Kyai Dahlan: Ulama’-Intelektual Penggagas Pendidikan Islam Berkemajuan
Oleh : M. Andhim
Siapa yang tak kenal dengan Muhammadiyah?
Sebuah ormas Islam yang dikenal dengan kiprahnya dalam bidang sosial, kesehatan dan tak lupa juga pendidikan. Tercatat jumlah AUM dalam bidang pendidikan pada tahun 2016 yaitu lembaga pendidikan yang berada dibawah majelis DIKDASMEN PP Muhammadiyah sebanyak 5.527 SD/MI, 1.632 SMP/MTs, 113 SMA/MA, 546 SMK dan 175 Pesantren. Sedangkan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisiyah (PTMA) pada saat ini tak kurang dari 170-an unit yang tersebar di seluruh nusantara. Sayang seribu sayang, jika kita hari ini bisa menikmati buah tapi lupa siapa yang menanamnya. Demikian halnya dengan kita yang terkadang sampai lupa terhadap sosok di balik persyarikatan ini. Oleh karenanya penulis ingin kembali mengajak para pembaca yang budiman sekalian untuk mengenal sekaligus mengenang buah pikiran dari kyai Dahlan dalam bidang pendidikan.
Sosio Kultural Masyarakat Setempat
Ahmad Dahlan hidup di masa penjajahan Belanda. Di mana pada masa itu “kastasisasi sosial” sangat mencolok. Banyak pribumi yang tidak mendapatkan hak-nya secara layak. Satu di antara hak-hak itu adalah hak pendidikan. Kala itu diskriminasi terhadap masyarakat masih menjadi hal yang dipandang lumrah. Seolah hak mendapat pendidikan yang layak hanya terbatas untuk anak keturunan para aristrokat/ bangsawan yang memiliki kedudukan. Sehingga tidak banyak dari golongan pribumi yang dapat mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah modern milik pemerintah. Padahal hanya melalui wasilah pendidikanlah rakyat akan tercerdaskan.
Di lain sisi berkembang model pendidikan Islam tradisisonal yang lebih dikenal dengan nama pesantren. Ciri utama pada lembaga pendidikan ini yakni masih mempertahankan metode-metode pembelajaran yang tradisional. Satu paket dengan materi ajar berupa ilmu-ilmu yang juga terbatas pada kitab-kitab klasik (at-turats). Adapun sistem yang ada pada pesantren bercorak turun-temurun. Sehingga tidak ada proses yang mengarah pada perubahan yang signifikan pada kemajuan pendidikan.
Urgensi Pendidikan
Kyai pendiri persyarikatan Muhammadiyah ini berupaya menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis. Ia memilih bergerilya melalui jalur pendidikan. Baginya pendidikan harus ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Masyarakat perlu dididik supaya cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang tajam. Supaya mampu memperbaiki tatanan sosial yang pada saat itu penuh dengan ketidak-adilan.
Oleh karena itu kyai Dahlan berupaya untuk merekonstruksi sistem pendidikan yang ada. Membuat suatu terobosan baru konsep pendidikan Islam yang dapat menjawab tuntutan zaman. Yakni pendidikan Islam yang menjadi pusat rekonstruksi sosial dan berorientasi ke masa depan. Pendidikan inilah yang penulis sebut sebagai pendidikan Islam berkemajuan.
Tujuan Pendidikan Yang Ideal
Pada masa itu terjadi dua benturan antara pendidikan pesantren dan pendidikan modern Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang “Solih” dengan fokus mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang di dalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat dualisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia. Lulusan pesantren menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum. Sedangkan lulusan sekolah Belanda menguasai ilmu umum tetapi tidak mengetahui sama sekali perihal agama.
Hal ini dianggap oleh kyai Dahlan sebagai suatu kesalahan yang mendasar dan bisa berakibat fatal. Bagai dua sisi mata uang yang selalu bersama dan takkan pernah lekang oleh zaman. Baginya kedua hal tersebut (antara ilmu agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa saling dipisahkan. Inilah alasan mengapa ia memberikan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di sebuah sekolah yang dirintis olehnya. Sehingga tujuan pendidikan yang ia anggap ideal adalah untuk melahirkan ulama’-intelektual yang menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta berorientasi pada ukhrawi tanpa melupakan urusan duniawi.
Materi Ajar Integratif
Beranjak dari jargon “ar-ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunah”. Pada prinsipnya dalam menyelenggarakan pendidikan, Ia tetap berpegang kepada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena beliau berkeyakinan bahwa kedua pedoman umat Islam inilah tempat mencari jawaban dari segala persoalan. Banyak sekali dijumpai di dalam al-Qur’an maupun as-Sunah perintah untuk menuntut ilmu tanpa menganak-tirikan salah satu di antara pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum.
Ia mencoba mendamaikan dua keilmuan yang pada masanya masih dianggap saling bertentangan. Alhasil materi yang diajarkan merupakan satu kurikulum baru. Perpaduan antara kurikulum pesantren dan kurikulum sekolah Belanda. Sehingga beliaulah peletak dasar model pendidikan Islam yang integratif. Dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan sains yang terus mengalami perkembangan.
Simpulan
Kyai Dahlan merupakan seorang ulama’-intelektual yang berfikir melintasi zaman. Produk pemikiran beliau tergolong sangat maju pada masanya. Pendidikan berkemajuan yang ia gagas berorientasi ke masa depan. Di saat lingkungan hidupnya masih terperangkap dalam dikotomi keilmuan, ia mulai keluar dari zona nyaman yang telah menjadi kemapanan. Bangkit dan menyerukan perlawanan melawan kebiasaan yang tidak memihak kepada keadilan dan kemajuan.
Perlahan mulai menyadarkan sikap berlebihan yang dilakukan oleh umat Islam. Yakni membatasi diri untuk belajar kitab-kitab klasik khazanah keislaman. Ia pun mulai memadukan antara keilmuan Islam klasik dengan keilmuan modern ala barat. Tidak hanya sebatas materi saja, metodenya pun juga diadopsi. Sehingga terciptalah model pendidikan Islam yang ideal. Kemudian ide-ide itu dimanifestasikan dengan membentuk lembaga pendidikan Islam yang menggabungkan sistem pendidikan pesantren (sorogan/halaqah) dengan sistem pendidikan Belanda (sistem modern).
Diakui atau tidak, model pendidikan seperti ini masih sangat relevan hingga detik ini. Dan kini faktanya yang mempraktekkan sistem pendidikan seperti ini tidak hanya lembaga pendidikan Muhammadiyah saja. Alhamdulillah, kita dapat menjumpai buah pikiran kyai sang pencerah ini di mana-mana.