EsaiJabarOpiniPersyarikatan

Pelajar, Pemerintah dan Rakyat

Oleh : Hakim Muttaqie Azka

Ketua Advokasi dan Kebijakan Publik Pimpinan Daerah IPM Kota Tasikmalaya

Tidak sama halnya dengan lagu “Aku, kamu dan Samudra” yang dirilis oleh band Rebellion Rose di albumnya yang berjudul Partai Anarki, dalam lagunya mereka mengangkat tema-tema seperti ketidakadilan sosial, perjuangan, kebebasan dan kisah cinta yang penuh tantangan. Sebuah narasi tentang Pelajar, Pemerintah dan Rakyat telah mengajak hati dan pikiran saya untuk mencurahkannya dalam sebuah tulisan, perjalanan saya itulah yang membuat ketiga aspek ini selalu berhubungan.

Pelajar yang senantiasa belajar dari berbagai macam jenis ilmu dan juga dari berbagai tempat seperti sekolah, universitas serta dimanapun tempat yang bisa mendapatkan ilmu, disitulah seorang pelajar berada. Pelajar identik dengan semangatnya yang membara dalam menuntut ilmu, karena mereka tahu bahwa “Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan” itulah salah satu nasehat Imam Syafi’i R.A. yang sering diingat dan membuat seorang pelajar bisa bersemangat dalam belajarnya, tidak sedikit juga dari mereka yang menempuh pendidikan sampai tingkat tinggi. Dan sebagian dari mereka tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena terhalang oleh biaya pendidikan yang terbilang tinggi.

Tak sedikit orang yang berkeluh kesah karena biaya pendidikan yang tinggi, mereka bertanya-tanya apakah pemerintah memperhatikan hal ini ataukah tidak sama sekali, sehingga masih banyak yang berlasan tidak bisa menempuh pendidikan karena biaya, karena mereka juga mempunyai hak untuk dapat fasilitas pendidikan untuk belajar. Bukalah jalan bagi mereka untuk belajar, sebelum semangat mereka hilang dan sebelum mereka mengubah orientasinya ke jalan yang tidak seharusnya mereka jalani.

Dalam hal apapun Rakyat mempercayai sepenuhnya kepada pemerintah dalam mengelola negeri ini, namun akhir-akhir ini kepercayaan yang diberikan semakin berkurang khususnya di bidang pendidikan, mereka lebih memilih bekerja serabutan demi membiayai kehidupan mereka beserta keluarganya, orientasi untuk berpendidikan bagi mereka sudah terlupakan, akan tetapi sebagian orang terus berusaha untuk menempuh pendidikan tinggi sembari kerja demi memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.

Haji Agus Salim Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia dalam bukunya yang berjudul “Buku Seratus Tahun Haji Agus Salim” pernah menulis,

Si tani bodoh, tak dapat bersekolah.

Si pintar yang bersekolah tak pandai tani.

Si tukang yang bodoh tak dapat bersekolah.

Si pintar bersekolah tak pandai bertukang.

Si pedagang pasar bodoh, tak dapat bersekolah.

Si pintar yang bersekolah tak pandai berdagang pasar.

Pada akhirnya saya berpendapat bahwa yang ditulis Haji Agus Salim tiada yang salah dalam pembelajaran atau berpendidikan seseorang, karena mereka mengartikan “pelajar” secara variatif, ada pelajar yang bertani, berdagang, dan lainnya. Mereka semua adalah pelajar dan berhak belajar apa saja. Pemerintah harus lebih memperhatikan segala bidang dan harus bisa mewadahi serta menyalurkan bakat-bakat rakyat yang sedang menekuni bidangnya masing-masing. Jangan sampai pendidikan hanya dilihat sebatas ruang kelas, bangku sekolah, atau lembar ujian. Pendidikan adalah ruang hidup. Ia hadir di sawah yang basah, pasar yang riuh, jalanan yang ramai, bahkan di ruang-ruang sunyi tempat seseorang membaca, berpikir, dan berlatih diam-diam.

Pelajar, Pemerintah, dan Rakyat adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, yang ketiga berkaitan dengan satu sama lain. Pelajar bukan hanya generasi penerus bangsa, tapi juga cerminan langsung dari kebijakan dan perhatian pemerintah. Jika pemerintah lalai, maka pelajarnya akan limbung. Jika rakyat tak diberdayakan, maka pelajar kehilangan arah. Oleh karena itu, sinergi ketiganya sangatlah penting. Betapa mulianya seseorang yang sedang belajar dan berproses demi mewujudkan keahlian di bidangnya masing-masing. Terlepas dari latar belakangnya, selama ia memiliki keinginan untuk belajar dan berkembang, ia adalah aset bangsa yang tak bernilai. Negara harus hadir dalam setiap proses ini, sebagai penyambung dan pemberi informasi, bukan sebagai penghalang.

Semua tidak ada kata terlambat untuk belajar. Kalimat ini bukan sekadar slogan, melainkan napas kehidupan itu sendiri. Seseorang bisa belajar di usia muda, bisa juga di usia senja. Tak ada batas, tak ada sekat, karena belajar bukan milik institusi tertentu, melainkan milik setiap manusia. Kita harus selalu belajar dimanapun, kapanpun serta kepada siapa pun. Dunia ini luas, dan pelajaran bisa datang dari arah yang bukan kita sangka. Bahkan dari seorang tukang becak, dari ibu rumah tangga, dari petani yang mengerti irama alam, atau dari anak kecil yang sedang belajar bicara.

Setiap orang adalah pelajar dan setiap orang adalah guru. Kalimat ini sederhana, tapi sarat makna. Dalam setiap interaksi, ada pengetahuan yang berubah. Di setiap cerita, ada pengalaman yang ditayangkan. Maka jangan pernah meremehkan siapa pun. Jangan merasa paling tahu, karena ilmu itu bukan sesuatu yang selesai, tapi sesuatu yang terus bertumbuh. Jika kita mau rendah hati dan membuka diri, kita akan menyadari bahwa dunia ini adalah kelas besar tempat kita semua belajar bersama.

Begitu pula dampaknya bagi seorang pelajar di negeri ini, pelajar yang menguasai bidangnya masing-masing merupakan pertanda akan kemajuannya negeri ini. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang rakyatnya cinta belajar. Bukan hanya belajar dari buku, tapi juga dari kehidupan. Bukan hanya pintar secara teori, tapi juga bijak dalam bertindak. Ketika pelajar diberi ruang, diberi kepercayaan, dan diberi kesempatan untuk berkembang sesuai minat dan bakatnya, maka akan lahirlah generasi yang bukan hanya cerdas, tapi juga berdaya dan berdaya.

Pendidikan bukan hanya soal gelar, ijazah, atau nilai akademis. Pendidikan adalah soal keberanian untuk terus tumbuh dan berkontribusi. Maka dari itu, mari kita rawat semangat belajar ini. Mari kita bangun ekosistem yang ramah terhadap proses pencarian jati diri. Mari kita mendorong pemerintah untuk hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai fasilitator bagi semua bentuk pembelajaran.

Di tengah dunia yang berubah dengan cepat, di tengah masyarakat yang semakin kompleks, kita membutuhkan pelajar-pelajar yang sadar hukum, sadar sosial, sadar lingkungan, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai bagian dari bangsa. Dan itu semua dimulai dari kemauan untuk belajar, dan keberanian untuk melangkah.

ed : ARM

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button