Sumber : Dokumentasi pribadi

 Oleh : Audry Thalia Caroline (202110230311004)

Siapa Paulo Freire? Apa isi bukunya? Bagaimana jadinya jika membedah buku Freire menggunakan pandangan Islam? Mari kita simak di bawah ini!

 

SIAPA PAULO FREIRE?

Paulo Freire dikenal sebagai tokoh pendidikan dan teoretikus pendidikan yang  terbilang menarik dan hasil dari pemikirannya selalu diabadikan ke dalam sebuah karya buku. Paulo Freire lahir di wilayah kota pelabuhan yang berada di Brasil bagian timur laut tepatnya di Recife, pada 19 September 1921. Recife dikenal sebagai wilayah kemiskinan dan keterbelakangan. Kesulitan – kesulitan yang dialami Freire ketika krisis ekonomi Amerika Serikat melanda Brasil menjadikan Freire bertekad untuk mengabdikan kehidupannya pada perjuangan melawan kesengsaraan agar anak lain tidak mengalami hal serupa.

MELIHAT DALAM BUKU

Buku ini diawali dengan bagian prawacana, prawacana buku ini mengungkapkan bahwa Freire kritis terhadap pendidikan tradisional di tanah kelahirannya yang terlihat seperti menggurui dan hafalan, menurutnya cara itu akan mengalami kegagalan dalam mendewasakan manusia. Seorang guru yang “menggurui” menjadikan siswa takut untuk menyampaikan pemikiran yang tertanam di kepala. Dalam sebuah pembelajaran dapat ditemui berbagai pendekatan, salah satunya ialah pendekatan humanistik, di mana pendekatan ini mengedepankan aspek kemanusiaan. Apabila seorang pendidik melakukan sebuah pendekatan yang salah pada saat mengajar dapat menjadikan kegiatan pembelajaran tersebut kurang optimal.

JIKA TADI PRA-WACANA, BAGAIMANA DENGAN ISI?

Dalam isi buku ini, dibicarakan kebutuhan akan pendidikan bagi kaum tertindas, kaum tertindas tak lepas dari yang namanya kaum penindas. Ketidakadilan, kekerasan, dan eksploitasi yang dilakukan kaum penindas membangkitkan rasa kerinduan kaum tertindas pada kebebasan. Saat mengatasi penindasan, manusia harus mengenali terlebih dahulu sumber penyebab penindasan yang terjadi dan kemudian membuat suatu perubahan untuk menciptakan situasi baru. Dalam upaya pembebasan dibutuhkan sebuah pendidikan untuk tertindas, kebutuhan untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai situasi yang terjadi pada mereka, memberi pemahaman seputar sifat-sifat kaum penindas. Pendidikan yang membebaskan terletak pada proses yang mengarah pada rekonsiliasi. Pendidikan yang membebaskan menurut Freire adalah merontokkan pendidikan ‘sistem bank’ dan menciptakan sistem baru ‘hadap-masalah’.

Pendidikan lama dalam ‘sistem bank’ menjadikan guru sebagai suatu subjek yang memiliki ilmu, di mana nantinya ilmu itu akan disiikan kepada murid. Murid menjadi wadah atau deposit semata, semakin banyak ilmu yang diisikan maka semakin dipandang baik si ‘pendidik’. Sistem ini menjadikan murid hanya menghafal seluruh hal yang disampaikan pendidik tanpa mengerti dengan pasti arti dari hal yang disampaikan, pendidik tidak merasa harus memberikan pengertian kepada murid, hanya memindahkan sejumlah pengertian atau rumusan pada murid untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan jika diperlukan dalam bentuk yang sama. Gaya pendidikan ini tidak mencerminkan komunikasi yang sebenarnya antara pendidik dan murid dan secara tidak langsung menggambarkan sebuah penindasan.

Dari rasa ketidaksukaan itu, Freire kemudian menciptakan sistem baru yang dinamakan sistem ‘hadap-masalah’ yang memungkinkan terciptanya komunikasi yang sebenarnya antara pendidik dan murid. Sistem ini menjadikan pendidik dan murid disatukan menjadi subjek, di mana sistem ini tidak ada lagi siapa yang memikirkan atau siapa yang menelan, tetapi pendidik dan murid akan berpikir bersama. Di kehidupan yang terus berjalan, banyak penemuan, penelitian terhadap hal baru yang menjadikan pendidik dan murid bersama sama menjadi murid dan pendidik, pendidik belajar dari murid dan sebaliknya murid belajar dari pendidik tidak ada lagi yang namanya ‘mengajar dengan menggurui’. Baik murid atau pendidik berhak untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Sistem ini juga seperti sistem yang mendekati realitas, jika di Indonesia yang dikenal negara agraris maka para pendidik di Indonesia haruslah membahas persoalan agraris atau persoalan yang terjadi di dalam negara bukan persoalan di luar Indonesia. Sistem seperti ini belum berkembang di negara Indonesia, masih banyak pendidik yang menganggap bahwa dirinya penguasa ilmu hal inilah yang menjadikan murid yang memberi interupsi pada pendidik akan dicap ‘sok tahu’ dan mudah memberi cap ‘bodoh’ kepada siswa apabila ia belum mampu menguasai wawasan dengan baik.

LANTAS, BAGAIMANA PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM? APAKAH HANYA KAUM ATAS SAJA YANG BERHAK MENDAPAT PENDIDIKAN?

Islam memiliki sumber ajaran satu dan tidak ada yang lain yaitu, Al-Qur’an dan Hadist, pada dasarnya pendidikan islam tidak boleh lepas dari kedua sumber tersebut. Di dalam kedua sumber tersebut, pendidikan disebut sebagai istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan ialah At-Tarbiyah.  At-Tarbiyah atau Pendidikan merupakan salah satu tugas manusia sebagai khalifah Allah Subhanahu Wa Ta’ala di bumi.

Islam mengatur hak manusia dalam pendidikan. Tata cara dalam berilmu, beramal dan berhubungan dengan sesama manusia dan seluruh makhluk hidup menjadi salah satu ajaran pokok islam. Islam sangat perhatian pada umatnya yang menuntut ilmu pengetahuan, terdapat ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menganjurkan setiap orang untuk berilmu. Di antaranya ialah hadits yang sudah tidak asing di telinga kita, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913). Dan firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 97, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Kedua dalil di atas menunjukkan bahwa tidak hanya laki-laki, tetapi juga perempuan memiliki hak dan kewajiban. Dalam perkara menuntut ilmu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak pernah membedakan bangsa, suku, ras, jenis, dan kedudukan sosial. Semua berhak menuntut ilmu, berhak mendapat hak dalam pendidikan dan sesuai dangan kemampuannya. Negara sebagai penanggung jawab publik (ummat) tidak boleh memberi larangan atau menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu. Seharusnya, sebuah negara atau pemerintah wajib memfasilitasi dan menjamin warganya mendapatkan pendidikan yang bermutu, layak, dan bebas dari diskriminasi. Hak dan kewajiban memenuhi pendidikan bagi umat manusia sesungguhnya telah tergambarkan dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di dalam Piagam Madinah.

ISLAM MENGATUR SEORANG PENDIDIK 

Dalam Al-Qur’an, Islam menunjukkan karakter yang harus dimiliki seorang pendidik atau guru. Seperti beberapa karakter di bawah ini :

Komitmen

Menjadi seorang pendidik yang berkomitmen dengan memberikan teladan yang baik, “Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?’”(QS.Al-Baqarah : 44)

Kompeten

Memiliki kompetensi terhadap bahan ajarnya, “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS.Al-Baqarah : 42)

Maha Besar Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang benar-benar mengatur dengan sempurna proses kehidupan umatnya, seperti hak dan kewajiban dalam pendidikan. Semua berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan bermutu, guru yang berkarakter baik agar pendidikan tidak berjalan dengan sistem bank.

 

 

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here