Oleh : Naufal Febrian*
Pada hakikatnya, korupsi adalah “benalu social” yang merusak struktur pemerintah, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam praktiknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Di samping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Masalah pemberantasan korupsi tidak hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum saja, dunia pendidikan diharapkan dapat berperan dalam pencegahan korupsi sejak dini. Pendidikan sebagai wadah untuk membentuk generasi penerus bangsa menjadi wadah yang efektif dalam rangka pencegahan korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dengan menghukum dan memberikan ceramah atau seminar anti korupsi. Agar tidak terjadi tumbuh silih bergantinya korupsi di Indonesia, maka perlu dicari sampai dari akar masalahnya. Dengan membekali pendidikan anti korupsi yang cukup akan memberikan perlindungan kepada para calon generasi penerus bangsa dari maraknya tindak korupsi.
Pendidikan diyakini merupakan kunci masa depan bangsa dan pendidikan anti korupsi merupakan pendidikan seumur hidup yang sangat penting ditanamkan sejak dini. Kualitas sumber daya manusia merupakan modal utama pembangunan bangsa. Penanaman karakter menjadi salah satu prasyarat keberhasilan pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Kampus sebagai lingkungan pencetak generasi bangsa dengan taraf yang lebih tinggi juga sangat peduli terhadap pendidikan anti korupsi di lingkungan mahasiswa. Sebagai barometer pendidikan untuk jenjang di bawahnya.
Dengan pendidikan anti korupsi maka generasi penerus bangsa akan lebih awal memahami masalah korupsi dan tidak melakukan kegiatan bejat ini seperti apa yang dilakukan generasi sebelumnya. Pendidikan anti korupsi tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mengubah pola pikir paradigma serta tingkah laku siswa untuk menerapkan prinsip hidup yang baik.
Efek dari penanaman nilai-nilai anti korupsi akan terasa dalam waktu yang lama, prosesnya tidak instan, ia akan terasa ketika anak-anak yang mendapatkan pendidikan ini sudah besar dan mengambil peran sosial serta berada pada institusi sosial tertentu untuk secara bersama meruntuhkan sistem budaya korupsi.
Peran penting mahasiswa tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu: intelektualitas, jiwa muda, dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni telah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti bahwa mahasiswa berperan sangat penting sebagai agen perubahan (Agent Of Change). Dalam konteks gerakan anti-korupsi mahasiswa juga diharapkan dapat tampil di depan menjadi motor penggerak. Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.
Keterlibatan Mahasiswa, Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi empat wilayah, yaitu: di lingkungan keluarga, di lingkungan kampus, di masyarakat sekitar, dan di tingkat lokal/nasional. Lingkungan keluarga dipercaya dapat menjadi tolok ukur yang pertama dan utama bagi mahasiswa untuk menguji apakah proses internalisasi anti korupsi di dalam diri mereka sudah terjadi. Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus tidak bisa dilepaskan dari status mahasiswa sebagai peserta didik yang mempunyai kewajiban ikut menjalankan visi dan misi kampusnya. Sedangkan keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di masyarakat dan di tingkat lokal/nasional terkait dengan status mahasiswa sebagai seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya.
Lingkungan Keluarga, Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Kegiatan tersebut dapat berupa melakukan pengamatan terhadap perilaku keseharian anggota keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya dirampas. Dirampasnya hak orang lain tersebut merupakan cikal bakal dari tindakan korupsi.
Lingkungan Kampus, Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti-korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks komunitas, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar rekan-rekannya sesama mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan di kampus tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Agar seorang mahasiswa dapat berperan dengan baik dalam gerakan antikorupsi maka pertama-pertama mahasiswa tersebut harus berperilaku anti-koruptif dan tidak korupsi dalam berbagai tingkatan. Dengan demikian mahasiswa tersebut harus mempunyai nilai-nilai antikorupsi dan memahami korupsi dan prinsip-prinsip anti-korupsi.
Masyarakat Sekitar, Hal yang sama dapat dilakukan oleh mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
Tingkat Lokal Dan Nasional, Dalam konteks nasional, keterlibatan seorang mahasiswa dalam gerakan anti korupsi bertujuan agar dapat mencegah terjadinya perilaku koruptif dan tindak korupsi yang masif dan sistematis di masyarakat. Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader) dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional. Berawal dari kegiatan-kegiatan yang terorganisir dari dalam kampus, mahasiswa dapat menyebarkan perilaku anti korupsi kepada masyarakat luas, dimulai dari masyarakat yang berada di sekitar kampus kemudian akan meluas ke lingkup yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu negara.
Permasalahan korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf menimbulkan skeptisme semua kalangan, termasuk mahasiswa. Maka dari itu desain mata kuliah baru anti korupsi agar menjadi sebuah pembelajaran yang menarik, tidak monoton dan efektif bukan hal mudah. Materi tentu penting untuk memperkuat aspek kognitif, namun pemilihan metode pembelajaran yang kreatif merupakan kunci bagi keberhasilan mengoptimalkan intelektual, sifat kritis dan etika integritas mahasiswa. Dosen sendiri harus menjadi komunikator, fasilitator dan motivator yang baik bagi mahasiswa. Peran pimpinan perguruan tinggi juga diperlukan untuk menciptakan kampus sebagai land of integrity yang mendukung efektifitas pendidikan anti korupsi itu sendiri.
Kajian pendidikan anti korupsi dapat dilakukan dengan pendekatan positifistik untuk mengevaluasi capaian persepsi tentang gerakan anti korupsi. Masyarakat sudah tahu jika korupsi itu tidak baik, dosa, merugikan orang lain, namun tetap banyak yang melanggar. Hal ini sebagai bukti kesadaran dan tindakan supaya selaras. Pendidikan anti korupsi sebagai kelanjutan dari masa pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi untuk membangun kesadaran etik dan moral. Kesadaran ini yang membimbing tindakan dan perilaku anti korupsi, dan tentunya anti suap. Upaya persuasif dan tindakan nyata dapat dibangun secara tidak eksplisit dalam proses belajar di kampus dengan pemberian ganjaran bagi yang jujur dan pemberian sangsi yang tegas bagi yang tidak jujur. Pandangan ini tidak saja langkah utopia, tetapi memang secara sadar dibangun.
Daftar Pustaka
Angha Nader. 2002. Teori Kepemimpinan berdasarkan Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Serambi
Darwin, Prinst. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Citra Aditya Bakti
Handoyo Eko. 2009. Pendidikan Anti Korupsi. Semarang: Widyakarya Press.
Hartanti Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.
Prasojo Eko. Teguh Kurniawan. Defny Holidin. 2007. Refomasi dan Inovasi Birokrasi: Studi di Kabupaten Sragen. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI dan YappikaCIDA.
Ruslan, Rosady. 2010. Metodologi Penelitian Public Relations dan Komunikasi cetakan ke-5.
Jakarta: Rajawali Pers.
Widjajabrata, Safaat and Nicholas M Z acchea. 2004. “International Corruption: The
Republic of Indonesia is Strengthening the Ability of Its Auditors to Battle Corruption”. The Journal of Government Financial Management. Volume 53. No. 3
Nur Syam. 2009. Penyebab Korupsi http://nursyam.sunan-ampel.ac.id (di akses pada 15 Oktober 2014).
*Penulis merupakan kader aktif IMM AR Fakhruddin Yogyakarta, alumni SMA Muhammadiyah 2 Al-Mujahidin, Balikpapan
Red : ARM