Oleh : Andi Rezti Maharani
Kabar terorisme mulai menyapa kita lagi. Telah terjadi pengeboman di Gereja Katedral, Makassar pada Ahad pagi. Sontak, kejadian ini pun memicu banyak kontroversi.
Guys, tentu kita tau bahwa terorisme selalu dikaitkan dengan seruan Jihad. Kalau kataku, terorisme itu bukan Jihad tapi Jahad. Kenapa jahad? Karena terorisme merupakan tindakan yang menciptakan ketakutan. Bahkan, nabi bersabda dalam haditsnya, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti saudara muslim lainnya” (HR. Muslim:2616) .
Selain itu, terorisme pun menimbulkan banyak kerusakan di bumi. Dalam hal suicide bombing, bentuk kerusakannya adalah hilangnya keamanan negara dan munculnya kekacauan. Hancurnya bangunan. Terbunuhnya nyawa. Bunuh diri. Mengkafirkan sembarangan. Menghilangkan wibawa pemimpin dan memberontak terhadap mereka. Mencemarkan keindahan agama islam. Menghalangi manusia dari jalan Allaah. Menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Dan tekanan kepada kaum muslimin dan yayasan-yayasan Islam. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya yang berjudul, “Pengeboman Jihad atau Terorisme?”
TERORISME SEBAGAI BENTUK JIHAD?
Jihad adalah salah satu ibadah dan amalan yang paling agung dan mulia di sisi Allaah. Dalam karyanya An Nihayah fi Ghoribil Hadits, Ibnul Atsir menyebutkan bahwa Jihad secara bahasa adalah mencurahkan kemampuan baik ucapan maupun perbuatan. Sedang, menurut Al Kasani, jihad secara istilah yaitu mencurahkan kemampuan dalam perang di jalan Allaah dengan jiwa, harta, lisan, dan sebagainya.
Hukum Jihad adalah fardu kifayah dengan kesepakatan para ulama. Namun, bisa menjadi fardu ‘ain dalam beberapa keadaan. Jihad sendiri tak hanya sebatas peperangan. Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara damai. Tak terlibat pertikaian atau konflik apapun. Al Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan bahwa jihad sendiri memiliki empat tingkatan, diantaranya jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan orang kafir, dan jihad melawan orang munafik. Maka, orang yang hanya membatasi jihad hanya dalam lingkup peperangan maka pemikirannya telah menyimpang.
Dalam kacamata islam, terorisme bukan bagian dari jihad. Selain menyebabkan kerusakan yang sudah dibahas di awal. Terorisme khususnya kegiatan pengeboman juga menyebabkan pembunuhan terhadap 4 golongan yang haram untuk dibunuh. Siapa aja sih golongan itu?
Nah, dijelaskan dalam Al Qoulul Mufid oleh Syeikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin,terdapat 4 golongan yang haram dibunuh. Golongan itu adalah muslim, dzimmi (orang kafir yang tinggal di negeri Islam, hidup dengan aman dan di bawah perlindungan pemerintah muslim, dengan syarat membayar upeti sebagai jaminan keamanannya), mu’ahad (orang kafir yang tinggal di negerinya tetapi terdapat perjanjian damai di antara kita untuk tak saling memerangi selama waktu yang disepakati), dan musta’min (orang kafir yang masuk ke negeri Islam dengan jaminan keamanan, baik untuk berdagang, ziarah, atau kepentingan lainnya).
Jihad sendiri merupakan syariat islam yang paling indah. Bukan untuk menakuti. Bukan untuk menyerang saudara sendiri. Islam pun merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin. Agama yang penuh dengan kasih sayang. Agama yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah berbagai bentuk kemungkaran. Dalam kitab Ad-Durrotul Mukhtasharah fi Mahasini Diin Islami oleh Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, beliau berkata tentang keindahan syariat islam,
“Termasuk keindahan syariat agama islam adalah syariat jihad karena jihad dalam Islam bertujuan untuk menolak dan membendung serangan orang yang hendak melanggar hak-hak agama ini dan menolak ajakannya. Bukan bertujuan untuk melampiaskan hawa nafsu, dendam atau kepentingan pribadi.”
Gimana? Adem banget kan?
BAGAIMANA MENCEGAHNYA?
Aku sempat membaca salah satu media massa yang menyebutkan bahwa kedua pelaku suicide bombing merupakan generasi milenial. Sangat kita sayangkan, bahwa generasi milenial sudah tersusupi pemikiran-pemikiran yang menyimpang. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya preventif agar kasus-kasus seperti ini tak terjadi lagi khususnya di Indonesia.
Jadi, aku kudu apa?
Hal yang dapat kita lakukan sebagai generasi penerus bangsa, yang pertama adalah menyebarkan ilmu syar’I serta memperkuat aqidah kita. Aqidah ahlus sunnah wal jamaah. Mengikuti kajian-kajian sunnah oleh para asatidzah agar mampu membentengi diri dari aqidah yang menyimpang.
Yang kedua, bertaubat kepada Allaah serta memperbaiki diri dari aqidah, ibadah, dan akhlak. Serta selalu berdoa kepada Allaah agar diberikan jalan yang lurus dalam beragama Islam,
Yang ketiga, selektif memilih lingkungan dan pergaulan. Suatu saat nanti, kita akan menjadi orangtua. Disini, kita berperan dalam memilih lingkungan dan pergaulan yang baik untuk anak. Jangan sampai anak terjerumus dalam lingkaran pergaulan yang salah. Mendidik anak dengan cara memberikan pemahaman agama yang benar dan lurus. Siap-siap ya bund, and paps 😀
UJIAN KESABARAN
Iya, aku tau kok, kita semua mendambakan negara yang aman. Tak mengapa, saat ini kita sedang menghadapi ujian. Bukankah ujian merupakan tanda cinta Rabb kepada hambaNya?
Kita sadar saat ini sedang berada di ujung tanduk perpecahan. Tak perlu sibuk saling menyalahkan. Indonesia dibangun di atas persatuan yang dibingkai dalam dasar Pancasila. Terorisme merupakan sebuah pemikiran yang merusak perlahan. Terorisme merupakan ancaman. Dan tugas kita adalah menuntaskan. Kalau perlu, sampai ke akar-akarnya. Bi idznillaah!
Saat ini yang kita butuhkan adalah kekuatan. Kekuatan akan persatuan. Kekuatan untuk bangkit. Rapatkan barisan untuk melawan segala bentuk kemungkaran. Selamatkan persatuan! Musuh kita kali ini benar-benar nyata di hadapan kita. Musuh dari golongan kita sendiri.
Oleh karena itu, sabar adalah kunci utama dalam menghadapi problematika yang saat ini terjadi. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyeru kita untuk berpegang teguh di atas sunnah dengan penuh kesabaran. “Akan datang suatu masa, orang yang bersabar berpegang pada agamanya, seperti menggenggam bara api” (Hr. Tirmidzi)
Pun perlu diingat. Teroris bukan hanya orang yang bercadar, bercelana cingkrang, dan menghidupkan sunnah nabi yang lain. Pakaian syar’I tak bisa menjadi indikasi. Jangan pernah kita samaratakan. Bukankah tak adil jika hanya menggeneralisasi sesuatu yang dzahir?
Akhirul kalam,
Semoga Allaah melindungi kita semua dari pemikiran menyimpang dan memberikan hidayah untuk kembali kepada pemahaman yang lurus. Aamiin Allahumma Aamiin.
Ed : MA