Oleh: Rodiatun Mardiah*

“mampukah tuhan yang maha pencipta, menciptakan pencipta yang setara dengan dia?”

Sebuah pertanyaan sederhana yang bisa saja menodai keyakinan dalam kebingungan dan keraguan tatkala mencoba untuk mencari jawabannya.

Kita analogikan seperti seseorang yang membuat kue misalnya. ia sangat handal dalam membuat kue dan juga manajemen produknya dengan berbagai sarana pendukung, sehingga menjadikan produk kue yang sempurna dan terkenal dimana-mana. Lantas, apakah hal itu berarti produk kuenya itu akhirnya setara dengan dia? Jelas tidak, karena sesempurna apapun produk kue itu, ia tetaplah dibuat oleh si pembuatnya.

Akan tetapi manusia sebagai makhluk dua dimensi, memungkinkan ia untuk mengenal dan berkomunikasi baik dengan entitas fisik ataupun supranatural. Begitu banyak sarana yang hanya diberikan sang pencipta hanya kepada manusia. Sebagaimana juga yang di analogikan oleh Jalaludin Rumi, selayaknya pohon pisang yang tumbuh kemudian berbuah lalu mati. Buahnya adalah manusia, yang dimana pohon pisang yang bertumbuh baik itu daunnya, batangnya, jantungnya, adalah dipersiapkan untuk buahnya.

Keadaan yang nyaris sempurna inilah yang tak jarang menimbulkan rasa tinggi hati atau kekeliruannya dalam mengkritisi ciptaan Tuhan yang lainnya, atau bahkan Tuhan itu sendiri. Padahal perlu dipahami bahwa penciptaan manusia dengan berbagai kelebihan yang tidak di berikan kepada makhluk lainnya ini adalah sebagai sarana dari Tuhan untuk manusia bisa melaksanakan tujuannya diciptakan.

Manusia itu berbeda

Tentu saja kita akan mencapai kesepakatan bahwa manusia itu berbeda dengan ciptaan Tuhan lainnya. Tidak hanya berbeda akan tetapi justru sangat istimewa. Bagaimana tidak? Manusia nyaris memiliki segala unsur alam semesta didalam dirinya, baik itu unsur biologis, kimia, mineral bahkan sampai unsur hewan dan tumbuhan juga ada dalam satu objek ciptaan Tuhan yang disebut manusia ini.

Dan tentunya unsur yang paling istimewa dan tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lain namun dimiliki oleh manusia adalah akal. Tuhan mengistimewakan manusia dengan srana yang luar biasa itu. Hal ini pula yang membuat manusia kadang disebut sebagai hewan yang berpikir, atau hewan yang berbicara. Keberadaan akal inilah yang menuntun manusia untuk mampu berkomunikasi, berekspresi, dalam bentuk sombol yang berbeda dengan makhluk lainnya.

Tiga sarana istimewa

Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang berbeda dengan ciptaan Tuhan lainnya dianugerahi sarana-sarana istimewa, yaitu akal, hati atau intuisi dan wahyu.

Secara fungsional, akal dibagi mnjadi dua, yakni akal kognitif atau teoritis dan akal manajerial atau praktis. Dimana akal kognitif atau akal teoritis adalah akal yang membantu manusia untuk meraih atau menyusun ilmu pengetahuan dengan mengabstraksi makna, baik itu dari data-data yang diperoleh melalui indra ataupun konsep-konsep mentaldengan mengelompokkannya kedalam kategori-kategori tertentu membentuk konsep-konsep universersal. Dan kemampuan mengabstraksikan makna melalui konsep-konsep mental yang abstrak hanya dimiliki oleh manusia. Dengan proses penyusunan data-data baik melalui indra ataupun konsep mental inilah manusia dapat menghasilkan suatu ilmu dan berbagai klasifikasinya.

Kemudian ada akal manajerial atau praktis yang tentu tidak kalah pentingnya. Bagaimana tidak, komposisinya yang terdiri dari nafsu syahwat, nafsu amarah dan nafsu rasional apabila tidak dikelola dengan baik dan seimbang maka akan berpengaruh fatal pada jiwa manusia sehingga mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Sebagaimana halnya akal, hati atau intuisi yang juga merupakan sarana istimewa dari tuhan untuk manusia juga mampu untuk menangkap objek-objek immaterial, hanya saja dengan cara yang berbeda. Dan keberadaan hati ini pula yang memungkinkan manusia menjadi makhluk dua dimensi, karena ia berpotensi untuk menjadi media komunikasi antara manusia dengan entitas spiritual atau ruhani, serta menerima ilham dan wahyu.

Wahyu merupakan pedoman yang berupa firman dari Tuhan. Berbeda dengan akal dan hati, wahyu merupakan sarana tambahan yang haya diberikan Tuhan kepada manusia pilihan-Nya baik secara langsung maupun tidak. Akal, wahyu dan hati tentunya saling terhubung. Dimana akal jelas diberikan tuhan agar manusia mampu untuk memahami wahyu dan wahyu yang hadir untuk mengarahkan dna meluruskan kerja akal.

Lantas apa tujuan diciptakannya manusia?

Dalam QS. Al-Dzariyat ayat 56, Allah berfirman bahwasanya manusia dan jin diciptakan untuk beribadah. Tentusaja tidak hanya manusia dan jin, akan tetapi alam semesta diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimaa firman-Nya dalam QS. Al-Hasyr ayat 24. Akan tetapi, ada satu tujuan penciptaan yang hanya dikhususkan kepada manusia. Yakni untuk menjadi khalifah (QS. Al-Baqarah ayat 31).

Manusialah satu-satunya yang dimandatkan tugas untuk melaksanakan kehendak-kehendak Tuhan dimuka bumi. Tentu saja bentuk literal pelaksanaannya adalah untuk memakmurkan bumi dan bentuk kontekstualnya dengan membangun peradaban dan kebudayaan

Dan tentunya dengan dibekali sarana VVIP berupa akal, hati dan wahyu manusia pantas dan berpotensi untuk menjalankan mandat Tuhan untuk menjadi khalifah dimuka bumi, guna memakmurkan bukan merusak dengan berbagai perbuatan tercela. Dan selalu berpegang kepada ketentuan yang ditetapkan oleh Tuhan. Gunakan berbagai fasilitas istimewa untuk meneropong ayat-ayat Tuhan guna memahami dan melaksakan perintahnya, bukan justru untuk dimanfaatkan sebagai sarana memenuhi harapan atau bahkan bersikap seolah setara dengan Tuhan.

*Penulis adalah Kader PK IMM FAI UMY, Alumni Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here