Oleh : Salsabila Rahmadhani Utami (202110230311006)

Pendidikan adalah salah satu hal yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Pendidikan harusnya menghasilkan individu yang memiliki rasa kemanusiaan, produktif, bertanggung jawab, dan membawa perubahan dalam masyarakat. Pendidikan juga harus membebaskan manusia dari segala ketidaktahuan dan membebaskan diri memberi pendapat. Maka pendidikan yang baik sejatinya membebaskan dari segala rintangan, eksploitasi dan intimidasi. Kebebasan itu esensial, dan hanya bisa diperoleh dengan upaya membebaskannya dari ketidakadilan dan penindasan sistematik, itulah yang dikatakan Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kaum Tertindas”. Paulo Freire sendiri adalah seorang pejuang pendidikan yang kontroversional. Dia berani menentang sistem yang sudah lama ada di masyarakat brazil, Negara tempat ia dilahirkan. Yang menurutnya, sistem pendidikan saat itu sama sekali tidak mendukung rakyat miskin, melainkan mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan itu terutama melayani kepentingan penguasa, maka harus dihapuskan dan diganti dengan sistem pendidikan yang baru.

Pendidikan harusnya dipahami sebagai kegiatan yang mulai dan mengandung nilai kejujuran. Namun, pada kenyataannya pendidikan masihlah memiliki permasalah yang mendasar. Permasalah yang tidak mudah diselesaikan dan menjadi rintangan dalam kemajuan pendidikan. Contohnya adalah bagaimana pendidikan menempatkan orang yang peserta didik itu sendiri. Dalam buku Pendidikan Kaum Tertindas sebuah sistem yang ditentang oleh Freire adalah “Sistem Bank” dalam sistem ini guru menganggap dirinya memiliki pengetahuan yang luas dan miliknya sendiri sementara guru menganggap peserta didik tidak memiliki pengetahuan dan membutuhkan pengetahuan dari guru. Peserta didik dianggap seperti sebuah wadah yang hanya berguna menampung yang diberikan guru. Sistem pendidikan seperti ini memunculkan menindas dimana ada yang berkuasa da nada yang tertindas, yang tertindas tidak berani menyatakan ketidaksetujuannya dan hanya dapat menelan mentah-mentah yang diberikan oleh gurunya. Sistem pendidikan model bank juga memposisikan guru sebagai pusat pengetahuan yang membuat pembelajaran hanya terpusat pada guru dan menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar sedangkan peserta didik menerima secara tidak aktif. Sistem pendidikan seperti inilah yang kemudia menghasilkan manusia-manusia yang selayaknya robot yang tidak memiliki kesadaran. Akibat dari sistem ini akan lahir peserta didik yang tidak kreatif dan selalu merasa takut. Padahal pendidikan seharusnya menyadarkan individu akan ancaman realitas sehingga mampu terlibat dalam perubahan-perubahan sosial.

Contoh dari pendidikan dengan sistem gaya bank yaitu guru seringkali menyuruh siswa untuk duduk dikelas, diam, menyimak, mendengarkan, menerima dan memahami semua materi tanpa memperbolehkan peserta didik untuk berpendapat. Sistem bank banyak kita jumpai terjadi pada pendidikan dasar. Kebanyakan peserta didik diberikan tugas menghafal seperti menghafal pidato kemudian menyampaikannya didepan tanpa diberikan masukkan yang dapat membangun. Metode hafalan tanpa mengetahui intinya tentu akan membuat peserta didik cepat melupakannya. Selain itu, guru juga menginginkan peserta didik untuk mengikuti bagaimana menyelesaikan masalah contohnya seperti menggunakan rumus yang telah diberikan kemudian guru mengkritik peserta didik apabila tidak bisa mendapatkan jawaban menggunakan rumus yang diberikan. Peserta didik seolah diharuskan untuk mengingat semua yang diajarkan guru tanpa mengerti makna yang terkandung di dalamnya. Dari sini terlihat bahwa tidak ada komunikasi dan interaksi dari guru dan peserta didik. Padahal interaksi sangat dibutuhkan agar komunikasi bisa terjalin dengan baik dan tidak adanya kesalahpahaman. Komunikasi harus menjadi penghubung antara guru dengan peserta didik agar tidak ada kesalahpahaman dalam menerima informasi. Jika dalam komunikasi terjadi kesalahpahaman, penyampaian informasi menjadi tidak akurat. Dalam berkomunikasi pun guru berusaha agar tidak menjadi dominan, memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengutarakan pendapatnya dan memberikan agar terjadilah komunikasi yang baik. Jika guru terlalu dominan murid enggan untuk memberikan pendapatnya. Komunikasi sangat harapkan dapat membawa pesan kepada individu serta berusaha untuk mengubah sifat dan tingkah laku.Tujuan dari pendidikan akan berjalan dengan baik jika bersifat komunikatif. Jika pendidikan tidak tercapai maka prosesnya tidak komunikatif.

Sebagai jalan keluar dari pendidikan “sistem bank” Freire menawarkan sebuah alternatif yang menurutnya akan relevan bagi masyarakat yang disebut “Pendidikan Hadap Masalah” dimana guru dan peserta didik tidak lagi menjadi objek dan subjek namun sama-sama menjadi subjek yang disatukan oleh objek yaitu pendidikan. Dalam sistem ini tidak ada lagi yang berpikir dan yang menelan tetapi berpikir bersama. Pendidikan seperti ini tentunya membawa perubahan. Perubahan yang menuju kearah yang lebih baik dan menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Peserta didik membutuhkan pendidikan dengan model seperti ini, dimana mereka tidak merasa ditekan. Peserta didik bebas dari segala penindasan. Berubahnya sistem pendidikan juga membuat guru berubah. Guru menjadi lebih perhatian kepada peserta didik, menanyakan kesusahan dari materi yang diberikan, menerima kritis yang membangun dan mengusahakan mengubah metode pendidikan menjadi lebih baik. Guru lebih mengutamankan peserta didik untuk berpikir dan berkomunikasi. Untuk mencapai pendidikan yang tanpa penindasan dibutuhkan komunikasi, kerendahan hati untuk percaya bahwa semua orang dapat memberikan kita pelajaran dan pelajaran juga bisa muncul dari hal-hal yang tidak kita duga. Pendidikan seperti inilah yang dibutuhkan oleh peserta didik.

Sebagian peserta didik mungkin belum merasakan pendidikan hadap masalah dan masih dengan sistem bank. Sistem seperti ini tidak sejalan dengan kemerdekaan yang harusnya dicapai oleh manusia. Sangat disayangkan belum semua sekolah menerapkan sistem pendidikan hadap masalah. Padahal sistem ini sangat dibutuhkan oleh individu dalam lingkup pendidikan. Padahal sistem ini haruslah dilaksanakan agar memudahkan peserta didik. Jika sistem hadap masalah semakin luas diterapkan peserta didik akan tumbuh menjadi manusia-manusia yang menjadi bebas dan merdeka, tidak akan tumbuh menjadi seseorang yang melakukan penindasan lagi. Karena sejatinya sistem bank bertahan lama karena mereka yang awalnya tertindas, lalu mendapatkan ilmu dan akhirnya menjadi penindasan. Sangat disayangkan bahwa pendidikan justru melahirkan kaum penindas-penindas yang baru. Pendidikan menjadi tidak lagi membebaskan, pendidikan menjadi sesuatu yang mengikat dan menjadi sebuah ajang balas dendam yang seperti rantai tidak berujung.  Karena sejatinya pendidikan memang seharusnya membebaskan semua individu dari segala bentuk penindasan. Pendidikan tidak boleh melahirkan penindas-penindas lain. Pendidikan sejatinya harus memberikan kebebasan kepada peserta didik. Guru dan semua yang terlibat dalam pendidikan haruslah dilihat sama dalam pendidikan dan bukan menjadi penguasa yang tidak menerima perbedaan dan kritik. Guru dan semua yang terlibat haruslah dipandang sebagai subjek dalam pendidikan dengan pendidikan sebagai objek dan dapat mendidik satu sama lain. Pendidikan tidak boleh membatasi manusia untuk menjadi dirinya sendiri. Pendidikan yang membebaskan manusia dapat membuat manusia mencapai keunikannya sendiri. Jadi, sebagai individu ataupun peserta didik sudahkan merasakan sistem pendidikan yang dicetuskan Freire atau masih bertahap dalam sistem bank yang seharusnya telah lama dihapuskan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here