Oleh : Naufal Febrian, Mahardika Bakti Nusantara

Mengawali perjalanan panjang ini komunitas yang bernama Mahardika Bakti Nusantara generasi ke-9 memutuskan untuk melangkah menuju tanah karang panas demi melaksanakan pengabdiannya. Pengabdian ini dilakukan sesuai dengan tujuan Mahardika Bakti Nusantara dibentuk yaitu selalu menjayakan dan muliakan Nusantara, mengenalkan kepada masyarakat yang berada diluar tanah timur, adat-adat yang dikenalkan pada para mahardika melahirkan kehidupan baru yang sebelumnya tak pernah terbayangkan didalam benak, 18 orang terkumpul dalam satu komunitas ini tentunya akan melahirkan banyak pemikiran baru dalam menjalankan pengabdiannya di tanah timur.

Adapun beberapa kegiatan yang sudah direncanakan tidaklah lepas dari tujuan mulia kami para mahardika untuk terus mengenalkan tanah timur kepada masyarakat luas. Titipan pesan Dewan Pembimbing Lapangan kami sekaligus ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat Bapak Gatot Supangkat yaitu “lahirkanlah ide yang bermanfaat dan dapat ditinggalkan pada masyarakat disana” dan itulah kata-kata yang selalu kami pegang teguh dalam perjalanan kali ini.

Hari Pertama, kami para mahardika melewati perjalanan panjang dan melelahkan memulai langkah kami dari bus yang kami tumpangi tujuan Yogyakarta-Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta dengan dimulainya perjalanan itu banyak sesuatu yang kami alami. Namun, ditiap perjalanan itu kami rasa banyak makna yang harusnya kami sikapi dengan benar melihat kami akan terus Bersama selama 45 hari kedepan.

Malam menuju pagi hari di tol Cikampek lahirlah percakapan mengenai ibukota Industri, berbanding terbalik dengan tempat yang kami datangi hari ini di tanah timur. Bekasi dan sekitarnya membuat pikiran yang terus-menerus terbayangkan jika seluruh wilayah dijadikan tempat industry, amatlah menyeramkan kami rasa Ketika membandingkannya dengan tanah biak yang begitu asri dan alami, penduduknya juga sangat mengedepankan etika dan moral, ramah serta baik hati tak seperti apa-apa yang terbayangkan sebelumnya mengenai tanah timur yang begitu menyeramkan.

Pikiran-pikiran itu hilang Ketika kaki ini sudah menginjakkan telapaknya di tanah yang begitu megah nan indah, penyambutan yang dilakukan oleh warga dengan antusiasnya sudah mulai menampilkan jenis adat yang ada dikampung yang kami huni dengan tarian khas mereka (Tarian Yosimpancar).

Tarian Yosimpancar adalah tarian daerah yang berasal dari tanah biak, tarian ini melambangkan tanda penyambutan tamu yang datang kedalam desa sebagai bentuk penggembiraan penyambutan tamu. Tari Yosimpancar  berasal dari penggabungan dua tarian tradisional yaitu Tari Yosim dan Tari Pancar. Tari Yosim adalah tari gembira yag berasal dari dua daerah yaitu daerah Sarmi dan daerah Biak. Sementara Tari Pancar berasal dari daerah Biak yang merupakan sebuah tari ekspresi kegembiraan secara Bersama-sama dengan menghentakkan kedua kaki serentak ke tanah.

Tari Yospan termasuk jenis tari berpasangan yang ditarikan penari laki-laki dan Perempuan. Tarian ini bisa ditarikan berkelompok dengan penari laki-laki dan Perempuan saling berhadapan dalam satu barisan. Tari Yospan juga bermakna sebagai tarian persahabatan atau tari pergaulan. Fungsi Tari Yospan tidak lain adalah sebagai ungkapan rasa kebahagiaan dengan suasana dan gerak yang riang. Berdasarkan wawancara kami dengan warga sekitar juga dijelaskan bahwa ada lima ragam gerak pada Tari Yospan yaitu, gerak seka, gerak pacul, gerak gale-gali, gerak jef, gerak pancar dan yang terakhir adalah gerak Yosim.

Setelah sambutan tari dilakukan kami juga diberikan sambutan berupa tradisi Injak Piring atau disebut Mansorandak. Mansorandak merupakan upacara penyambuta seseorang yang pergi dan pulang dari tempat yang baru dikunjungi, atau seseorang yang untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat yang baru. Tradisi ini sendiri dimaknai sebagai sebagai suatu ungkapan Syukur, karena orang tersebut datang dengan selamat.

Mansorandak merupakan upacara penyambutan yang dilakukan terhadap tamu atau pembesar yang pertama kali datang ke suatu tempat. Tempat yang baru dikunjungi tidak hanya tempat lain di luar Papua, tetapi juga di dalam wilayah Papua. Jika orang tersebut mempergunakan transportasi laut, maka akan disiapkan upacara Mansorandak di Pelabuhan laut, demikian juga melalui darat. Mansorandak dilakukan pasangan laki-laki juga Perempuan lalu kakinya menjadi tumpuan diatas piring sebagai penanda sambutan masyarakat atas kedatangan pendatang.

Begitulah sedikit cerita penyambutan yang dilakukan oleh penduduk kampung Saukobye yang akan kami tempati selama 45 hari kedepan. Penduduk di kampung Saukobye sangatlah antusias dan ramah menyambut kehadiran kami, Syukur yang tak terhingga sehingga bagian dari kami Kakak Vida meneteskan air matanya karena haru dengan suasana penyambutan meskipun tidak ada yang kami kenal di dalam kampung ini.

Doa yang dihaturkan oleh Ketua Komunitas Mahardika Bakti Nusantara Generasi kesembilan adalah “semoga kehadiran kami dapat memberi manfaat yang berarti untuk masyarakat kampung Saukobye dan sekitarnya”.

Dengan ini dimulailah perjalanan panjang ini dan akan terus berlanjut di tulisan-tulisan kami kedepannya, Mahardika Bakti Nusantara “Jaya Muliakan Nusantara”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here