*Oleh : Andi Rezti Maharani
Pendidikan adab masih menjadi persoalan utama di dunia pendidikan. Saat ini, adab hanya dipelajari sebagai formalitas. Nilai-nilai kejujuran, optimis, kerja keras bersifat material kurikulum pendidikan yang menghiasi nilai di rapor. Nyatanya, masih banyak yang belum mengamalkannya. Pendidikan yang harusnya dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, bagaimana bisa membuat manusia menjadi hina? Ini merupakan realita pahit yang harus diterima. Tidak dengan lapang dada, sebab semuanya harus kembali ke tempatnya berada.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam tertua di Indonesia memainkan peran dalam menyebarkan agama Islam melalui pendidikan adab. Dalam gerakan amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah sangat menjunjung tinggi cara-cara dakwah terbaik, seperti bil-hikmah (dengan kebijaksanaan), mauidhatil hasanah (pendidikan yang baik), wa jadil-hum bi-allati hiya ahsan (dialog terbaik). Jati diri Muhammadiyah terpancar dari cara dakwah Muhammadiyah membina masyarakat dan menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
URGENSI PENDIDIKAN ADAB
Kata ‘adab’ merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa arab, a-da-ba yang berarti kondisi yang baik. Sedang, pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, adab ialah kebaikan, budi pekerti, dan akhlak. Lalu, pada sila ke-2 pancasila persis setelah ketuhanan, kata beradab disematkan. Lantas, apa makna beradab dan mengapa adab menjadi hal krusial yang harus menjadi perhatian? Adian Husaini, salah seorang pakar pemikiran Islam menjelaskan bahwa manusia beradab menurut pandangan Islam ialah manusia yang mengenal Allah, mengenal dirinya, menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai teladan dengan ittiba’ atau mengikuti sunnah-sunnahnya.
Agama Islam telah sempurna dengan segala pernak-pernik hal yang melekat padanya. Adab manusia pun tidak luput dari pengajarannya. Mulai dari adab bangun tidur sampai kembali tidur, Islam mengatur sedemikian rupa hingga manusia yang ber-Islam dengan benar adalah sebaik-baiknya manusia yang beradab. Umumnya, permasalahan yang terjadi saat ini, manusia ‘Islam’ tidak benar-benar ber-Islam. Contoh konkret banyak ditemukan di sekitar, salah satunya adalah degradasi moral pemuda pemudi saat ini. Padahal, menjadi manusia beradab juga termasuk bagian dari amanat pendahulu. The founding fathers memiliki harap besar sebagaimana telah tertulis dengan jelas di dalam pancasila yang merupakan cita-cita bangsa, ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’.
Imam Al-Ghazali, seorang Imam hujjatul Islam yang lahir di Iran pada tahun 450 H menaruh atensi yang cukup besar perihal ini. Bahkan dalam satu kitabnya yang masyhur, Bidayatul Hidayah, dirinya membahas tuntas persoalan adab. Kitab ini penting untuk dikaji para penuntut ilmu lantaran di dalamnya terdapat penegasan terkait pentingnya niat dalam menuntut ilmu. Keikhlasan dan kelurusan niat mampu menghasilkan hidayah sebagai buah ilmu. Dan di antara bentuk implementasinya ialah semakin bertambahnya ilmu, maka semakin bertambah pula ketakwaan kepada-Nya.
Dalam meraih hal tersebut, adab merupakan sarana dalam mencapai keberkahan ilmu sehingga lahirlah pemimpin beradab yang berilmu. Beberapa ulama meletakkan adab pada posisi pertama sebelum mereka berilmu dan beramal. Imam Ibnul Mubarak bahkan mempelajari adab 30 tahun sebelum ia mempelajari ilmu selama 20 tahun.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adab sangat diperlukan mengingat banyaknya manusia yang berilmu, tetapi tidak ada sama sekali pancaran ilmu dari dalam dirinya. Akibatnya, fenomena yang terjadi saat ini tertuang dalam satu pernyataan, ‘Negara kita tidak kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang jujur’.
PENDIDIKAN ADAB SEBAGAI SARANA DAKWAH MUHAMMADIYAH
Sejak tahun 1330 H/1912 M, Muhammadiyah mengabdikan diri untuk turut membangun peradaban bangsa. Dibuktikan dengan usaha Muhammadiyah mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu dunia. Konsep pendidikan yang diberi Muhammadiyah sudah cukup ideal. Penerapannya akan menghasilkan ‘alim ulama yang kelak berperan dalam sektor-sektor pembangunan di Indonesia. Roda pemerintahan, perekonomian, kesehatan, pendidikan akan terus berjalan baik sebab diduduki oleh orang-orang yang senantiasa mengingat Allah.
Menggunakan landasan surat Al-Ma’un, Muhammadiyah memaknainya sebagai metode dakwah bil-hal (dengan perbuatan). Praktiknya ditemukan pada berdirinya Penolong Kesengsaraan Umat (PKU) dan pelayanan masyarakat lainnya yang tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa adab turut berperan dalam penyebaran dakwah Muhammadiyah. Penerimaan masyarakat terhadap Muhammadiyah tidak terlepas dari diri Muhammadiyah yang menghiasinya dengan hal-hal indah, seperti tutur kata baik, nasihat, dan ajakan dengan cara baik. KH Ahmad Dahlan menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai role model dalam berdakwah sehingga kebermanfaatan Muhammadiyah menjadikannya terus ada sampai sekarang.
Seperti yang diketahui, keberhasilan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, dan mendapat pengakuan dari banyak negara luar merupakan keindahan Muhammadiyah yang terletak pada metode dakwahnya. Pendidikan adab dapat menjadi sarana gerak dakwah Muhammadiyah untuk membersamai perjalanan dakwah Muhammadiyah. Pendidikan adab yang diajarkan pada sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu memenuhi harapan agama, sekaligus bangsa, dan negara. Seperti peribahasa, ‘Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui’.
Pendidikan adab dalam pendidikan Muhammadiyah tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga dapat dihayati dan diamalkan sesuai dengan koridornya. Ranah gerak dakwah Muhammadiyah pun akan semakin luas, fungsi dan misi Muhammadiyah untuk mewujudkan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur pula akan terealisasikan perlahan. Oleh karena itu, dalam pergerakannya, kader-kader Muhammadiyah harus menjadi barisan terdepan dalam penyebaran dakwah Muhammadiyah. Kader Muhammadiyah saat ini harus dibekali pendidikan adab. Agaknya, baik sekolah maupun perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai wadah pengaderan harus memasukkan pendidikan adab sebagai pendidikan mendasar sebelum melanjutkan disiplin-disiplin ilmu yang lain. Kelak, kader Muhammadiyah diisi oleh kader yang berkapabilitas dalam bidangnya, dan tidak meninggalkan adab sebagai identitasnya.
*Penulis merupakan alumni ponpes Al-Mujahidin dan kader PK IMM FT Averroes UMS
ed : MA | red : ARM