Oleh: Muhammad Syahidul Haqq

“Nina… ayo sini itu udh mau difoto” derap langkah kaki mungil terdengar menghampiri panggilan tersebut, “semuanya lihat ke kamera… satu dua tiga…” cekrek.

~
Hai kenalin namaku Adit, aku adalah seorang remaja yang hidup sebagaimana remaja pada umumnya, saat ini aku sedang menempuh pendidikan perkuliahan di salah satu universitas yang ada di Bandung, tidak aku tidak berkuliah di UNPAD, ITB ataupun UPI, memang awalnya aku bersikeras untuk menempuh jenjang perkuliahan di UNPAD, akan tetapi apa mau dikata realita berkata lain dan realita berkata bahwa aku harus berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta.

Menyesal? tentu tidak karena orang tua ku mengajarkan kepadaku bahwa apa yang kamu miliki saat ini merupakan pilihan terbaik dari Tuhan untuk diriku. Oiya berbicara tentang orang tua aku pun memiliki keluarga sebagaimana sebagian remaja pada umumnya. Disini izinkan aku untuk menceritakan sedikit kisahku sebagai seorang “anak”.

“Bambu kuning bambu kuning” ucap kenek bis dengan lantang kepada para penumpangnya, aku pun bersiap untuk turun dari bis tersebut. Ya kampus ku sudah memasuki libur semester, tidak menjadi mahasiswa berorganisasi dan juga tidak memiliki suatu planning yang panjang membuatku memutuskan untuk pulang ke kampung asal ku yaitu Bogor. “Mas Adit ya?” ucap seorang remaja yang menjadi ojek online seraya memberikan helm kepadaku.

“Ehh adek udah pulang” suara lembut yang terucap dari sesosok wanita yang bahkan rambutnya pun sudah mulai dipenuhi dengan warna putih, ya… dia adalah ibuku wanita nomor satu yang sudah sepatutnya aku cintai di hidup ini.

Setelah memasuki rumah aku bertemu dengan seorang pria yang bahkan rambutnya sudah lebih banyak dipenuhi dengan warna putih dibanding wanita yang sebelumnya aku temui, ya… tidak lain tidak bukan dia lah ayahku yang bahkan mukanya harus selalu berusaha untuk tersenyum diatas beratnya beban yang harus dia tanggung agar bisa menghidupi anak anak nya. Setelah menyalami keduanya aku pun bergegas masuk ke dalam kamarku dan terlelap dalam mimpi yang kuharapkan menjadi mimpi yang indah.

“Tok tok tok, dek… bangun udah subuh” ketukan pintu terdengar dan membangunkan ku dari tidur yang pulas, ini memang sudah menjadi kebiasaan orang tuaku untuk selalu membangunkan ku untuk sholat subuh tepat waktu.

“Allahulaa ilaha illa huwal hayyul qayyum…” sudah menjadi kebiasaan kedua orangtua ku setelah sholat subuh untuk membaca al matsurat, seakan seperti anak yang tidak tau diri aku hanya tidur kembali didalam kamarku sehabis pulang dari masjid.

Harum tercium aroma masakan yang lezat membuatku terbangun dari tidur yang bahkan sebenarnya suri tauladan ku melarang untuk tidur di waktu tersebut. “Dek itu makan nya udah siap ya di meja, ibu berangkat dulu, assalamualaikum”.

Itulah rutinitas ibu ku setiap pagi hari, menyiapkan sarapan untuk keluarga ku, ayahku tentu sudah lebih dulu berangkat untuk bekerja, keduanya memang merupakan orang yang sangat sibuk dalam bekerja di tempat kerja nya masing-masing. Akan tetapi ibu ku selalu sempat untuk menyiapkan sarapan sebelum berangkat bekerja.

(kring kring…) bunyi handphone ku terdengar ada yang menelepon “Dek tolong jemput Nina ya di sekolah, aku lagi ada zoom soalnya” ucap kakak ku lewat telepon, ya inilah keseharian ku di rumah menjemput keponakan ku kalau memang kakak ku sedang tidak bisa.

Dia kakak perempuan pertama ku yang sudah dikaruniai satu orang buah hati yang bernama Nina. “Unclee…” teriakan ceria terdengar dari mulut seorang anak kecil sembari menghampiri ku, ini lah keponakan ku saat ini dia sudah kelas TK A tak terasa waktu berjalan cepat, rasanya baru kemarin dia belajar untuk merangkak.

“Tok tok tok, assalamualaikum umma… ” kalimat itu keluar dari mulut malaikat kecil yang ada di samping ku, sembari melepaskan sepatunya di mengoceh tiada henti menceritakan semua yang telah dia lalui ketika di sekolah tadi.

Disini lah rumah kakak ku tinggal bersama buah hati tercinta nya, bukan rumah yang besar bukan pula rumah yang kecil, kakak ku hanya tinggal berdua di rumahnya, jangan ditanya mengapa… karena pernah ada sesosok pria yang telah mengucapkan kalimat suci kepada kakak ku akan tetapi dia pergi dan tidak menepati janjinya sendiri.

Bahkan aku pun tidak tau bisa menyebut pria itu seorang manusia atau bukan, betul kakak ku adalah single mom yang mengurus semuanya sendiri akan tetapi inilah yang spesial dari dirinya, dia sangatlah kuat tidak merasa frustasi berlebih dan sebagainya dan dia pun menjadi kakak yang baik untuk adiknya dan juga orang tua yang sayang kepada buah hatinya.

“Adek… assalamualaikum” terdengar suara yang memanggil ku dari luar pintu rumah, saat ku buka ternyata itu adalah suara dari kakak perempuan ku yang kedua, dia memang sudah tidak lagi tinggal dirumah karena dia sudah tinggal bersama suaminya di luar kota, aku tidak terkejut melihat kedatangan mereka berdua karena memang mereka sudah mengabari bahwa hari ini akan datang ke rumah.

Dia adalah kakak kedua ku yang bisa di bilang kalau ingin curhat aku pasti ke dia, entah itu masalah hati, kuliah ataupun yang lainnya.

Tidak banyak yang ku lakukan di rumah, hanya menjalani rutinitas ku setiap hari. Tapi hari ini kita semua pergi ke salah satu mall yang ada di Bogor, tepatnya di Aeon Mall Sentul City. Hanya jalan jalan biasa yang kita lakukan, kalau kata orang tua ku untuk “cuci mata” saja.

Setelah itu kita pergi ke salah satu restoran yang ada di mall tersebut, rasanya tidak lengkap kalau jalan jalan dengan keluarga tapi belum makan di salah satu restoran yang ada. Nasi goreng kambing dan jus alpukat ialah menu yang kupilih saat ini, ibu ku bilang aku harus makan yang banyak mumpung masih di rumah.

Tanpa ku sadari kakak ku mengeluarkan sebuah kue ulang tahun keatas meja sembari menyalakan api di lilin yang tersedia, ya hari ini adalah tanggal 22 Desember bertepatan dengan hari ulang tahun ku, tahun ini aku sudah menginjak umur 20.

Tanpa pikir panjang aku pun meniup lilin yang menyala setelah make a wish atas apa yang aku harapkan di umurku yang baru ini. “Kok bukan Nina sih yang tiup lilinnya” ucap anak kecil dengan mulutnya yang dipenuhi dengan coklat, kita semua pun tersenyum bahagia merayakan momen tersebut melepaskan penat kehidupan yang seolah hilang entah kemana. Oiya aku sebenarnya punya satu kakak laki laki, akan tetapi dia tidak bisa hadir krena masih harus bekerja. Sudah jelas disini bahwa aku merupakan anak terakhir dari empat bersaudara.

Di umur ini aku menyadari sesuatu bahwa aku tidak bisa terus berharap kepada kedua orang tuaku, senang tentunya aku sudah bertambah umur kembali, tapi ada satu hal yang harus ku sadari bahwa tidak hanya aku yang bertambah umur saja, tapi kedua orang tuaku pun semakin menua seraya berjalannya waktu.

Disinilah ke khawatiran ku mulai muncul, dimana disaat semua kakak ku sudah bisa memberikan sesuatu kepada orang tuaku tapi aku masih hanya menjadi anak yang belum bisa memberikan apa pun kepada kedua orang tua nya. Apa yang bisa ku berikan buat orang tuaku? Aku bisa ga ya sukses seperti kakak kakak ku dan memberikan apa yang orang tuaku mau seperti mereka? itulah sekelebat pertanyaan yang sering terlintas di pikiran ku.

Aku khawatir bahwa aku hanya akan menjadi beban yang tiada hentinya untuk kedua orang tuaku. Aku pun khawatir karena saat ini aku sedang berlomba dengan waktu semakin menua kedua orang tuaku membuat ku khawatir apakah aku masih bisa memberikan kebahagiaan kepada mereka sebelum Yang Maha Penyayang memanggil keduanya.

Awalnya memang terasa enak menjadi anak terakhir yang bisa mendapatkan banyak sesuatu dari kakak kakaknya. Akan tetapi sekarang aku berfikir. Apakah bisa aku menjadi seperti mereka?.

Itu lah yang kupikirkan beberapa hari ini, seperti hari ini aku duduk terdiam di meja makan setelah menyantap sarapan yang lezat yang sudah disiapkan ibu ku seperti biasa, dan sepertinya kakak perempuan ku menyadari akan hal tersebut dan bertanya kepada ku, “kenapa dek, kok kayak melamun gitu”, seperi apa yang sudah ku bilang dia adalah tempat ku untuk bercerita diantara kakak ku yang lain, aku pun menceritakan semua kekhawatiran ku selama ini yang ada di pikiranku.

Setelah mendengar semua keluh kesah ku dia memberikan nasehat kepada ku selayaknya seorang kakak yang mengerti perasaan yang dirasakan adiknya “Tenang aja aku juga dulu gitu kok, merasa khawatir akan hal itu…” panjang percakapan ku yang terjadi dengan kakak ku, sampai sampai tidak terasa waktu sudah mau memasuki waktu zuhur, “intinya sekarang kamu jadi anak baik dulu aja, kuliah yang bener bantu ayah ibu beresin rumah, jangan melarang apa yang udah mereka larang buat kamu, dan kamu harus tau bahwa memberikan kebahagiaan kepada orang tua tidak hanya berupa materi saja, menjadi anak yang patuh kepada orang tua itu sudah cukup kok untuk bikin mereka bahagia, inget semua ada waktunya, jadi kamu tenang aja gausah terlalu dipikirkan”.

Sebuah nasihat singkat yang diberikan kakak ku seolah memeberikan angin segar kepada ku dan memberikan jawaban atas semua kekhawatiran ku.

Dari sini aku menyadari bahwa aku masih punya harapan untuk bisa membahagiakan kedua orang tuaku, bahwasanya aku memang belum bisa memberikan kebahagiaan berupa materi kepada mereka akan tetapi aku bisa memberikan kebahagiaan yang lain untuk kedua orang tuaku.

Semester baru telah tiba dan sekarang sudah waktunya aku untuk kembali ke Kota Bandung. “Uncle nanti ke rumah lagi kan besok?” rintih Nina kepada ku dengan mata yang berlinang air mata. Aku pun bertekad untuk bisa menjadi paman yang baik untuk nya dan bisa memberikan kasih sayang sebagaimana kasih sayang seorang ayah kepada anaknya.

Hari ini aku diantar oleh kedua orang tuaku ke terminal, oiya asal kalian tau di keluarga ku sudah seperti suatu hal yang lumrah ketika mobil keluarga yang kita naiki seolah menjadi “mimbar” bagi ayahku, seringkali ayahku memberikan wejangan wejangan nasihat kepada anak anak nya ketika sedang di mobil, seperti hal nya saat ini ayahku berpesan “Dek jangan lupa hafalan , sama jamaah sholat subuhnya… ” yap dua pesan itu yang selalu ayah berikan kepada ku, jangan pernah tinggalkan sholat, hanya itu hal yang selalu ayah tuntut kepada ku. “Mas maaf, boleh minta tolong fotoin” aku sudah sampai terminal dan aku ingin mengabadikan momen ini terlebih dahulu sebelum aku berangkat ke Bandung.

“Dek inget ya sama apa yang udah ayah pesen sama kamu, ibu dan ayah gak minta banyak hal dari kamu, hanya pegang saja dua hal yang sudah ayah ucapkan tadi” ucap ibu ku mengingatkan kembali kepadaku sebelum aku berpamitan. Seraya melambaikan tangan ku lihat senyum indah terpancar dari kedua nya seolah bangga terhadap anak yang bahkan belum bisa memberikan yang terbaik untuk mereka.

Itulah sedikit kisahku yang mungkin dari kisah ku ini bisa menggambarkan hal apa yang sedang dipikirkan oleh para anak yang sudah beranjak dewasa kepada orang tua nya, yaitu kekhawatiran seorang anak yang sedang ber lomba dengan waktu untuk bisa membahagiakan kedua orang tua nya sebelum “waktu” mendahuluinya.

“…INGET SEMUA ADA WAKTUNYA…”


Muhammad Syahidul Haqq, Ketua Bidang Organisasi HMP IQT UMS 2024


Sumber: Makna Kehidupan; Refleksi dan Harapan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here