Oleh: Ahmad Farhan Choirullah, MA (Dosen, Praktisi dan Peneliti Bidang Hukum Islam)
Kata takwa secara bahasa dapat diartikan sebagai bentuk rasa takut, hati-hati dan memelihara diri. Dalam bahasa Arab kata taqwa merupakan isim dari kata atqa yang dalam bentuk mashdarnya al-itqa yang diberasal dari kata waqa. al-wiqayah memiliki arti menjaga diri dari sesuatu yang dapat membahayakan dan menyakitkan. Sedangkan secara istilah kata taqwa merupakan suatu bentuk kesadaran diri manusia baik lahir dan batin untuk konsisten taat melaksanakan segala perintah Allah SWT dan meninggalkan segala bentuk yang dilarang-Nya dengan penuh kesungguhan serta keikhlasan.
Jika dikaitkan dengan praktik keseharian manusia, maka dapat diartikan bahwa taqwa merupakan kepekaan batin, ketajaman perasaan, adanya rasa takut (khauf) kepada Allah SWT sehingga tertanam dalam diri manusia untuk selalu berhati-hati dan waspada agar tidak terjerumus kepada tindakan yang dapat menyesatkan dan menyengsarakan seperti diharuskannya manusia untuk menjauhi perbuatan syirk, mencederai fisik maupun psikis orang lain, menghindari perbuatan maksiat, serta diperintahkan untuk berusaha dengan maksimal melaksanakan perintah shalat, puasa, zakat dan lainnya dengan penuh keikhlasan.
Salah satu bentuk perintah yang harus dilaksanakan yaitu melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hal ini sebagaimana termaktub di dalam QS. al-Baqarah: 183 yang berbunyi:
يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Ayat tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa tujuan yang diharapkan dengan melaksanakan ibadah puasa yaitu menjadi manusia yang bertaqwa (memperoleh derajat ketaqwaan). Namun, tidak semua orang yang melaksanakannya dapat memperoleh derajat tersebut, hal ini tergantung dari pada pelaksanaan ibadah puasanya.
Jika dalam pelaksanaan ibadah puasanya itu diisi dengan berbagai aktivitas negatif seperti memfitnah, mengadu domba, berbuat aniaya dan lainnya, maka ibadah puasa yang dilaksanakannya itu menjadi suatu kesia-sian belaka. Sebaliknya jika dalam pelaksanaan ibadah puasanya itu diisi dengan berbagai kegiatan positif seperti memperbanyak sedekah, menghidupkan shalat malam, membaca dan mengkaji al-Qur’an dan aktivitas-aktivitas positif lainnya dapat dipastikan insya allah memperoleh derajat ketaqwaan.
Dengan demikian diperlukan pemahaman yang mendalam bahwa ibadah puasa di bulan Ramadhan tidak hanya berarti untuk menahan lapar dan haus semata, tetapi juga pengendalian diri (mengontrol hawa nafsu). Tidak dipungkiri, dengan pelaksaan ibadah puasa inilah yang membentuk manusia menjadi insan bertaqwa yang diimplementasikan dalam setiap tindakannya menjadi lebih baik, lebih shaleh, lebih dekat kepada Allah SWT.
Semoga puasa yang kita laksanakan selama satu bulan ini penuh berkah dan banyak hikmah yang dapat kita petik sehingga kita dapat memperoleh derajat ketakwaan. Aamiin. Wallahu’alam Bisshawab.