Oleh: Andi Rezti Maharani*

Media sosial nampak tak sama. Wajah baru sekaligus menipu. Semakin pesat perkembangan teknologi. Semakin tak ada filternya lagi. Banyak yang menebar kebaikan.  Pun sebaliknya. Tak sedikit pula yang sibuk memamerkan harta. Mata jahat mengincar di mana-mana. Antar saudara saling beradu begitu mudahnya. Hoax bertebaran. Pesimisme dibalut motivasi. Cacian, makian, depresi, hingga bunuh diri.

Media sosial memang seperti itu, iya kan? Membuatmu tak bersyukur. Membuatmu memaksakan kehendakmu. Membuatmu merasa tak berdaya. Sampai-sampai dengan mudahnya kamu berkata, “Biar ku mati saja!”. Lancang sekali kamu.

“Tetaplah hidup walaupun tidak berguna”

Kudapati kalimat itu sering dijadikan motivasi, oleh kalian yang mengatasnamakan diri sebagai “sad people”. Kala itu, tak sadar dirimu sedang menghina ciptaan-Nya. Seakan apa yang Ia ciptakan tak ada gunanya. Lalu, kamu membuat analogi seperti kipas yang tak berputar namun masih dapat menyala. Bagaimana bisa kamu samakan manusia dengan benda mati? Kalimat itu kudapati banyak di media sosial. Dengan bangga kamu mempostingnya. Saling beradu nasib. Menampakkan kesedihan. Untuk apa? Untuk siapa? Manusia? Kamu berharap mereka memedulikanmu? Tidak. Kamu salah. Kamu hanya akan mendapati kekecewaan jika berharap pada manusia. Tak bisa makhluk rapuh seperti itu kamu jadikan sandaran. Masing-masing telah ada jalan dan ujian. Sama halnya, ketika kamu sedang ujian sekolah dengan soal yang berbeda tiap siswa. Apakah kamu mau jika temanmu meminta untuk mengerjakan soalnya? Tentu tidak. Karena kamu saja masih belum selesai dengan ujianmu sendiri.

Kawan, manusia hanya bisa memberi rumus (cara menyelesaikan). Dan rumus itu pun berasal dari al-Qur’an dan Hadits. Manusia hanya mengingatkan dan menyampaikan rumus itu. Sedang sisanya, antara kamu dan penciptamu.

“Aku beban keluarga, selalu dibanding-bandingkan!”

Tak ada namanya beban keluarga. Jauh sebelum kamu ada di dunia ini. Allah telah memberi amanah dengan menjadikanmu berada dalam keluargamu saat ini. Seorang anak tak pernah memilih ingin dilahirkan dan berada di keluarga seperti apa.  Seorang ibu tak pernah memilih ingin melahirkan anak seperti apa. Bagaimanapun kondisi orangtuamu. Bagaimanapun perilaku dan bahasa mereka yang mungkin menyakiti hatimu. Mereka tetap orang tuamu. Mereka mungkin tak paham kondisimu. Namun pernah kah kamu berpikir, bahwa di setiap doa mereka selalu terselip namamu?

Pengorbanan mereka untukmu tak sebanding dengan keluhanmu. Mari kita berpositif thinking. Jika perlakuan mereka sudah terlampau batas. Well, tak ada yang dapat merubah mereka. Kecuali doamu sebagai anak yang sholeh ataupun sholehah. Bahkan, aku kagum dengan keikhlasan Nabi Ibrahim yang terlahir sebagai anak seorang pembuat berhala. “Nabi Ibrahim kan nabi, aku kan manusia biasa”. Bisa jadi, ketika kamu mampu ikhlas seperti Nabi Ibrahim. Allah akan mengangkat derajatmu dan memasukkanmu ke dalam surga-Nya. Tak usahlah membandingkan sesuatu yang tak perlu. Karena itu hanya akan menimbulkan penyakit di hatimu.

Aku yakin, semua pemikiran negatif kamu tak lain hanyalah hawa nafsu. Sedang  media sosial dengan mudahnya turut menaklukkanmu. Hingga akhirnya kamu pun tersesat jauh. Sangat jauh. Sampai terfikir dalam benakmu, bahwa solusi terbaik adalah mengakhiri hidupmu.

Rumusku untukmu…

Kawan, aku tahu ini tak mudah. Aku pun sedih sekaligus marah. Mental apa yang tercipta dari pemikiran yang pesimis. Katanya kamu mengakui Allah, namun dirimu jarang melibatkan-Nya. Mengaku beragama, namun diperbudak dunia. Layaknya pembunuhan mental kamu dibuatnya. Dunia adalah fatamorgana. “..Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS al-Hadid : 20)

Ketika ternyata ujianmu terasa berat. Jangan mengeluh di media sosial. Jangan merasa kamu yang paling lemah. Jangan merasa Allah tak adil karena keadaan yang menimpamu. Bersyukurlah! Seseorang yang ingin naik kelas pasti akan mengalami ujian. Semakin tinggi tingkatannya, tentu akan semakin sulit ujiannya. “Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta” (QS Al-Ankabut : 2-3)

Hai! Terimakasih telah membaca sampai akhir. Siapapun kamu yang sedang mencoba struggle dengan ujianmu. Kuatkan imanmu. Teruslah berdoa, ikhlas dan sabar.  Kata orang makasar,  “Jeneka ninik, ia tonja nanaik ia tonja nanaung”. Artinya, “Lihatlah air, ada kalanya pasang, ada kalanya surut.” Sama halnya dengan kehidupan kita. Ada kalanya senang, ada kalanya susah. Yakinlah bahwa ujian itu lambat laun akan berlalu. Tunggu tiba masanya akan berganti, bagai musim gugur menjadi musim semi. Pada saat itu bunga-bunga akan bermekaran memancarkan senyum kebahagiaan.

Kawan, tak ada yang sia-sia dari ciptaan-Nya. Pun dengan dirimu jika mau berbenah diri. Ingatlah jua bahwa tak ada yang instan di dunia ini. Semua butuh proses untuk mencapai kesempurnaan. Sesuatu yang manis pasti menunggumu di akhir perjuangan. Dan jangan lupa niat yang sungguh-sungguh. Kalau kata ustadzahku di pesantren, “Luruskan niat karena Allah!”. Semangat! Kamu pasti bisa!

*Penulis merupakan santri pondok pesantren Mujahidin Balikpapan

Editor: M. Andhim

Ilustrasi: Amazonnews.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here