Oleh: Muhammad Ibnu Masngud

Apa yang dicari?
Bumi ini diwarnai dengan aneka aktivitas manusia beserta dinamikanya. Setiap manusia memiliki kepentingan yang mendorongnya untuk bertindak. Karena kepentingan manusia berbeda satu dengan yang lainnya tidak jarang tindakan itu merugikan satu sama lain. Dari situlah lahir berbagai problematika tanpa ujung yang memenuhi kehidupan dunia. Namun apa sebenarnya yang manusia cari dari berbagai aktivitasnya yang tidak jarang membawa masalah bagi dunia.

Imam Ibnu Hazm (994-1064 M) menyatakan bahwa inti dari segala macam aktivitas manusia di dunia kembali pada satu tujuan yang hendak digapai, beliau menyebutnya dengan طرد الهم Thard al-Hamm (menghindari atau menolak kesedihan). Pemahaman terbaliknya berarti mencari kebahagiaan.

Apa yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hazm merupakan satu hal yang menjadi titik temu antara seluruh manusia apapun latar belakang kehidupan mereka. Diantara manusia ada yang menemukan kebahagiaan dalam kebanggaan atas kedudukannya, atau dalam tumpukan harta kekayaannya, bisa juga dalam keberhasilan menjalakan keyakinannya.

Demikian beragam cara pandang manusia yang melahirkan aktivitas beragam pula. Memang setiap orang bisa menemukan kebahagiaan dengan caranya masing-masing, namun tidak jarang ada yang terjebak dengan kebahagiaan semu yang justru pada akhirnya mendatangkan penyesalan dan kesedihan.

Selayaknya manusia lebih memprioritaskan kebahagian jangka panjang, terlebih bagi yang percaya akan adanya hari akhirat. Bahkan dalam pandangan Epikuros (341-270 SM), manusia perlu mengorbankan kebahagiaan jangka pendek untuk mendapat bahagia yang lebih besar dan jangka panjang.

Bagaimana untuk bahagia?
Mencukupi Kebutuhan
Sebelum membahas bagaimana cara untuk bahagia, penting untuk diketahui pula sebab-sebab yang dapat mendatangkan kesedihan. Diantara faktor umum yang melahirkan kesedihan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan. Telah maklum bahwa manusia beraktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, namun dalam konteks ini sementara manusia sering salah paham atau tidak memahami kebutuhannya secara utuh.

Manusia adalah makhluk yang terdiri dari tiga dimensi, jasmaniyah, aqliyah dan ruhaniyah. Masing-masing memiliki kebutuhan yang perlu ditunaikan, namun tidak sedikit manusia yang hanya fokus pada kebutuhan jasmani saja. Bahkan memandang kebutuhan jasmani sebagai kebutuhan puncak diatas yang lainnya. Ada yang beribadah dengan motif agar dimudahkan rizkinya semata, ada pula yang menuntut ilmu untuk mendapat perkerjaan dengan penghasilan yang menjajikan.

Aktivitas seperti berolahraga, minum dan makan adalah contoh dari kebutuhan jasmaniyah. Beribadah dan bersosialisasi masuk dalam kebutuhan ruhaniyah. Sedangkan contoh dari kebutuhan aqliyah adalah berbagai kegiataan keilmuan seperti membaca dan meneliti. Ketiga kebutuhan itu saling kait mengait sehingga ada satu aktivitas yang bisa memenuhi lebih dari satu kebutuhan sekaligus. Seperti mengikuti majelis ilmu misalnya yang dapat memenuhi kebutuhan ruhaniyah dan aqliyah, jika tersedia konsumsi maka tiga kebutuhan terpenuhi sekaligus. Agar tercapai kebahagian paripurna maka ketiga kebutuhan tersebut perlu dipenuhi secara simultan tanpa mengabaikan salah satunya.

Terus melangkah menuju tujuan
Hidup ini merupakan sebuah perjalan waktu tanpa henti menuju kematian dan pertemuan dengan Allah SWT, hanya ada dua kemungkinan, bahagia atau sengsara. Selain memerlukan pemenuhan kebutuhan, tiga dimensi yang ada dalam diri manusia juga merupakan anugerah Allah SWT yang memiliki berbagai macam potensi.

Di sisi lain, untuk hidup bahagia manusia perlu menentukan tujuan yang jelas. Setelah tujuan ditetapkan, maka perlu menyusun langkah-langkah konkret untuk menggapai tujuan itu. Potensi yang dimiliki adalah bekal perjalanan agar bisa sampai pada tujuan. Selain potensi dalam diri, ada juga bekal lain di luar dirinya yang harus dikelola sebaik mungkin, ia adalah waktu. Waktu juga merupakan pemberian Allah SWT yang menjadi bekal utama manusia menuju tujuannya.

“Manusia adalah susunan hari-hari, setiap berlalu satu harinya maka hilanglah sebagian dari dirinya” – Imam Al-Hasan Al-Bashri (641-728 M)

Dalam melangkah mencapai tujuan hidup ada kriteria ataupun kompetensi yang harus digapai agar seseorang pantas mendapat apa yang dituju. Tentu kriteria-kriteria tersebut tidak sedikit, sebagai contoh seorang yang ingin menjadi mufassir maka ia perlu mempelajari berbagai disiplin ilmu yang tidak sedikit.

Karena waktu yang merupakan bekal itu terbatas, maka seseorang harus semaksimal mungkin berusaha agar aktivitasnya tidak keluar dari jalur yang telah ditetapkan menuju tujuan. Dengan demikian diharapkan seseorang dari waktu ke waktu semakin dekat dengan apa yang ia tuju. Aristoteles pernah berkata “engkau adalah apa yang engkau lakukan secara berulang-ulang”.

Sangat wajar jika rasa jenuh itu datang, tidak mengapa berhenti sebentar atau berpaling ke aktivitas lain, namun pastikan tetap dalam jalur kebaikan. Allah SWT menyediakan beraneka macam jalan kebaikan agar jika manusia “bosan” dengan satu kebaikan maka ia dapat sementara melakukan kebaikan dalam bentuk lain tanpa harus terjerumus dalam aktivitas buruk.

Semua pihak berhak bahagia
Setelah manusia menentukan tujuan maka ia akan terdorong untuk melakukan berbagai macam aktivitas. Jika demikian maka setiap aktivitas yang dilakukan akan sarat dengan kepentingan pribadinya. Dari sini aktivitas seseorang tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain, oleh karenanya sangat diperlukan aturan bersama yang mampu mengontrol tindakan manusia agar bahagia dapat dirasakan oleh semua pihak.

Dari sini kita perlu aturan yang bebas dari kepentingan individu maupun golongan. Sangat kecil kemungkinan manusia dapat membuat aturan yang bebas kepentingan, maka yang harus membuatnya adalah pihak yang sama sekali tidak memiliki kepentingan dan kebutuhan, dan satu-satunya pihak yang tidak mempumyai kebutuhan maupun kepentingan hanyalah Allah SWT. فمن تبع هداي فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون (maka barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati) al-Baqarah ayat 38.

Kesimpulan
Dari uraian di atas paling tidak ada tiga hal yang dapat ditempuh untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki dan menyeluruh. Pertama memenuhi kebutuhan baik aqliyah, jasmaniyah maupun ruhaniyah secara simultan. Kedua menentukan tujuan hidup beserta langkah-langkah konkretnya dan menlangkah dengan mengoptimalkan potensi dan bekal utamanya. Ketiga Mengikuti aturan Allah SWT dalam melaksanakan point pertama dan kedua agar bahagia yang didapat adalah yang hakiki dan tidak merenggut hak bahagia pihak-pihak lain. Allahu A’lam, La Haula Wala Quwwata Illa Billah.


Muhammad Ibnu Masngud, Ketua Bidang Riset Pengembangan Keilmuan HMP IQT UMS 2023


Sumber: Makna Kehidupan; Refleksi dan Harapan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here