahan–pelarut terhadap rendemen serta daya microwave terhadap aktivitas antioksidan, sedangkan waktu ekstraksi berpengaruh signifikan dalam bentuk kuadratik.

Model persamaan kuadratik memprediksi kondisi optimum pada rasio 0,3040 g/mL, daya 446,639 W, dan waktu 11,932 menit. Hasil ini memproyeksikan rendemen sebesar 29,69% dan IC₅₀ 11,72 µg/mL, dengan perbedaan kecil terhadap hasil eksperimen yang menunjukkan validitas tinggi dari model.

Selain capaian teknis, Tim Curbita juga aktif dalam diseminasi publik. Hingga kini, mereka telah menyelesaikan laporan kemajuan 100%, menulis artikel ilmiah untuk Jurnal Inovasi Teknik Kimia (target Sinta 3), serta mengembangkan akun edukasi di Instagram dan TikTok dengan total tayangan lebih dari 186 ribu. Tim juga tengah mengajukan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk metode optimasi ekstraksi yang mereka kembangkan.

Dengan capaian ini, penelitian Tim Curbita tidak hanya berkontribusi pada pengembangan metode ekstraksi bioaktif nabati, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi industri, lingkungan, dan masyarakat. “Biji labu kuning terbukti memiliki potensi besar sebagai sumber squalene nabati unggul yang aplikatif untuk kosmetik, pangan fungsional, dan farmasi, sekaligus mendukung keberlanjutan melalui pemanfaatan limbah agroindustri,” pungkas Ilham.

Kontributor: Fika

Editor: Alfarabi

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button