Oleh: Teguh Jairyanur Akbar, Ketua Umum IMM FEB UMS
“Il n’y a pas des sots si incommodes que ceux qui ont de l’esprit – Tidak ada orang bodoh yang menyulitkan daripada yang punya sedikit akal”
-Sherlock Holmes
Dengan menyebut nama Allah. Tuhan segala alam yang menentukan awal dan yang menggariskan akhir. Dengan ini, kami persembahkan segala bentuk militansi perjuangan – atas nama Ikatan – hanya serta merta mengharap ridho-Nya dan untuk setiap salah pelupaan kami, hanya pada-Nya lah harap akan segala ampunan terpanjatkan. insyaAllah.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berperan sebagai organisasi perkaderan dan pergerakan yang dalam ranah geraknya berlandas pada spirit dan nilai-nilai ideologi yang luhur. Per hari ini cukup pelik pelbagai problematika dan dinamika yang lahir dari kandung ikatan, secara kausal prahara ini merupakan implikasi dari subjek penyelenggara itu sendiri, yang entah dengan pelupaan ideologisnya menghasilkan fallacy sebagai bentuk amelioratif atau mungkin pula karena keterpautan berlebih akan sikap politis kini IMM terlampau praksis dan cenderung berorientasi hanya pada kepentingan-kepentingan segmentatif yang terkesan pragmatis. Menariknya lagi apa yang bersifat non-status quo yang secara harfiah inheren dan integral dengan sifat leberasi persyarikatan malah tidak mendapat tempat kini, sebaliknya, terdiskreditkan oleh mayoritas quo yang terkesan konservatif dan tidak adaptif.
Pertanyaan demi pertanyaan menunggu dan senantiasa menanti jawaban diujung malam, waktu-waktu dimana para pemikir itu aktif menjelajahi kedalaman samudra resah dan ketidakpuasan, namun cukup ganjil agaknya jika momentum itu tidak pula seraya digunakan untuk mengkoreksi sekaligus evaluasi dalam rangka introspeksi kedirian ikatan, karena biar bagaimanapun apa yang selanjutnya menjadi eksternalitas (positif atau negatif) adalah berupa hasil tangan yang diupayakan secara struktural maupun kultural di tubuh ikatan itu sendiri. Dan lalu, pada beberapa situasi kita dapat menemui malfungsi pengaruh IMM oleh partisan-pertisan ikatan yang mana jika sedikit lebih dalam lagi maka kita akan melihat ragam disorientasi dan degredasi yang cukup kentara. Ini semua bukan sekedar asumsi tak berdasar, berbagai fenomena ikatan yang tersuguhkan dihadapan kita cukup menjadi bukti betapa ikatan kini terlampau lupa akan jati dirinya dan seolah kebingungan tak lagi memiliki mimpi akan utopia dan eudamonia gerakan Mahasiswa. Dan jika kuberikan contoh kecacatan ikatan kurasa essay ini hanya akan berisi permasalahan-permasalahan, penyimpangan-penyimpangan, dan ragam konflik-pertentangan.
Kini rasanya kita perlu mencukupkan macam pretensi dan pledoi pembelaan yang berupaya untuk selalu mengamankan posisi ikatan dihadapan jagat empiris dan kini sudah bukan lagi saatnya untuk narasi positif mengambil bagian terdepan, karena hal ini pun sudah kehilangan cukup daya dan nilainya. Ambil sedikit waktu untuk bersikap skeptis dan menenggang jarak atas nilai dan realitas ikatan, karena jika semakin lama kita syak berada dalam kecamuk semua ini tidak menutup kemungkinan kita akan menjadi satu dari sekian yang telah lebur bersama dengan arus yang telah terkontaminasi.
Ini semua tidak cukup jika hanya sampai pada kesadaran kritis, apalah arti dari sebuah api jika panas bukan sifat yang menjadi hasil dari pembakarannya dan apalah arti sebuah potensi jika aktualisasi bukan menjadi wujud dari tujuan akhirnya. Sadarilah, temukan kembali nilai-nilai itu, tidakkah kita semua merindu dengan keluhuran militansi itu, kendati tujuan dan mimpi kita terkesan intangible janganlah kita menyerah untuk mewujudkannya. Rumah kita, IMM ini perlu kita benahi dan murnikan lagi, keberpihakan adalah pada mereka yang termarjinalkan (kaum mustadh’afin), keluhuran ideologi dan falsafah ikatan harus dikembalikan, jangan sampai kita tersublimasi dan menjadi polar nan bias dalam distraksi cacat fenomena ikatan, kita harus tegas memantapkan integritas, menjadi otentik dan mapan. Semua ini dapat kita awali mulai dari melihat, melihat realitas faktual ikatan melalui sudut pandang murni ideologis, lalu mencerna, mencerna segala apa yang kita temui dengan bijaksana, dan terakhir bersikap, menyikapi pelbagai fenomena ikatan dengan tanpa mengurangi nilai-nilai yang seharusnya.
Yakinlah, jangan ragu untuk menjadi pisau yang menguliti tabir demi tabir yang kini menghijabi ikatan, jangan takut untuk menjadi individu yang ideal dan prinsipil sekalipun minor, karena perlu kita sadari justru tipikal kader yang seperti itulah yang kini dibutuhkan sebab integritas ikatan merupakan cermin dari integritas penyelenggaranya pula. Kembalilah, berbenahlah, dan bangkitlah, sebab bagaimana mungkin kita menukar tuntutan militansi dengan kemapanan individualistis – materialistis, itu semua terlalu pragmatis bagi kita yang adalah seorang kader umat, kader bangsa, kader ikatan dan persyarikatan yang diharap-harap, didamba-damba, dan dirindukan kemenangannya.
Hidup Mahasiswa, Hidup rakyat Indonesia, abadi perjuangan!!!
Fastabiqul Khairat.