*Oleh : Naufal Febrian

Di masa lalu, persoalan sehat-sakit acap orang pandang dalam dimensi hitam-putih. Bahwa kesehatan adalah lawan dari penyakit, atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Dan hal ini memang dapat kita terapkan secara lebih mudah. Namun, ia mengabaikan adanya rentang sehat-sakit.

Secara prinsip, pembangunan kesehatan adalah satu dari sekian banyak pembangunan berskala nasional maupun internasional. Ia diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan, serta kemampuan untuk hidup sehat bagi masyarakat.

Memang, konsep sehat-sakit tidaklah mutlak dan universal. Ada faktor lain di luar kenyataan klinis yang memengaruhinya, yakni faktor sosial budaya. Menurut banyak ahli, terutama dalam pemikiran filsafat, masalah sehat dan sakit adalah proses yang sangat berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan seseorang beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Baik secara biologis, psikologis, maupun sosial budaya.

Teori klasik H. L. Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang memengaruhi derajat kesehatan secara berturut-turut, yaitu gaya hidup, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan faktor genetik.

Menurut WHO (1947), kondisi sehat dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang sempurna, baik secara fisik, mental, dan sosial. Hematnya, kondisi sehat tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan beberapa karakteristik di mana ia mampu meningkatkan konsep sehat yang positif (Edelman dan Mandle, 1994). Beberapa di antaranya adalah memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh, memandang sehat secara internal dan eksternal, serta penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dari pengertian ini, maka kesehatan harus kita lihat dari satu kesatuan utuh, yang terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial. Di dalamnya pun termasuk kesehatan jiwa sebagai bagian integral daripada kesehatan.

Di zaman klasik, ilmu kesehatan berdasarkan filsafat alam. Sebagai contoh, ilmu kedokteran Cina mendasarkan fenomena sehat-sakit pada filsafat pergerakan unsur di alam. Namun demikian, cukup banyak pula penemuan berdasarkan pengalaman dan percobaan yang banyak manfaatnya dalam ilmu pengobatan.

Menurut ajaran filsafat dari Cina (Taoisme), sehat adalah gejala ketidakseimbangan unsur yin dan yang, baik antara manusia dengan alam semesta, maupun unsur-unsur yang ada pada kehidupan di dalam tubuh manusia itu sendiri.

Bahwa sifat yin dan yang itu memang saling berlawanan. Namun, keduanya saling menghidupkan, saling mengendalikan, saling mempengaruhi, serta membentuk sebuah kesatuan yang dinamis.

Lebih luas lagi, perkembangan pengetahuan di bidang fisika dan biologi di akhir abad 20 telah ikut memengaruhi paradigma keilmuan ini. Dalam hal ini di wilayah kedokteran, pandangan terhadap manusia yang terlalu mekanistik dan dikotomik, yang memisahkan antara fisik dan psikis, telah bergeser menjadi lebih bersifat spritual dan memandang manusia secara holistik dan seimbang. Hal ini jelas berpengaruh, terutama di wilayah bioetika.

Kecenderungan bioetika sebelumnya yang lebih bersifat sekuler, otonom, dan pluralistik, hari ini, lebih disesuaikan dengan prinsip etika yang memperhatikan perspektif spiritualitas.

Dalam filsafat islam sendiri, berkembang sebuah aliran yang kita sebut teosofi. Dalam aliran ini, holisme kembali ditegaskan karena gagasannya tentang sifat ambigu eksistensi dan gerak substansial.

Yakni, bahwa keberadaan manusia senantiasa berada di antara satu tingkat dan tingkat lainnya dalam tangga keberadaan bergerak dari yang sepenuhnya bersifat fisik dan material hingga ke yang sepenuhnya bersifat fisik dan material hingga bersifat ruhaniah. Dan bahwa sesungguhnya tak ada batas yang memisahkan keberadaan fisikal dengan yang bersifat mental, psikologis, maupun spritual.

Pembedaan sehat-sakit senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman manusia tentang nilai, peran, penghargaan, dan pemahamannya terhadap kesehatan. Hal ini bermula dari dulu bahwa sesuatu yang kita banggakan sedang sakit adalah yang tidak bermanfaat.

Demikianlah sedikit seluk beluk kesehatan dalam ruang penalaran. Semoga dapat memberikan wawasan sebagai acuan untuk menelaah lebih lanjut paham terhadap sehat-sakit.

Nun Walqolami Wamaa Yasthurun.

*penulis merupakan alumni ponpes Al-Mujahidin Balikpapan dan aktif di IMM FKIK UMY

red : ARM | ed : ARM

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here