Oleh: Anas Asy’ari Nashuha*

“Hidup yang tak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani” ~ Socrates

Tatkala fajar menyingsing kesadaran kembali bangun melihat masa depan lebih indah. Kesadaran membuka matanya melihat keadaan yang tak biasa ia rasakan. Pagi yang cerah menyambut dengan kegembiraan sekaligus menimbulkan tanda tanya.

Tak lama kemudian ia mendapati berita bacapare-bacapres yang ramai menjadi perbincangan seluruh saluran televisi hingga media sosial hari saat ini. Yups ini adalah tahun politik dimana terdapat perubahan besar pada pemerintah dalam waktu dekat ini. Namun sudahkah Masyarakat Indonesia menyadari apa yang sebetulnya terjadi pada setiap kontestasi politik? Atau hanya mengerti bacapres dan koalisisnya dengan itung-itungan point tertentu saja?

Realita Negeriku

Berpindah dari berita diatas muncul kabar adanya BEM UI yang mengadakan undangan diskusi terbuka Bersama para bacapres guna menguji isi pemikiran dan bagaimana pikiran bacapres dalam memimpinn negeri ini dimasa depan.

 Dihadapan para akademisi inilah kemudian para bacapres layak untuk diuji dan digali sedalam-dalamnya apa sebetulnya pikiran para calon pemimpin kita ini. Hal yang mengagumkan ini kemudian menjadi pertanyaan mampukah seluruh mahasiswa Indonesia mengadakan hal serupa ini atau bagaimana respon para pemuda Indonesia melihat para bacapres ini.

Pasalnya apa yang ditampilkan oleh media hari ini menunjukkan menurunnya kualitas demokrasi. Benar memang indeks demokrasi negeri ini terus mengalami penurunan dari sebelumnya peringkat 52 ke 54 dari negara-negara lainnya.

Tentu realita ini menjadi pertanyaan saya sebagai warganegara untuk terus merefleksikan yang amat mengerikan ini. Seperti kata Socrates “hidup yang tidak diuji bukanlah hidup”. Maka dengan kenyataan yang Tengah berlangsung ini, hendaknya kita menguji sejauh mana pemahaman terkait negara demokrasi ini. Karena dengan menguji apakah kita termekanistis dengan system demokrasi atau tidak, kemudian kita akan menjadi pribadi yang bebas jika terus menguji hidup kita.

Sejatinya memang manusia hidup sebagai dirinya sendiri, namun berapa banyak dalam kehiodupan disekitar kita yang ia hanya hidup sekedar hidup. Inilah kemudian menjadi Upaya Bersama agar tidak terbawa sebuah system demokrasi yang carut marut ini dengan mempertanyakan segala aspek kehidupan yang kita jalani guna menguji hidup kita sendiri.

Insan bertanggunngjawab

Bukan suatu hal yang baru sebagai Masyarakat sudah seharusnya kita bertanggung jawab atas pilihan kita. Tentu dalam hal ini penulis mengajak pembaca terkait pemilihan bacapres 2024 mendatang. Namun sebelum itu ada yang tergores dalam memori ini saat hendak pemilihan presiden Jokowi pada periode keduanya di 2019 yang banyak memunculkan berbagai polemik. Namun apa yang ditampilkan pada akhir masa jabatan pak presiden hari-hari ini banyak diwarnai dengan berita-berita yang justru menunjukkan keberhasilan seorang presiden Jokowi.

Kenyataan diatas yang kemudian membawa saya pada corak berpikir apa sebetulnya yang benar-benar harus kita waspadai saat menjelang pemilu. Tentu hal ini harus menjadi refleksi kita Bersama karena dengan keadaan yang sekarang ramai diperbincangkan selalu muncul actor-aktor baru disaat menjelang pemilu.

Apakah semua  ini bernilai eksistensi semata yang mengharumkan nama masing-masing actor public atau memang ada tujuan tertentu. Lihat saja Ketika 2019 ada presma UI,UGM dll yang kemudian hari ini diantara mereka nyaleg, akhirnya menimbulkan segelintir isu yang terus eksis diperbincangkan.

Yang pasti sebagai manusia kita harus bertanggungjawab apabila kemudian saat menjelang pemilu kita bergerak sebagai aktor publik agar kemudian kita tidak hanya membawa bualan. Bertolak dari pemilu 2019 mari kita jadikan hal itu sebagai refleksi Bersama dalam melihat negara ini kedepan.

Sebagai agent of change yang biasa disematkan pada mahasiswa tentu memiliki harapan besar terkait Indonesia mendatang. Negeri ini sudah terlalu banyak orang pintar namun langka mereka yang berakhlak, apalagi saat berbicara akhlak berpolitik sangat langka yang merepresentasikan sebagai seorang muslim.

Yang unik dari bacapres saat ini kitab isa  tengok ada dua bacapres yang hadir sebagai alumni aktivis pergerakan mahasiswa pada masanya. Ini menjadi satu prestasi tersendiri saya sebagai mahasiswa Ketika melihat aktivis pergerakan yang turut membangun negeri ini.

Dan satu bacapres lahir dari militer. Bukan masalah peran individu pada latar belakang masing-masing, namun lebih dari itu perpolitikan 2024 harus kita maknai sebagai ajang beradu pikiran dan beradu argument yang bertanggung jawab. Karena salah satu ciri berpikir filsafat adalah tanggunngjawab maka dengan tulisan ini saya mengajak pembaca sekaligus  pemilih pada perhelatan politik 2024 nanti untuk bertanggungjawab atas segala pilihannya.

Tugas Intelektual

Tugas berat dibebankan kepada intelektual dimasa mendatang, menyikapi politik tahun politik ini dengan sebijak mungkin. Tentu bukan hal yang mudah dimana terdapat banyak tawaran dari berbagai koalisi yang turut hadir. Disinilah keteguhan hati dan kedalaman intelektual diuji bagaimana keputusan yang ia berikan akan sangat berdampak pada negeri ini pasca pemilu mendatang. Refleksi sebagai satu Upaya intelektual untuk terus diketengahkan agar kemudian Masyarakat indonsia tidak gagap dan sialu dengan eksistensi semata.

Tugas berat selanjutnya sebagai seorang intelektual mampu menyalurkan refleksi yang mednalam tersebut pada setiap sendi Masyarakat yang membawa ketentraman. Memngingat apatisme semakin marak akibat akhlak politik oknum politisi yang tidak menampilkan sebagaimana mestinya.

Tugas yang berat ini lagi-lagi harus dibebankan kepada intelektual dimana ia yang terus bergerak ditengah masa hidup yang terus dinamis ini.

Akhirnya intelektual sebagai aktor pergerakan ditengah realita politik akan selalu hadir pada garda terdepan dalam mengantarkan kehidupan yang asri dan nyaman pada negeri ini.


*Penulis adalah Ketua Umum PK IMM Hajjah Nuriyah Shabran UMS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here