Oleh : Nur Kemal Pasya Mustafa (202110230311032)

Buku Pendidikan Kaum Tertindas sangat direkomendasikan untuk dibaca. Buku ini ditulis oleh seorang yang bernama Paulo Freire. Membicarakan tentang pendidikan kaum tertindas, dimulai pada bagian pendahuluan aspek kesadaran terhadap ketidakadilan yang dibahas dalam diskusi, apakah kesadaran manusia terhadap ketidakadilan akan berdampak baik atau justru malah mengarah kepada “fanatisme yang merusak” maupun sensasi total keruntuhan dunia mereka. Ya, berbicara tentang keadilan, hal ini menang sering dan kerap kali menarik untuk dibahas, bahkan memiliki kesan sensitif. Semua orang bisa memahami keadilan, semua orang tahu pentingnya keadilan, semua orang berharap mendapatkan keadilan, tetapi tidak banyak orang yang mampu menerapkan dan mempraktekkan keadilan dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam diskusi tersebut, terdapat  salah satu anggota diskusi yang mana pekerjaannya adalah  buruh pabrik. Jika diperhatikan isi kandungan perkataannya  maka orang tersebut menyadari bahwa sebelumnya dirinya bukanlah orang yang kritis. Namun, setelah sang buruh pabrik mengikuti diskusi tersebut, dia mulai menyadari betapa bodohnya dirinya, sehingga setelah mengikuti tersebut sang buruh mulai berpikir kritis namun tidak menjadikan dirinya sebagai orang fanatik dan tak merasakan keruntuhan apapun. Selain keadilan, dijelaskan bahwa banyak orang yang takut kepada kebebasan seakan-akan rasa takut tersebut seperti melihat hantu. Orang yang takut tersebut beranggapan bahwa lebih baik menempuh jalan aman daripada harus menempuh jalan untuk menuntut kebebasan. Hal ini bisa terjadi manakala terdapat kelompok lain yang lebih berkuasa dibanding mereka, sehingga pengakuan untuk merasakan kebebasan pun mereka merasa takut.

Buku ini dapat dikatakan buku yang sangat istimewa selain dari sisi keadilan dan kebebasan. Mengapa demikian? Karena buku ini juga mewakili para pekerja yang berada pada posisi bawah hingga menengah, yang mana jika manusia berada pada kedua posisi tersebut maka mereka biasanya akan diperlakukan yang tidak seharusnya, tak seperti orang-orang golongan atas yang hidup dengan kemewahan dan bergelimang harta bahkan mampu menukar keadilan dengan harta mereka. Sungguh miris sekali, mereka (orang-orang kaya) tega menghalalkan segala cara demi memuaskan hawa nafsu dan keinginan mereka.

Freire menyadari bahwa isi buku yang dia tulis akan ditolak dan dipandang negatif oleh sebagian orang. Mulai dari tuduhan dan anggapan yang tidak seharusnya hingga ketidakterimaan pihak lain sebagai konsekuensi atas pembahasan buku yang ia tulis. Dia juga menekankan bahwa buku ini hanya cocok apabila dibaca oleh orang yang bersifat radikal. Meskipun demikian, kita dapat mengambil hikmah dari keberanian Freire untuk menyuarakan tentang pendidikan kaum tertindas. Keberanian Freire patut untuk ditiru demi menegakkan keadilan bagi mereka yang tertindas. Seperti kata pepatah “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Keberanian saja tidak cukup untuk mewujudkan usaha tersebut, masih ada unsur lain yang juga sama-sama penting seperti memiliki niat dan tekad yang cukup kuat serta usaha yang lebih keras untuk mewujudkannya.

Ada lagi satu hal yang cukup menarik, yaitu di mana ketika Freire menerangkan bahwa orang yang merasa keadaan sekarang baik-baik saja serta mereka yang terlebih dahulu merencanakan masa depan tidak cukup hanya berpangku tangan dan diam menjadi penonton tanpa melakukan usaha apa pun agar hari ini baik-baik saja bahkan lebih dan tidak kalah penting juga bagi mereka yang sudah merencanakan masa depan. Ini sangat tidak dibenarkan. Seseorang harus berusaha agar apa yang dia inginkan bisa terwujud. Berdiam diri dan monoton hanyalah salah satu jalan menuju kepada kesengsaraan. Sesuai perkataan Tuhan, bahwa Dia tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka sendiri yang berusaha untuk mengubahnya. Dari sini bisa ambil pelajaran, bahwa agar kaum bawah menjadi dihargai dan diperlakukan secara adil maka pentingnya berusaha harus ditekankan, harus turun ke lapangan untuk melihat langsung keadaan kaum tertindas, harus berani mengambil risiko, dan harus siap mengorbankan apapun bahkan sesuatu yang kita cintai dan butuhkan sekali pun. Jika saja Freire tidak berusaha, maka buku Pendidikan Kaum Tertindas tidak akan terbit dan pembaca tidak akan menyadari betapa juga pentingnya pendidikan bagi mereka yang berada di bawah.

Beralih ke prawacana, dikatakan bahwa bangsa Indonesia sedang berada pada masa penentuan terkait keberhasilan Indonesia untuk memajukan kesehteraan bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut dalam melaksanakan perdamaian dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Ini bukanlah hal yang sepele, tetapi harus menyikapi itu semua dengan sungguh-sungguh demi tujuan kebaikan bersama. Apalagi saat ini Indonesia juga sedang menghadapi tantangan dalam dunia pendidikan, salah satunya wabah Covid-19 yang belum kunjung usai, sehingga pendidikan harus menjadi salah satu perhatian penting karena berkaitan dengan masa depan anak bangsa.

Satu hal yang sangat menarik perhatian adalah ketika Freire dan keluarganya terdampak krisis Amerika Serikat yang berimbas ke Brazil pada tahun 1929, yang mana dampak dari krisis tersebut mengakibatkan keadaan finansial menjadi sangat rendah, sehingga keluarganya yang awalnya termasuk kalangan menengah berubah terbalik ke bawah 180 derajat. Hal ini menyebabkan Freire terpaksa belajar bagaimana rasanya menahan lapar seperti anak-anak lain yang kesusahan. Dari kasus ini terbesit dalam benak bahwa ada kalanya manusia mengalami perubahan posisi. Dari yang atas menjadi bawah, dan dari bawah menjadi atas, atau dengan kata lain roda kehidupan terus berputar. Terbesit pula bahwa orang-orang yang punya harta berlimpah tidak sepatutnya berlaku sombong dan menindas mereka yang ada di bawah.

Keadaan Freire dan keluarga tak lantas membuat dirinya menjadi putus asa. Pengalaman mendalam Freire saat kelaparan akibat finansial yang rendah membuat dirinya bertekad untuk mengabdikan perjuangan untuk melawan kelaparan, hal ini bertujuan agar anak-anak yang lain jangan sampai merasakan dan mengalami apa yang terjadi pada Freire. Perbuatan dan tekad yang dilakukan oleh Freire sangat menginspirasi dan patut untuk dicontoh, Freire secara tidak langsung mendorong kehidupan agar  menjadi lebih maju dan berkualitas sehingga diharapkan masyarakat tidak mengalami kesusahan yang mengganggu jalannya kehidupan. Ini adalah sebuah hikmah dari Tuhan atas cobaan yang menimpa Freire dan keluarganya. Banyak orang-orang selain Freire yang pernah mengalami kesulitan dalam perjalanan hidupnya, namun dibalik kesulitan itu lantas tak membuat mereka untuk menyerah dan menyambung. Mereka jadikan kesulitan itu sebagai motivasi untuk membuat hidup mereka menjadi lebih baik.

Pada tahun 1963 hingga 1964, Freire mengadakan kerjasama dengan rekan dan tim-timnya semua untuk pergi ke Brazil. Mereka berhasil menarik perhatian kaum tunaaksara (tidak bisa membaca) untuk belajar membaca dan menulis dalam kurun waktu kurang dari 45 hari. Lagi dan lagi, perbuatan baik dilakukan oleh Freire. Sudah sepatutnya untuk dicontoh dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang menyebarkan ilmunya ke orang lain terutama bagi mereka yang membutuhkan, lalu orang yang diajari mengajarkannya lagi kepada orang lain yang juga membutuhkan dan seterusnya, maka nilai kebaikan tersebut tidak akan pernah hilang selama ilmu tersebut terus digunakan.  Hal ini dapat menjadi sebuah motivasi bagi orang-orang untuk terus melakukan kebaikan.

Masih banyak isi dari buku ini yang tidak bisa dijelaskan di tulisan ini serta masih banyak jasa-jasa lain yang diperbuat oleh Refrei, sehingga diharapkan bagi manusia untuk mengikuti jejak langkahnya serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here